(4) Pengambilan keputusan atas peristiwa yang timbul karena pertentangan dengan keadaan lain. Jenis ini terjadi ketika pengambil keputusan harus memilih di antara alternatif yang saling bertentangan secara internal, atau berlawanan dengan kepentingan pihak lain. Ini bisa berupa konflik nilai, konflik kepentingan, atau konflik antar kebijakan. Contohnya: Seorang pimpinan lembaga harus memilih antara menaikkan gaji pegawai (untuk meningkatkan kesejahteraan) atau menahan anggaran (untuk menyelamatkan keuangan institusi). Keputusan manapun yang diambil akan menimbulkan ketegangan dengan pihak yang berbeda.
Dalam suatu organisasi yang terorganisir yang memiliki tujuan secara kolektivitas (kebersamaan). Dalam setiap proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut kepentingan banyak orang seperti dalam organisasi atau birokrasi pemerintahan, keputusan tersebut harus berpijak pada landasan etis yang kuat. Menurut sumber dari Ethical Leadership (Tomas Edison State University), terdapat tiga pendekatan utama yang patut dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pada etika, yakni:
Yang Pertama:Â Pendekatan Hak (The Rights Approach); Pendekatan ini menekankan bahwa keputusan yang diambil harus menghormati hak-hak dasar setiap individu sebagai manusia. Hak-hak tersebut meliputi: Hak atas kehidupan, Hak atas kebebasan berpendapat, Hak atas privasi, Hak atas rasa aman, Dan hak atas perlakuan yang adil. Dalam konteks organisasi, keputusan yang diambil tidak boleh melanggar hak pegawai, pelanggan, atau pemangku kepentingan lainnya. Misalnya, memecat karyawan tanpa proses yang adil merupakan pelanggaran terhadap hak dasar individu.
Ke-dua:Â Pendekatan Keadilan (The Justice Approach); Pendekatan ini berfokus pada prinsip kesetaraan dan keadilan, baik dalam pembagian manfaat maupun beban. Keputusan yang etis adalah keputusan yang memastikan bahwa semua orang diperlakukan secara adil, tidak memihak, dan tidak diskriminatif. Dalam lembaga birokrasi, promosi jabatan harus dilakukan berdasarkan kompetensi dan prestasi, bukan karena hubungan personal atau tekanan politik. Perlakuan yang adil akan menciptakan kepercayaan dan integritas dalam sistem organisasi.
Ke-tiga: Pendekatan Etika atau Kebajikan (The Virtue or Ethical Approach). Pendekatan ini menekankan bahwa keputusan harus mencerminkan karakter moral dan nilai kebajikan seperti kejujuran, keberanian, kasih sayang, kesetiaan, dan tanggung jawab. Pertanyaannya adalah: "Apakah keputusan ini mencerminkan siapa saya sebagai pribadi yang bermoral?". Dalam hal ini, sepertinya seorang pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab akan mengambil keputusan bukan karena tekanan eksternal atau keuntungan pribadi, melainkan karena itu merupakan hal yang benar untuk dilakukan, bahkan jika sulit.
SEBAGAI KESIMPULAN & PENUTUP, Pengambilan keputusan dalam organisasi dan lembaga birokrasi pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari dimensi moral dan etika. Di tengah arus globalisasi dan perubahan teknologi yang sangat cepat, banyak organisasi dan institusi birokrasi terjebak dalam pengambilan keputusan yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar etika, moralitas, dan kepedulian terhadap lingkungan serta hak asasi manusia. Hal ini berkontribusi pada melemahnya integritas, runtuhnya kepercayaan publik, dan kegagalan implementasi kebijakan.
Melalui kajian ini, ditegaskan bahwa keputusan yang baik tidak hanya dilandasi oleh efisiensi atau rasionalitas semata, tetapi harus berpijak pada: (1) Nilai-nilai moral, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab; (2) Etika profesional, yang membimbing tindakan dalam lingkungan kerja; (3) Landasan rasional, berdasarkan analisis fakta, data, dan alternatif secara sistematis.
Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh George R. Terry, H.F. Nolin, dan sumber Ethical Leadership menunjukkan bahwa keputusan yang tidak dirancang secara etis dan matang akan berakibat pada: (1) Ketidaktepatan kebijakan; (2) Ketidaksinkronan internal; (3) Penolakan dari pelaksana atau publik; dan (4) Kegagalan implementasi karena tidak sesuai dengan kapasitas organisasi.
Selain itu, pengambilan keputusan juga harus mempertimbangkan konteks atau situasi, baik dalam kondisi pasti, berisiko, tidak pasti, maupun konflik, sebagaimana dijelaskan oleh Noor Zaiki. Dalam semua situasi tersebut, pendekatan yang menghormati hak (rights approach), menjunjung keadilan (justice approach), dan mencerminkan kebajikan moral (virtue/ethical approach) menjadi sangat krusial. Oleh sebab itu, keputusan yang etis bukan hanya keputusan yang benar secara prosedural, tetapi juga yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral, diterima oleh publik, dan berkontribusi terhadap keberlanjutan serta keadilan sosial dalam organisasi maupun pemerintahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI