Mohon tunggu...
Jesamine margareth
Jesamine margareth Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta

Saya suka menyaksikan konten - konten tentang hal yang berhubungan dengan jurusan kuliah saya, hobi saya lainnya adalah dibidang kecantikan yaitu merias wajah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Usulkan KUA Untuk Semua Agama, Begini Perspektif Hukum Islam dan Respons dari Agama-agama Lain

28 Maret 2024   03:46 Diperbarui: 4 April 2024   09:12 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Seperti yang kita ketahui KUA adalah abrevasi dari Kantor Urusan Agama yang merupakan instansi Departemen agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama kabupaten / kota di bidang urusan agama islam untuk wilayah kecamatan. Sebagaimana telah ditetapkan sejak dulu bahwa KUA hanya melayani urusan keagamaan termasuk pencatatan pernikahan bagi umat beragama islam hal itu telah diatur dalam Undang -- undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dengan ini, sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Pasal 3 Nomor 34 tahun 2016 KUA memiliki fungsi yakni ;

1.Pelaksanaan pelayanan pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah rujuk

2.Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam

3.Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA kecamatan

4.Pelayanan bimbingan keluarga Sakinah 

5.Pelayanan bimbingan kemasjidan 


6.Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan sakinah

7.Pelayanan bimbingan dan penerangan Agama Islam

8.Pelayanan bimbingan zakat dan wakat

9.Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA kecamatan 

10.Layanan bimbingan manasik Haji bagi jamaah Haji reguler. 

Belum lama ini, regulasi yang telah ditetapkan dan diterima oleh khalayak ingin diubah oleh Menteri Agama yang menyuarakan gagasannya untuk menjadikan KUA sebagai tempat pelayanan keagamaan bagi seluruh agama di Indonesia. Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) menegaskan "Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama." Pernyataan tersebut mendapat respons yang mendukung "KUA bukan kantor urusan Agama Islam saja jadi seharusnya bisa melayani pencatatan nikah agama lain juga" timpal Nizar Ali selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY. Baginya, hal itu sebagai pengejawantahan dari sila 1 Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" hak seluruh rakyat juga harus dapat terpenuhi termasuk dalam pencatatan pernikahan memperhitungkan selama ini pencatatan pernikahan umat Islam biasanya dilakukan di KUA sedangkan umat beragama non-Islam harus mengurus pencatatan nikah di Kantor Catatan Sipil

Sehubungan dengan hal ini, Yaqut mempersilakan agar undang - undang nomor 24 tahun 2013 tentang adminduk untuk direvisi meskipun ia tidak menyebutkan secara eksplisit bagian mana yang  ingin direvisi. Menyadari merevisi undang-undang akan menyita banyak waktu, sedangkan jumlah orang yang ingin melangsungkan pernikahan setiap harinya pasti akan bertambah, maka Yaqut menawarkan MoU dengan kemendagri supaya umat beragama non-Islam tetap dapat melakukan pencatatan pernikahan di KUA. Alasannya bersikeras ingin supaya KUA dapat melayani urusan keagamaan seluruh agama karena mengingat bahwa rakyat-rakyat non-Islam yang harus mencatatkan pernikahannya di kabupaten. Mengingat jarak tempuh, waktu, serta biaya (ongkos) maka semua itu ingin dipermudah melalui gagasannya ini. Ditambah lagi demi mengoptimalkan dan merealisasikan tugas Kantor Urusan Agama, karena sesungguhnya tentang pencatatan yang berhubungan dengan agama bukanlah tugas catatan sipil melainkan menjadi tugas Kementerian Agama. 

  • Perspektif Hukum Islam

Negara kita diwarnai dengan kekayaannya dan keunikannya yang begitu memukau. Keberagaman itu meliputi suku bangsa, ras, golongan, etnis, bahasa, adat istiadat, dan agama. Dengan melihat persoalan diatas hukum islam memandang hal ini dengan mengimplementasikan prinsip toleransi / tasamuh . Dalam prinsip tersebut dijelaskan bahwa Prinsip toleransi  yang  dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi   hanya dapat dianggap benar apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Al-Zuhaili, mengartikan prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur'an dan Hadits yang  menghindari  kesempitan dan kesulitan, sehingga  seseorang tidak mempunyai alasan  dan jalan untuk meninggalkan syariat aturan hukum Islam. Cakupan toleransi tersebut   tidak   hanya tentang ibadah saja tetapi juga meliputi seluruh ketentuan hukum Islam, baik  muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya. Tasamuh dalam hukum Islam ini lebih menekankan bagaimana umat Islam tidak boleh memaksa dan merugikan umat beragama lain. Dalil dari tasamuh ini telah diatur dalam 

Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil" (QS Al-Mumtahanah: 8).

serta

  Artinya: "Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim" (QS Al-Mumtahanah: 9).

Dari sudut pandang hukum Islam sesungguhnya tidak menentang menjadikan KUA untuk memberikan pelayanan kepada semua agama karena sama sekali tidak merugikan agama Islam dan berlawanan dari prinsip hukum Islam beserta dalil-dalil tentang tasamuh itu sendiri.

Selain prinsip toleransi, prinsip selanjutnya adalah prinsip keadilan yang mencakup berbagai aspek, seperti keadilan dalam hal hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dengan masyarakat, hubungan antara individu dengan hakim dan lain-lain selama prinsip keadilan diartikan sebagai prinsip moderasi. Prinsip keadilan ini menjadi penguat alasan kaca mata hukum islam mendukung KUA untuk melayani urusan semua agama termasuk dalam pencatatan pernikahan, karena demi terciptanya keadilan bagi umat - umat yang beragama non-muslim sebagaimana telah diatur dalam diantaranya surah Al-Maidah ayat 8 : "Hai orang-orang yang beriman hendaklah  kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan  janganlah  sekali-kali  kebencianmu  terhadap  suatu  kaum,  mendorong kamu  untuk  Berlaku  tidak  adil.  Berlaku adillah,  karena  adil  itu  lebih  dekat kepada  takwa.  dan  bertakwalah  kepada  Allah,  Sesungguhnya  Allah  Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".

Yang ketiga adalah prinsip persamaan / egalite.

Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam hukum Islam dimana menekankan bahwa semua umat manusia mempunyai persamaan hak dihadapan konstitusi tanpa terkecuali.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana layanan KUA diperuntukan. Seharusnya prinsip persamaan ini juga berlaku terhadap penetapan / kebijakan bagaimana pelayanan yang diberikan KUA ditujukan. Seharusnya ditujukan sama rata tanpa adanya pertimbangan akan perbedaan agama.

Dalil toleransi ini didukung oleh Surat Al-Isra ayat 70 :

 

"Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."

Ayat ini menegaskan bahwa sesungguhnya seluruh manusia sama dihadapan Tuhan begitupun sudah seharusnya manusia memiliki kesamaan dihadapan hukum.

Prinsip terakhir yaitu prinsip tolong menolong ( Al-Taawun )

Prinsip ini menegaskan kepada setiap kita untuk membantu dan mempermudah urusan sesama umat manusia. Prinsip ini didukung oleh qs Al-maidah ayat 2 :

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qal'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya."

Salah satu alasan agar KUA melayani semua agama dalam pencatatan urusan agama adalah untuk menolong semua umat beragama di Indonesia yang ingin melakukan pencatatan pernikahan maupun pencatatan perihal keagamaan lainnya dengan mempertimbangkan jika jarak tempuh, waktu, dan biaya untuk bepergian ke kantor catatan sipil dapat menyulitkan orang - orang demi melakukan pencatatan disebabkan mereka harus menginjak kota / kabupaten agar dapat menjangkau kantor catatan sipil sedangkan KUA ada di setiap kecamatan.

  • Respons Agama - Agama Non Muslim

Usulan kemenag tersebut menuai respons yang bervariasi dari para pemuka agama. Yanto, yang merupakan Ketua Hukum dan HAM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) memberi tanggapan yang positif dan mendukung usulan Yaqut dengan pertimbangkan yang sama yaitu supaya pencatatan pernikahan bisa dilakukan lebih cepat dan efisien mengingat lokasi yang dituju tidak sejauh jika ingin pergi ke Kantor Catatan Sipil yang terletak di kota/kabupaten. Berbeda dengan Yanto, Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI Pdt Henrek Lokra yang menganggap bahwa hendaknya keputusan tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang karena dalam Kristen pernikahan adalah hal yang privasi dan Kantor Catatan Sipil sebagai tempat yang mengurusi pencatatan tersebut. Pertimbangan selanjutnya terkait tugas Gereja yang memberkati pernikahan yang seharusnya menjadi privasi seseorang. Menurut Henrek, perlu dibuat undang - undang terlebih dahulu sebelum pelaksanaan rencana ini. Berbeda dengan Henrek, Dirjen Bimas Katolik, Suparman yang berpendapat bahwa rencana KUA dalam melayani semua agama dapat diterima karena selayaknya tugas negara adalah melayani seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Ia menambahi dengan KUA melayani umat katolik juga tidak akan mengurangi peran Gereja Katolik, justru kehadiran KUA akan mendekatkan pelayanan kepada umat dan membawa semangat moderasi beragama. Pelayanan KUA nantinya juga mempermudah pencatatan nikah secara sipil. Dukungan ini juga diikuti oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya, Edi Ramawijaya Putra berkomentar bahwa penamaan KUA ini yang semasa ini menjadi Satker Kementerian Agama di tingkat Kecamatan sudah waktunya memberikan layanan keagamaan bagi ke 5 agama lainnya diluar Islam, yaitu Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dengan meluasnya fungsi KUA menjadi untuk seluruh agama, menurutnya rencana ini adalah ide yang membangun dan sesuai dengan program besar pemerintah yaitu mutasi layanan publik dan reformasi biokrasi terutama pada bidang layanan keagamaan. Tak lupa ia mengingat bahwa jumlah penduduk beragama disatu kecamatan sangat beragam sehingga peran KUA sangat berarti sebagai layanan keagamaan bagi seluruh rakyat juga menjadi perubahan besar dalam divisi layanan publik. Disamping itu, ia tetap mengusulkan perlu ada harmonisasi misal dengan Kemendagri dan Pemda berhubung pencatatan pernikahan selama ini dilaksanakan di Dinas Pencatatan Sipil. Sedangkan dari agama Konghucu belum menyatakan pro atau kontra terkait KUA yang mengembangkan fungsinya untuk mengurusi segala urusan keagamaan termasuk pencatatan pernikahan seluruh agama di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun