Mohon tunggu...
Jemilov
Jemilov Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Terdiam bukan berarti menyerah, hanya sekedar merenung mengevaluasi diri dan menyusun kepingan asa yang sedikit melemah.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Presiden Jokowi Tidak (Pernah) Menunggu Praperadilan BG Atas Kasus KPK-Polri

19 Februari 2015   16:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14243140452113160030

[caption id="attachment_397963" align="alignnone" width="436" caption="sumber gambar: republika.co.id"][/caption]

Selama ini masyarakat dibuat H2C oleh presiden jokowi. Walaupun sebagian sudah ada yang memperkirakan keputusan beliau, tapi sebagian yang lain di buat mengelus dada. Bagaimana tidak! Ketika presiden jokowi berada dalam masa galau, mereka (pendukungnya) bukan menguatkan tapi malah berbalik mencaci dan menyerang.

Aneh rasanya ketika kita sebagai rakyatnya memilih beliau di bilik suara, namun meninggalkannya sendiri ketika beliau sedang terjepit dengan berbagai kepentingan. Tugas kita bukan hanya memilih tapi mengawal dan mendukung setiap kebijakan yang populer ataupun tidak populer. Tentu saja sikap kritis harus tetap di dengungkan.

Masa lima tahun masih lama, kasus-kasus yang ditunggangi politik masih akan banyak bermunculan. Walau bagaimanapun keuasaan adalah menu terlezat yang didambakan semua orang. Jadi dengan banyak cara, siapapun yang tidak menyukai beliau akan dengan mudah menunggangi setiap kebijakan presiden jokowi untuk menghancurkan beliau.

Belum lagi pihak-pihak swasta yang kepentingannya merasa terusik oleh kebijakan presiden. Kita tidak pernah tahu apa permainan sebenarnya yang dimainkan oleh elit politik negeri kita. Hanya saja sebagai pemilih beliau saya tetap meyakini bahwa presiden jokowi akan memberikan yang terbaik untuk kita. Walau kadang kita tidak mengerti jalannya.

Sebagai King maker tentunya kita berharap beliau cepat tanggap dalam menghadapi kekisruhan KPK-Polri. Seperti slogan JK “Lebih cepat lebih baik”, namun cepat saja tidak cukup karena jika tidak tepat sama saja dengan bohong. Tepat disini bukan hanya keputusannya yang tepat sesuai harapan rakyatnya, namun tepat waktu juga harus dipertimbangkan. Karena ketika suhu terlalu tinggi maka harus sedikit ada cooling down, agar setiap keputusan bisa diterima semua pihak. Setidaknya menghindari kericuhan yang mengancam keamanan negara.

Itulah mengapa presiden “membiarkan” semua ini sedikit agak lama. Bukan karena tidak peduli atau karena di tunggangi kepentingan lain. Namun beliau sebagai orang no. 1 di negeri ini, tentu harus melihat segala sesuatu dari berbagai sudut. Termasuk sisi positif dan negatifnya.

Karena kasus ini perseteruan KIH dan KMP sedikit teredam. Karena kasus ini beliau bisa melihat mana kawan dan mana lawan yang sebenarnya pula dan bagaimana strategi untuk memainkan sebuah permainan politik untuk kedepannya. Pembentukan tim 9, kerjasama dengan proton, isu pindah ke istana bogor itu semua hanya beberapa cara untuk sedikit menghindari tatapan mata publik mengenai kisruh KPK-Polri.

Walaupun pada akhirnya semua mata bermuara pada presiden jokowi, namun beliau tetap konsisten dengan memilih waktu yang tepat untuk menyelesaikannya. Hanya saja seperti yang beliau pernah katakan bahwa kita harus sedikit sabar. Mungkin banyak diantara kita mencelanya, namun seperti yang pernah ahok katakan, bahwa kita seperti itu karena kita tidak mengenal presiden jokowi lebih dekat. Bagaimana mungkin kita akan tahu arah beliau jika kita tidak mengenalnya? Setidaknya secara personal. Mungkin dengan sedikit mengetahui pandangan dan pemikirannya, kita akan sedikit mengerti untuk tidak membuat beliau merasa tersudut dan sendiri.

Pada akhirnya kita hanya melihat bahwa ahoklah sahabat presiden jokowi dikala suka dan duka. Masihkah kita akan terus membiarkan beliau hanya bersahabat dengan ahok?.

Hingga saat ini , bahkan dari kemarin-kemarin saya masih percaya dengan beliau. Bukan karena Jokowi Lovers, tapi jika sedikit merenung terhadap manuvernya, saya benar-benar dibuat kagum oleh beliau. Bagaimana hal-hal sederhana di buat menjadi lebih bermakna ketika di gunakan di waktu yang tepat. Itu yang kadang sebagian orang tidak fikirkan.

Kembali ke judul diatas bahwa presiden jokowi menurut penulis tidak menunggu Praperadilan BG untuk kasus ini. Tapi menunggu waktu yang tepat untuk semua orang bisa menerima tanpa memihak pada satu lembaga tertentu. Setelah gugatan BG di terima kemudian AS dijadikan tersangka sudah cukup untuk membuat masing-masing personal tidak merasa presiden berat berat sebelah. Dengan tidak dijadikannya BG menjadi kapolri kemudian pemberhentian AS dan BW sementara cukup adil untuk mereka meyelesaikan kasus personalnya tanpa melibatkan lembaga yang menaunginya. Kenapa personal? Karena menurut penulis sebagai masyarakat awam, tentunya sangat kasar sekali AS mempermainkan perasaan rakyat dengan pernyataan-pernyataannya di media. Masyarakat sayang sama KPK tapi bukan berarti pimpinannya dengan seenaknya mempermainkan rasa sayang kita dengan menungganginya untuk kepentingan pribadi.

Selama ini masyarakat di buat tercengang ketika KPK menyematkan kata “ tersangka” pada politikus negri ini, tapi begitu geram karena seseorang yang sudah tersemat tersangka masih eksis dan wara-wiri di media. Seolah-olah KPK hanya Talk only not action, membiarkan status seseorang terombang-ambing tanpa jelas.

Mungkin kita tidak pernah tahu, bisa saja presiden jokowi geram dengan semua manuver AS dan rengrengannya. Yang paling jelas adalah ketika presiden mengintruksikan untuk saling menahan diri dan tidak memprovokasi. Tapi apa yang kita lihat? Gerakan-gerakan yang terjadi di KPK, saling memprovokasi mencari dukungan. Sehingga mentri tedjo menyebut pendukungnya dengan rakyat tidak jelas.

Kita tentu saja marah dengan pernyataan mentri tedjo, tapi apakah kita sudah mengerti kalimat bersayap yang di ucapkan mentri tedjo?. Kita hanya tahu secara kasar, karena memang baru sampai disini kemampuan kita untuk mengerti. Tapi mungkin kita bisa melakukan lebih jauh lagi dalam menghadapi setiap kasus, yaitu tidak mudah terprovokasi. Karena terkadang apa yang kita lihat bukan apa yang sebenarnya terjadi.

Kita harus mempertanggungjawabkan apa yang menjadi pilihan kita. Sama seperti ketika kita menetapkan pasangan hidup. Kita harus mempertanggungjawabkannya kepada keluarga, bahwa kita akan menjadi pribadi yang lebih baik dengan pilihan kita.

Salam kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun