Mohon tunggu...
Jeremy Atman Mandera
Jeremy Atman Mandera Mohon Tunggu... Siswa SMA

CC 26

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Canisius College Cup XL: Laboratorium Karakter di Balik Riuh Kompetisi

5 Oktober 2025   10:37 Diperbarui: 5 Oktober 2025   13:43 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kolaborasi sejati bukan tentang bekerja dengan orang yang mudah, tetapi tentang menemukan solusi bersama saat segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.

Sabtu pagi, 20 September 2025, lapangan Kolese Kanisius dipenuhi ribuan siswa dari 214 sekolah. Saya dan puluhan panitia lainnya sudah bersiap sejak subuh, mengecek setiap lokasi kegiatan, memastikan setiap detail pertandingan siap dimulai. Saat itu terjadilah keriuhan panitia. Namun, di sinilah karakter kami diuji. Di tengah stres yang melanda panitia, kami harus tetap tenang, berkoordinasi ulang dengan vendor pihak luar, dan memastikan acara tetap berjalan. Pengalaman itulah yang mengajarkan saya bahwa karakter sejati terbentuk bukan saat segalanya berjalan mulus, melainkan saat kita dipaksa menghadapi tekanan dan tetap berdiri tegak.

Canisius College Cup XL 2025 bukan sekadar turnamen olahraga biasa. Di balik sorak-sorai tribun dan keringat para pemain, tersimpan laboratorium pembentukan karakter bagi generasi muda. Selama delapan hari penuh, dari 20 hingga 27 September 2025, ribuan siswa SMP dan SMA belajar arti sesungguhnya dari kolaborasi, ketenangan, daya tahan, dan daya juang. Lebih dari sekadar meraih trofi, mereka pulang membawa bekal hidup yang jauh lebih berharga, karakter yang teruji dan diperkuat.

Mengoordinasikan 214 sekolah dam ribuan pendatang bukanlah perkara mudah. Bayangkan ratusan email konfirmasi, ratusan peserta dengan jadwal berbeda, belasan lokasi kegiatan yang harus diatur bersamaan, dan puluhan panitia dari berbagai divisi yang harus bersinergi. Sebagai bagian dari panitia, saya merasakan langsung betapa pentingnya kolaborasi lintas tim. Tim keamanan harus sinkron dengan tim acara untuk antisipasi keributan. Divisi konsumsi harus memastikan ribuan panitia terlayani tepat waktu tanpa mengganggu kegiatan. Hal yang paling menantang adalah berkolaborasi dengan pihak eksternal. Ketika vendor stand membatalkan kontrak di menit-menit terakhir, kami tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Kami harus segera bergerak,  menghubungi tenant alternatif dan memastikan kualitas acara tidak menurun. Proses ini mengajarkan kami bahwa kolaborasi sejati bukan tentang bekerja dengan orang yang mudah, tetapi tentang menemukan solusi bersama saat segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.

Lebih dari itu, kolaborasi di CC Cup XL juga terjadi antarsekolah. Siswa dari berbagai latar belakang berkumpul, saling berbagi strategi, bahkan membantu lawan yang cedera. Seorang peserta dari sekolah kompetitor sempat meminjamkan sepatu cadangannya kepada pemain kami yang sepatunya rusak. Momen sederhana itu mengingatkan bahwa kemenangan sejati bukan tentang mengalahkan orang lain, melainkan tentang tumbuh bersama dalam semangat sportivitas. Koordinasi dengan ratusan sekolah mengajarkan kami bahwa setiap orang memiliki peran penting. Tidak ada yang bisa bekerja sendiri. Panitia pusat bergantung pada koordinator sekolah, koordinator sekolah bergantung pada peserta, dan peserta bergantung pada wasit serta pendukung. Kolaborasi adalah jaring pengaman yang membuat keseluruhan acara berjalan lancar meski penuh tantangan.

Karakter sejati tidak terbentuk di zona nyaman, tetapi di lapangan pertempuran kehidupan, di mana kita dipaksa untuk berkolaborasi, tenang, bertahan, dan terus berjuang.

Hari ketiga turnamen, saya mengalami momen paling menegangkan. Banyak tenant yang mengeluh terkait listrik dan fasilitas stand. Telepon terus berdering dan saya bisa merasakan jantung berdegup kencang. Tapi di tengah kekacauan itu, saya mampu tetap berbicara dengan nada tenang dan memastikan setiap orang tahu kondisi yang sedang kami alami. Itulah pelajaran terpenting, ketenangan bukan berarti tidak merasakan tekanan, tetapi tentang tidak membiarkan tekanan menguasai keputusan kita. Sebagai panitia, kami belajar bahwa kepanikan hanya akan memperburuk situasi. Sebaliknya, dengan tetap tenang, kami mampu berpikir jernih, mengambil keputusan cepat, dan menyelesaikan masalah satu per satu.

Delapan hari mungkin terdengar singkat, tetapi bagi panitia, rasanya seperti sebuah maraton tanpa henti. Bangun sebelum subuh, berangkat ke sekolah untuk pembelajaran, lalu langsung menuju lokasi kegiatan untuk persiapan pertandingan. Pulang larut malam, tidur beberapa jam, lalu mengulang rutinitas yang sama keesokan harinya. Tubuh lelah, pikiran jenuh, tetapi kami harus tetap hadir dengan senyuman karena peserta dan penonton mengandalkan kami. Saya ingat di hari kelima, beberapa teman panitia hampir menyerah. "Males banget CC Cup," keluh salah satu teman sambil menahan kantuk. Tapi kemudian kami saling mengingatkan, ini bukan hanya tentang kita, tetapi tentang ribuan siswa yang datang jauh-jauh untuk berkompetisi. Kami tidak bisa mengecewakan mereka. Dengan saling menyemangati, berbagi tugas, dan sesekali tertawa bersama di tengah kelelahan, kami berhasil bertahan hingga hari terakhir.

Daya tahan bukan tentang tidak pernah lelah, tetapi tentang tetap bergerak meski lelah. Pengalaman ini mengajarkan kami bahwa komitmen sejati diuji ketika kita ingin menyerah, tetapi memilih untuk tetap bertahan. Saya menyaksikan teman-teman panitia yang biasanya mengeluh soal tugas sekolah, tiba-tiba menjadi sangat tangguh. Mereka rela mengorbankan waktu istirahat, melewatkan acara pribadi, bahkan mengerjakan tugas sekolah di sela-sela jaga pertandingan. Daya tahan fisik dan mental ini adalah modal penting yang akan terus berguna dalam hidup mereka ke depan.

Seorang kapten tim basket sempat berkata setelah pertandingan, "Kami kalah hari ini, tapi kami tidak kalah dalam sikap dan semangat. Kami akan kembali lebih baik." Kalimat sederhana itu merangkum esensi daya juang, bukan tentang tidak pernah jatuh, tetapi tentang selalu bangkit dengan lebih kuat. Saya juga melihat peserta yang kalah di babak awal tetap tinggal untuk mendukung teman-temannya yang masih bertanding. Mereka tidak lantas pergi dengan kekecewaan, tetapi mengubah kekecewaan itu menjadi dukungan bagi orang lain. Ini adalah bentuk kedewasaan yang jarang ditemukan, bahkan pada orang dewasa sekalipun.

Inilah nilai "magis" dari Canisius College Cup XL, pengalaman yang terasa berat saat dijalani, tetapi menjadi bekal berharga untuk masa depan.

Saat acara penutupan pada 27 September 2025, lampu panggung padam, musik dari The Changcuters dan Bernadya berhenti bergema, dan ribuan siswa mulai berpencar. Namun, ada sesuatu yang tidak ikut padam, karakter yang telah terbentuk selama delapan hari itu. Para panitia membawa pulang keterampilan manajemen, kepemimpinan, dan kemampuan menyelesaikan masalah di bawah tekanan. Para peserta membawa pulang pengalaman kerja sama tim, sportivitas, dan mental juang yang teruji. Bahkan para penonton belajar menghargai proses, bukan hanya hasil akhir. Inilah nilai "magis" dari Canisius College Cup XL, pengalaman yang terasa berat saat dijalani, tetapi menjadi bekal berharga untuk masa depan. Saya pribadi merasakan perubahan dalam diri. Sebelum CC Cup, saya sering panik menghadapi deadline atau masalah mendadak. Sekarang, saya lebih tenang, lebih percaya pada kemampuan teman-teman, dan lebih siap menghadapi tantangan. Pengalaman berkolaborasi dengan ratusan orang, menjaga ketenangan di situasi kritis, bertahan dalam kelelahan, dan menyaksikan daya juang para peserta telah membentuk saya menjadi pribadi yang lebih matang.

Generasi Z sering distigma sebagai generasi yang rapuh, mudah menyerah, dan terlalu bergantung pada teknologi. Namun, Canisius College Cup XL membuktikan sebaliknya. Generasi muda mampu berkolaborasi dalam skala besar, tetap tenang di tengah tekanan, bertahan dalam kelelahan, dan bangkit dari kekalahan. Mereka bukan generasi yang perlu dikasihani, melainkan generasi yang siap memimpin masa depan dengan karakter yang kuat. Riuh tribun mungkin sudah sepi, tetapi karakter yang terbentuk tetap hidup. Pengalaman di CC Cup XL bukan sekadar kenangan, tetapi fondasi yang akan terus memperkuat setiap langkah kami di masa depan. Jika ada satu hal yang ingin saya sampaikan, karakter sejati tidak terbentuk di zona nyaman, tetapi di lapangan pertempuran kehidupan, di mana kita dipaksa untuk berkolaborasi, tenang, bertahan, dan terus berjuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun