Lebak, (Opini)- Air bersih adalah kebutuhan paling mendasar. Namun, di Kabupaten Lebak, Banten, layanan Perumdam Tirta Kalimaya justru memunculkan ironi. Warga yang seharusnya mendapatkan haknya justru sering mengalami air mati, keruh, dan tidak menentu. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar, bukan hanya soal teknis, tetapi juga tata kelola.
Sebagai pelanggan, saya merasakan sendiri bagaimana sulitnya hidup tanpa kepastian air. Kita bisa bertahan tanpa listrik beberapa jam, tapi tanpa air, semua aktivitas terhenti. Bukankah ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah?
Sejak 2024, Pemkab Lebak menggelar proses seleksi terbuka untuk direksi PDAM. Pendaftaran dibuka, diperpanjang, hingga uji kelayakan dan kepatutan dilakukan. Namun, memasuki pertengahan 2025, belum juga ada kepastian siapa yang akan ditetapkan sebagai direksi definitif.
Kondisi ini membuat PDAM hanya dijalankan oleh seorang Pelaksana Tugas (PLT). Padahal, seorang PLT tidak memiliki kewenangan penuh untuk membuat terobosan, mengambil risiko, atau menandatangani keputusan strategis. Hasilnya, perusahaan vital ini berjalan di tempat.
Masalah demi masalah pun muncul, izin penggunaan air (SIPA) yang sudah kedaluwarsa karena tidak bisa diperpanjang tanpa direksi definitif, kebocoran air (NRW) yang mencapai 34%, hingga kualitas air yang sering kali keruh. Semua ini berimbas langsung kepada warga.
Pertanyaan sederhana muncul, mengapa pelanggan harus tetap membayar penuh, sementara layanan yang diterima jauh dari layak? Transparansi rendah, layanan tangki terbatas, dan minim inovasi menambah daftar panjang keluhan.
Apakah kita harus menunggu direksi definitif baru mendapatkan air bersih? Tentu tidak. Tetapi tanpa kepemimpinan yang jelas, mustahil ada kontrak kinerja, kepastian investasi, maupun keberanian mengambil langkah besar.
Peran Bupati sebagai Kuasa Pemilik Modal
Dalam struktur BUMD, Bupati adalah Kuasa Pemilik Modal (KPM). Artinya, Bupati memiliki kewenangan penuh untuk menyelesaikan kebuntuan ini. Namun, hingga kini proses seleksi masih tarik-ulur, bahkan sempat muncul wacana anulir.
Di sini pertanyaan publik mengemuka: mengapa seleksi ini berlarut-larut? Apakah sekadar kelalaian birokrasi, atau ada kepentingan lain yang tak terlihat? Apapun alasannya, warga tidak bisa terus menjadi korban.
Jangan Biarkan Lebak Haus Lebih Lama
Krisis air bersih di Lebak bukan hanya soal teknis jaringan atau pompa yang rusak. Masalah utama terletak pada kepemimpinan yang mandek. Selama direksi definitif tidak ditetapkan, PDAM akan terus gamang, dan warga akan terus dirugikan.
Air bersih bukan barang mewah. Ia adalah hak dasar setiap warga negara. Karena itu, pemerintah daerah harus segera memastikan kepemimpinan PDAM yang sah, memperpanjang izin SIPA, dan menyiapkan langkah konkret untuk perbaikan layanan.