Ada seseorang yang tak pernah berniat jatuh hati. Perkenalan itu terasa biasa saja—tak dirancang, tak direncanakan. Tapi perlahan, tanpa disadari, kenyamanan mulai tumbuh. Bukan karena rayuan, bukan karena janji, hanya karena sikap sederhana yang membuat hati merasa dihargai.
Semakin mengenal, semakin rasa itu terasa nyata. Tapi ada satu hal yang tak bisa diabaikan: belum ada ikatan halal yang mengizinkan rasa itu terus dipelihara.
Lalu akhirnya dipilihlah jalan yang berat: menjauh.
Bukan karena perasaan itu sirna, justru karena ingin menjaga. Bukan karena berhenti peduli, tapi karena ingin tetap berada di jalan yang diridai.
"Mengenal tanpa sengaja, mencintai secara tiba-tiba, lalu menjauh untuk menjaga. Terlihat tak punya suka, tapi siapa sangka, menjeda rasa juga memberi banyak luka."
Menjauh bukan berarti menyerah. Kadang itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan hati dari keterikatan yang belum halal. Diam, rindu yang tak bisa dikirimkan, doa yang disampaikan dalam diam—semua jadi bagian dari perjuangan yang sunyi.
Namun begitulah cinta yang tulus, ia tak selalu menuntut untuk dimiliki. Ia tahu kapan harus dijaga, dan kapan harus dilepaskan.
Jika memang ditakdirkan bersama, maka waktu akan mempertemukan kembali—dalam keadaan yang lebih baik, di jalan yang lebih diridai.
Dan jika tidak, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik. Yang datang bukan sekadar singgah, tapi untuk tinggal dan menyempurnakan.
Karena cinta sejati tahu tempatnya berpulang. Ia tak meninggalkan luka, tapi mengajarkan makna.