Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Restaurant Indonesia" dan Para Eksil 1965: Mempromosikan Budaya Sekaligus Bertahan Hidup

24 Desember 2020   14:42 Diperbarui: 25 Desember 2020   16:37 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Restaurant Indonesia di Paris | Foto diambil dari Facebook milik Restaurant Indonesia

Restaurant Indonesia dibuka pada tahun 1982 di Paris oleh empat orang warga negara Perancis dan empat orang warga negara Indonesia. 

Empat orang warga Indonesia tersebut adalah Sobron Adit (adik dari pemimpin Partai Komunis Indonesia, D.N. Aidit), A. Umar Said, Budiman Sudharsono dan JJ Kusni yang diberi suaka politik dari pemerintah Perancis. 

Mereka adalah empat dari ratusan warga negara Indonesia yang paspornya dicabut menyusul Peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan tersebar di seluruh dunia.

Ratusan warga Indonesia tersebut dicabut paspornya memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa, dipilih menjadi utusan Indonesia di luar negeri sebagai diplomat hingga mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis Indonesia yang saat itu menjadi musuh nasional. 

Pencabutan paspor tersebut dinyatakan pemerintah Indonesia saat itu sebagai sanksi atas ketidaksetiaan dan keterlibatan dengan paham yang dianggap mengancam Indonesia.


Mereka adalah para eksil, yang berarti 'yang terasing dari kampung halaman', pada tahun 1965. Menurut Sejarawan Bapak Bonnie Triayana dikutip dari BBC, para eksil tersebut "dipenjara tanpa jeruji" karena berkurangnya kebebasan para eksil dengan "dibayangi rasa ketakutan" kemungkinan di penjara jika mereka memaksakan diri pulang ke Indonesia.

Para eksil 1965 dibayangi dengan rasa ketakutan dan kebingungan dengan tidak ada kejelasan kapan bisa kembali ke Tanah Air dengan aman, sekaligus harus memikirkan cara untuk bertahan hidup di negeri orang. 

Berbagai pekerjaan dilakukan oleh para eksil 1965, salah satunya adalah dengan dibukanya Restaurant Indonesia sebagai sumber pendapatan untuk bertahan hidup dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan untuk para eksil lainnya.

Restaurant Indonesia juga menjadi tempat pertemuan untuk kepentingan politik pendirinya. Selain itu, yang menjadi fokus penulis dalam tulisan ini, yaitu restoran ini menjadi garis depan dalam mempromosikan budaya Indonesia pada tahun 1982 ketika budaya Indonesia masih belum dikenal banyak oleh masyarakat awan di Perancis.  

Restaurant Indonesia dalam mempromosikan budaya Indonesia

Restaurant Indonesia merupakan restoran Indonesia pertama di Paris saat itu. Sebelum restoran ini dibuka, beberapa eksil tersebut pernah membuka Stand Indonesia khusus menjual sate di acara Fte de l'Humanit tahun 1981 dan 1982. Stand ini menarik perhatian masyarakat Paris dan menjadi ide awal untuk membuka Restaurant Indonesia.

Restoran ini juga tidak dibangun tanpa kesulitan. Kesulitan dialami dengan kurangnya modal dan untuk membuka restoran membutuhkan banyak dana. Pada akhirnya, pembangunan restoran ini berhasil dengan mengumpulkan modal dari bantuan pemerintah Perancis, sumbangan dan pinjaman dana dari teman-teman para pendiri yang berkewarganegaraan Perancis ataupun Indonesia yang saat itu juga menjadi eksil.

Restoran ini kemudian mulai dikenal dan menarik perhatian masyarakat Perancis. Ini dibuktikan dengan tiga stasiun televisi utama di Perancis, yaitu TF-1, Antenne 2 dan FR3 melakukan reportase tentang restoran yang menyajikan makanan Indonesia pertama di Paris. 

Tokoh-tokoh penting pemerintah Perancis juga kerap menjungi restoran ini, dimana salah satu tokoh paling penting adalah Danielle Mitterand yang merupakan istri dari Mantan Presiden Perancis Franois Mitterand yang menjadi langganan di restoran ini.

Selain memperkenalkan budaya Indonesia lewat masakan, Restaurant Indonesia juga menyelanggarakan acara untuk mempromosikan budaya Indonesia secara rutin dengan menampilkan tarian tradisional ataupun pameran wayang asal Indonesia.

Sukses merebut perhatian masyarakat Perancis, restoran ini juga menarik perhatian pemerintah Indonesia. Diplomat ataupun staff dari Kedutaan Besar Republik Indonesia dilarang mengunjungi restoran ini ketika restoran ini dibuka hingga peraturan ini dicabut.

Pertunjukan Angklung | Foto diambil dari Facebook milik Restaurant Indonesia
Pertunjukan Angklung | Foto diambil dari Facebook milik Restaurant Indonesia

Restaurant Indonesia sekarang

Tidak dapat dipungkiri usaha para pendiri dan juga para eksil yang berjuang dalam mendirikan Restaurant Indonesia dengan tujuan membuka lapangan pekerjaan sekaligus mempromosikan budaya Indonesia melalui makanan yang disajikan dan acara yang diselenggarakan. 

Setelah runtuhnya Orde Baru menyusul mundurnya Mantan Presiden Soeharto pada tahun 1998, kebanyakkan para eksil tidak kembali ke Indonesia dan menetap di negara yang memberikan suaka politik.

Hingga tulisan ini dituliskan, Restaurant Indonesia masih beroperasi dikelola oleh Wanita Tekun Pertiwi, anak perempuan dari Sobron Aidit. Sekarang, siapapun dapat mengunjungi restoran ini yang terletak di 12 Rue de Vaugirard tidak jauh dari Palais du Luxembourg. 

Usaha mempromosikan budaya Indonesia juga berjalan hingga sekarang. Selain Restaurant Indonesia yang merupakan restoran Indonesia pertama di Paris, menyusul juga puluhan restoran Indonesia di Paris yang menjadi garis depan dalam mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri.

Referensi:

Website resmi Restaurant Indonesia 

Biografi salah satu pendiri Restaurant Indonesia, A. Umar Said

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun