Mohon tunggu...
Jemmy Hendiko
Jemmy Hendiko Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer | Translator | Interpreter | Editor | Freelance Writer | Blogger |

Seorang pembelajar yang gemar memungut ide-ide yang bertebaran lalu mengabadikannya dalam tulisan. Lahir dan tumbuh di Talang, sebuah nagari di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia merampungkan studi S-2 di International Islamic University Malaysia (IIUM), sedangkan jenjang S-1 ia selesaikan di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Aktivitasnya saat ini adalah sebagai dosen, dai, penulis, penerjemah Arab-Indonesia (vice versa), penerjemah Inggris-Indonesia (vice versa), jurnalis di www.indonesiaalyoum.com, interpreter, dan editor di sejumlah penerbit di tanah air. Punya hobi menulis sejak kecil dan semakin terasah ketika menjejakkan kaki di Negeri Para Nabi, Mesir. Ia bisa dihubungi melalui akun Twitter: @jemmyhendiko dan e-mail: jemmyhendiko@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Daerah Kerja Jeddah dan Laptop Berkah "Temus" (Secarik Kisah Perjalanan Haji Bagian II)

11 Maret 2018   14:33 Diperbarui: 11 Maret 2018   15:34 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbelanja Ala Temus di Jeddah

Di antara pemandangan yang cukup menonjol di kalangan temus setiap kali musim haji adalah berbelanja. Ya, mungkin ini adalah cara kami untuk membahagiakan diri sendiri setelah lelah bertugas dan menerima gaji. Saat menjadi mahasiswa di negara perantauan masing-masing, uang di kantong hanya pas-pasan, bahkan kerap kekurangan. Waktu di Mesir dulu misalnya, beasiswa yang kuperoleh setiap bulan hanya cukup untuk biaya hidup dan transportasi, itu pun sudah dengan kalkulasi keuangan super ketat.

Alhasil, mahasiswa yang hanya mengandalkan living cost dari beasiswa sepertiku, sangat jarang berbelanja ini-itu yang tidak perlu, apalagi membeli barang-barang mewah dan bermerek. Namun dengan bertugas sebagai temus, penghasilan yang diperoleh terkadang membuat kalap dan lapar mata. Layaknya orang kaya baru, apa yang selama ini hanya bisa diidam-idamkan, ketika berada di Arab Saudi seolah-olah menjadi saat yang tepat untuk mewujudkannya.

Maka, setelah gaji tahap pertama cair, aku perhatikan rekan-rekan temus banyak yang sibuk bolak-balik dari hotel ke Balad, yaitu pusat perbelanjaan murah dan lengkap di kawasan Corniche Commercial Center, Jeddah dan cukup dekat dari hotel yang kami tempati. Rata-rata mereka membeli handphone, laptop, dan kamera keluaran terbaru. Tak tanggung-tanggung, sebagian rekan lainnya bahkan membeli barang-barang sejenis namun dengan merek fantastis dan banderol harga yang lebih gila.

Jelang kembali ke Cairo, aku pun membeli sebuah laptop dengan spesifikasi dan harga yang standar. Tidak perlu yang terlalu mahal, karena bagiku yang penting adalah fungsi dan manfaatnya. Apalagi aku hanya akan menggunakan laptop tersebut untuk menunjang kegiatan menulis dan menerjemah buku yang menjadi pekerjaan sampinganku selama di Mesir hingga kini.

Saat itu, di Cairo aku hanya punya sebuah komputer sederhana, yang tentu tidak efektif bila dalam kondisi tertentu aku harus membawa laptop ke mana-mana. Seperti halnya rekan-rekan temus yang lain, waktu itu aku juga tak luput dari titipan teman-teman di Cairo. Ada yang titip dibelikan handphone, kurma Ajwa, parfum, sorban, sampai gamis. Bahkan ada seorang senior di Makkah yang menitipkan uang ribuan dolar kepadaku untuk adiknya di Mesir.

Selain berbelanja keperluan pribadi dan membelikan titipan teman-teman, aku dan beberapa orang temus juga kerap dimintai tolong oleh bapak-bapak dan ibu-ibu petugas haji dari Kemenag, demikian pula oleh petugas-petugas TKHI untuk menemani mereka berbelanja di Balad. Sebab, berbelanja di Arab Saudi tentu menggunakan bahasa Arab, sehingga mereka meminta bantuan temus untuk menjadi penerjemah saat membeli dan menawar barang.

Maka, jadilah aku guide sekaligus penerjemah bagi bapak-bapak dan ibu-ibu tersebut saat berbelanja. Ketika menemani ibu-ibu dan kami berangkat dari hotel dengan taksi, biasanya aku akan naik terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh ibu-ibu itu. Sebab, menurut kabar yang beredar kala itu, penumpang-penumpang wanita dari negara luar Arab Saudi yang naik taksi tanpa didampingi laki-laki, atau jika penumpang wanita naik taksi terlebih dahulu, rentan dibawa kabur lalu dirampok oleh sopir-sopir taksi di sana.

Di saat rekan-rekan temus asyik berbelanja, kala itu aku melihat Abdul Aziz, rekan temus dari Yordania, justru sehari-hari hanya sibuk bertugas di bandara dan tidak tampak pergi ke mana-mana. Kala kutanya, jawabannya membuatku terdiam. Ia menuturkan, bahwa gaji yang ia peroleh dari temus ini, seluruhnya akan ia gunakan untuk membayar biaya kuliah dan untuk biaya hidup beberapa bulan di Yordania. Setelah itu, ludes tak bersisa. Ia menambahkan, bahwa di Yordania tidak ada beasiswa untuk jenjang magister. Parahnya lagi, living cost di sana jauh lebih tinggi ketimbang di Mesir.

Beberapa bulan setelah kembali ke tanah air, aku mendapati kabar duka dari dinding Facebook Abdul Aziz yang membuatku serasa disambar geledek di siang bolong. Ya, Abdul Aziz meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Yordania setelah sekian lama berjuang melawan penyakit yang ia derita. Sungguh, aku kaget bukan main. Ia meninggal di saat menuntut ilmu dan belum sempat menyelesaikan magisternya. Selamat jalan, Abdul Aziz. Semoga Allah merahmati dan menempatkanmu di tempat terbaik di sorga-Nya.

Berjumpa Sahabat Lama di Madinah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun