Mohon tunggu...
Armin Yubu
Armin Yubu Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Other outsider

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendulang Rupiah di Pinggiran Smelter

20 Agustus 2020   06:57 Diperbarui: 24 Februari 2024   14:27 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Tante, saya nasi kuning ikan pake telur dadar. Kasi banyak ricanya tante. Saya duluan tante, apa sudah terlambat saya ini," teriak pelan seorang karyawan pabrik dengan dialek khas daerah Bungku kepada Mak Indah.

Suatu pagi yang riuh, tempat jualan nasi kuning Mak Indah seperti hari-hari sebelumnya. Ramai dengan karyawan yang hendak masuk dan pulang dari tempat kerja mereka. 

Dikalangan karyawan Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), warung nasi kuning Mak Indah terbilang cukup populer dari sekian ratus penjual nasi kuning di Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Alasannya, porsinya yang cukup banyak namun harganya sangat pas di kantong. Cuma Rp 10.000 per porsi.

Mak Indah, panggilan akrab Nursia Asis (41), sudah hampir 7 tahun menggeluti usaha jualan nasi kuning di Bahodopi. Di warung yang ia dirikan sejak Januari 2014 silam dan berjarak sekitar 500 meter dari kawasan industri PT IMIP, setiap harinya, ibu Nur memasak 47-50 kilogram beras untuk kebutuhan jualan nasi kuning. 

Hasilnya, omzet yang ia terima setiap hari berkisar diangka Rp 700 ribu sampai dengan Rp 1 juta. Jika dirata-ratakan, dalam sebulan omzet yang ia dapatkan lebih dari Rp 20 juta. Itu keuntungan bersih yang diterima setelah dikeluarkan belanja bahan sekitar Rp 5 juta, upah karyawan, dan upah kerja untuk dirinya sendiri.

Mak Indah tidak bekerja sendiri. Ia dibantu dua orang karyawan. Upah atau gaji yang ia berikan bervariasi. Satu karyawan diberikan upah Rp 1,5 juta, dan satunya lagi diberikan upah Rp 1,2 juta. 

Alasannya berdasarkan masa kerja dari dua karyawan itu. Selain upah bulanan, Mak Indah juga memberikan upah harian kepada keduanya sebesar Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu.

Usaha jualan nasi kuning yang dimiliki Mak Indah tidak dibangun dengan mudah. Sebelum terbilang sukses seperti saat ini, ia harus berjibaku dengan waktu menghabiskan banyak energi, tenaga dan pikiran. Modal usaha yang dimiliki pertama kali pun pas-pasan.

Saat ditemui pada Selasa (21/7/2020), Mak Indah berkisah pada Januari 2014 silam adalah awal dari semuanya. Waktu itu, ibu Nur bertolak dari Flores, Nusa Tenggara Timur. Flores bukan kampung halamannya. 

Sekitar tahun 80-an, kedua orangtuanya meninggalkan Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara dan menetap di Flores. Ia dan 7 saudaranya ikut serta dalam rombongan itu. Ibu Nur menghabiskan masa remaja di Flores.

"Awal saya datang di Morowali tahun 2008. Pertama saya tinggal itu di Bente, Bungku. Satu bulan saya di sana bersama suami dan dua orang anak. Setelah itu kami pindah ke Kaleroang. Setahun kami di sana kemudian pindah ke Bahodopi sekitar tahun 2010," kenang Mak Indah.

Mak Indah mengenang, pada sekitar tahun 2012, adalah saat-saat yang sangat sulit baginya dan kedua anaknya. Saat itu ia harus berpisah dengan sang suami. 

Meski kondisinya saat itu sedang mengandung anaknya yang ketiga, ia tetap berjuang membesarkan kedua anaknya dan menyekolahkan mereka. Kehidupannya saat itu ditopang dari hasil jualan kue keliling di Bahodopi.

"Tahun 2013, bapak saya panggil pulang ke Flores. Saya jual tanah sama rumah saya yang di Bahodopi supaya bisa pulang ke Flores. Setahun saya di sana, Januari 2014 saya kembali ke Bahodopi. Saya bawa dana seadanya. Hanya cukup untuk sewa tempat ini (tempat jualan nasi kuning sekarang), dan bangun tempat ini," kata Mak Indah.

Sebidang tanah itu, cerita Mak Indah, disewa dengan harga Rp 400 ribu per bulan dari salah satu warga di Bahodopi. Lahan itu kemudian dibangun tempat untuk jualan nasi kuning. 

Setelah jadi, katanya lagi, ia bingung karena tidak punya cukup uang untuk modal awal usahanya. Beruntung, salah satu kios yang terletak tidak jauh dari tempatnya, bersedia memberikan pinjaman dalam bentuk barang kepada dirinya.

Di toko yang lokasinya berhadapan dengan kantor Koramil 1311-02 Bungku Selatan-Bahodopi, Mak Indah mendapat pinjaman sejumlah bahan untuk membuat nasi kuning senilai Rp 500 ribu. Rinciannya mulai dari beras, telur, mie keriting, penyedap rasa, dan lain sebagainya. 

Selama dua bulan, Mak Indah mengambil barang di kios itu. Metode pembayaran ke kios itu dilakukan setiap seminggu sekali. Setelah dua bulan, Mak Indah telah memiliki kecukupan modal usaha tanpa harus meminjam lagi di kios itu. Sampai hari ini, modal itulah yang terus digunakan untuk menjalankan usaha nasi kuningnya.

Man jadda wajada -- barang siapa bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan kesuksesan. Wa maa ladzatu Illaa ba'dat ta'bi - tidak ada kenikmatan kecuali setelah kepayahan. Man Shobaro Zafiro - siapa yang bersabar, maka dia akan beruntung. Tiga petuah bijak dari tanah Arab ini, mungkin sangat tepat untuk disematkan kepada Mak Indah.

Buah dari jerih payahnya, sebagian besar digunakan untuk pendidikan anaknya yang tinggal bersama dengan orangtuanya atau kakek mereka di Flores. Indah Mayangsari (19), anak pertama Mak Indah adalah seorang mahasiswa jurusan IT semester 3 Universitas Nusa Nipa, Nusa Tenggara Timur. Muhammad Wildan (15) anak kedua, adalah siswa kelas 1 jurusan arsitek di salah satu STM di Nusa Tenggara Timur, dan Muhammad Azwar Alam (8) anak ketiga, adalah siswa kelas 3 SD.

"Ada juga ponakan yang saya biayai. Namanya Halifa. Dia sekolah di salah satu Madrasah Tsanawiyah di Nusa Tenggara Timur. Halifa ini, anak adik saya yang bernama Zubaidah. 

Jadi dalam sebulan saya kirimkan mereka uang Rp 8 juta sampai Rp 10 juta per bulan. Bulan kemarin saya sempat kirim Rp 11 juta, karena masuk ajaran baru dan mereka butuh seragam baru," urai Mak Indah.

Sebagian uang hasil jualan nasi kuning juga, urai Mak Indah, digunakan untuk merenovasi rumah orangtuanya yang ada di Flores. Mak Indah juga telah memiliki hunian pribadi di Flores yang dibangunnya dari duit hasil jualan nasi kuning. 

Aset lainnya, selain sebidang tanah yang terletak di Desa Lalampu, Kecamatan Bahodopi, ia juga memiliki 4 unit kendaraan roda dua, tabungan emas, serta tabungan di salah satu bank milik pemerintah (BUMN). Semua aset itu diperoleh dari hasil jualan nasi kuning.

Hari ini, kerja keras Mak Indah selama 7 tahun lamanya bisa dikatakan telah berhasil. Bagi Mak Indah sendiri, itu belum cukup. Sebab, masih ada mimpi ketiga anaknya yang menjadi tanggungjawabnya. 

Indah Mayangsari bercita-cita menjadi dosen, Muhammad Wildan bercita-cita menjadi seorang marinir, dan Muhammad Azwar alam bercita-cita menjadi seorang perwira polisi. Selama mimpi mereka belum terwujud, selama itu pula Mak Indah akan mengais rejeki di "pinggiran smelter" kawasan PT IMIP. (mr.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun