Pernahkah pakaian lentur,robek, ataupun hilang saat menggunakan jasa laundry tetapi pihak laundry tidak mau ganti rugi hanya karena telah ditempel plakat di dinding laundry atau di kuitansi yang menyatakan kerusakan atau kehilangan di luar tanggung jawab kami? Sebelum saya bercerita tentang pengalaman tidak menyenangkan saya yang pernah menggunakan jasa laundry saya terlebih dahulu mau menjelaskan apa itu laundry beserta dengan kewajibannya menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Laundry menurut KBBI adalah “Usaha atau orang yang bergerak di bidang pencucian (penyetrikaan) pakaian; dobi; benara.” Kewajiban pengusaha laundry yang mengacu kepada UU tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut: 1. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;( Pasal 7 huruf d UU Perlindungan Konsumen)
2. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;( Pasal 7 huruf f UU Perlindungan Konsumen)
3. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.( Pasal 7 huruf g UU Perlindungan Konsumen)
Saya mau bercerita sedikit pengalaman saya yang pakaian dan celananya pernah hilang pada saat menggunakan jasa laundry. Di saat itu saat senja akan tiba saya hendak pergi menuju tempat laundry langganan saya dan ketika sesampainya disana kagetnya saya mendapati bahwa sebagian pakaian dan celana yang baru saja saya beli ternyata telah hilang. Sebut saja yang saat itu sedang melayani pelanggan laundry adalah mawar. Saya lantas bertanya kepada mawar perihal pakaian dan celana saya yang hilang dan meneruskan lagi dengan pertanyaan mengapa cuma sebagian pakaian saja yang hilang dan mengapa tidak semua. Ternyata ada oknum yang datang ke tempat laundry itu dan mengaku sebagai saya dengan mengambil sebagian pakaian beserta celana dengan janji akan kembali untuk membayar tapi yang mana dia tidak pernah kembali sementara pihak laundry menolak untuk memberi ganti kerugian yang sepadan dengan nilai dari pakaian dan celana saya yang hilang karena dalam kuitansi tertulis kerugian yang ditanggung hanya 5 kali biaya laundry (misal harga laundry Rp 10.000 maka ganti kerugian yang diberikan hanya Rp 50.000).
Pada dasarnya ketentuan sepihak yang dibuat oleh pelaku usaha laundry yang menolak atau memberikan ganti rugi yang tidak sepadan itu harus dihilangkan karena oleh hukum itu dilarang berdasarkan Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Begini bunyi Pasal 18 ayat (1) “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila...” sedangkan klausula baku sendiri ialah ketetapan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha. Bentuk ganti kerugian sendiri juga diatur dalam Pasal 19 ayat (2) jo. Ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yaitu dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya dan pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi sehingga berdasarkan ketentuan tersebut dalam hal ini pelaku usaha laundry wajib memberi ganti rugi kepada konsumennya. Tapi tetap tidak dapat dipungkiri bahwa penyelesaian harus mengutamakan adanya itikad baik berupa permintaan maaf serta ganti rugi yang senilai tetapi jika tidak berhasil karena pemilik laundry menolak menanggapi atau tidak memenuhi ganti rugi maka pemilik laundry bisa diadukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau badan peradilan.
BPSK sendiri merupakan lembaga yang berwenang menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran perlindungan konsumen. Sehingga penyelesaian di BPSK juga tidak memerlukan persetujuan kedua belah pihak. BPSK juga dapat menjatuhi sanksi administratif terhadap pelaku usaha berdasarkan Pasal 60 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen yaitu berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200 juta. Jadi sebagai pembelajaran supaya tidak terjadi ataupun ketika terjadi hal yang tidak diinginkan maka akan lebih baik kalau sebelum menyerahkan pakaian ke laundry dicermati terlebih dahulu pakiannya mana yang sudah benar benar rusak atau punya potensi bakal lentur atau robek supaya ketika dilaundry bisa diketahu bahwa kerusakan terjadi bukan karena kesalahan pengguna jasa laundry.
Sekian dari saya yang pernah mengalami kehilangan pakaian karena mungkin pihak laundry tidak menetapkan sistem pengambilan barang yang hati-hati sehingga hal-hal tidak diinginkan dapat terjadi, besar harapan penulis juga agar kedepannya penggunaan klasula baku dalam usaha laundry ditiadakan supaya tidak menimbulkan keraguan bagi konsumen pengguna jasa laundry yang ingin meminta haknya.
Jeremy Nathaniel
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI