Mohon tunggu...
Jeanette Aprilia Ongah
Jeanette Aprilia Ongah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya hobi menggambar, menari dan memain game.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maraknya Self-Diagnosis pada Kalangan Remaja

11 Februari 2023   14:15 Diperbarui: 11 Februari 2023   14:18 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang sudah kita ketahui pada umumnya, seiring berkembangnya zaman dan teknologi. Segala bentuk informasi menjadi sangat mudah untuk diakses dan di dapatkan kapanpun dan dimanapun. Hal ini tentu berdampak sangat baik di beberapa bidang terutama dalam bidang kesehatan. Masyarakat yang dulunya awam terhadap kesehatan mental pun akhirnya dapat lebih peduli kepada salah satu aspek kejiwaan tersebut. Namun sayangnya hal tersebut tidak sepenuhnya berdampak baik kepada diri sendiri karena kemudahan dalam mengakses informasi membuat kita dapat dengan mudah mendapatkan penjelasan tentang suatu penyakit. Lantas ketika gejala gejala yang disebutkan dalam informasi tersebut terjadi dalam diri kita tentu tidak seharusnya kita mendiagnosa diri sendiri tanpa adanya keterlibatan pihak medis. Hal ini dinamakan dengan self diagnose, lantas apakah self diagnose itu? 

Self diagnose atau biasa disebut juga dengan diagnosis mandiri adalah suatu proses yang mana pada proses tersebut kita merasakan sesuatu yang ada di dalam dirimu sendiri, terdapat juga gejala yang patologi. Perkara ini sudah menjadi rahasia umum yang ada di masyarakat Indonesia, terutama di kalangan remaja. Kebanyakan remaja yang ada di Indonesia seringkali sangat mudah dalam menelan suatu informasi yang belum tepat keakuratannya serta melabelkan suatu kondisi yang sedang terjadi. Misalnya disaat seseorang mengalami jam tidur yang berantakan di setiap malamnya, kemudian ia mempelajari tentang gejala insomnia melalui internet, media sosial dan lainnya kemudian mendiagnosis diri sendiri bahwasanya mereka mengidap insomnia padahal tidak demikian. 

Tidak hanya berdampak buruk, melakukan self diagnose juga berbahaya bagi diri sendiri. Karena ketika seseorang yang dengan mudahnya mendiagnosis tentang kondisi yang dideritanya maka ia akan menjalani pengobatan yang salah dan tidak berguna bahkan dapat berdampak dan mengancam jiwa. Selain beberapa hal tersebut dapat kita lampirkan beberapa dampak self diagnose lainnya yaitu:

  1. Meningkatnya jumlah remaja yang asal simpul tentang kondisi mental yang sedang mereka alami. Maraknya jumlah remaja yang mengalami self diagnose tersebut dapat dilihat dengan beberapa kebiasaan yang 'aneh' seperti kebiasaan menggigit kuku, pelupa, duduk atau masih banyak lagi seperti. Bahkan tidak jarang, perubahan suasana hati yang dulunya dianggap lumrah pun pasti akan dikatakan sebagai gangguan kejiwaan yaitu bipolar.

  2. Dengan maraknya self diagnose tersebut, orang orang yang justru betul betul mengidap penyakit tersebut malah dianggap remeh, tidak serius dan dijadikan bahan candaan setiap harinya. Bahkan tidak jarang dari mereka yang justru betul betul mengidap penyakit mental malah tertekan dan terkena bullying.

  3. Adapun dampaknya yang lain adalah pandangan dan pendapat orang tua terhadap penyakit mental tadi. Seperti yang umumnya terjadi, tentu tidak jarang kita temui orang orang yang merasa ada yang salah dengan dirinya sendiri, lantas hal berikutnya yang harus dilakukan adalah mendatangi pihak medis secara langsung dan bergilir. Namun, seiring berkembangnya zaman. Kita dapat dengan mudah dalam mengakses ilmu tentang penyakit mental tersebut menjadikan orang tua mempunyai pikiran bahwa hal tersebut bukanlah gangguan mental.

Oleh karena itu, ketika seorang anak ingin bertanya kepada orang tuanya apakah mereka dapat pergi ke tenaga profesional untuk mencari tahu apa yang aneh dalam diri mereka, orang tua bahkan tidak dapat memastikan perasaan anaknya sendiri. 

Ketika seseorang mendiagnosa dirinya mengalami gangguan jiwa, mereka berusaha mengatasi penyakit yang dialaminya dengan berbagai cara, seperti diet atau pengobatan. Tentu saja, hal ini dapat mempersulit kondisi dunia nyata. Meskipun sadar akan kesehatan mental adalah bentuk tindakan yang patut ditiru, tentu alangkah baiknya tidak mencoba untuk mendiagnosakan diri sendiri terkait penyakit mental. Bagi sebagian orang, mendiagnosis penyakit mental adalah suatu proses yang rumit dan panjang. 

Jika Anda mengobati gejala tertentu dan kemudian mengabaikan sumber gejalanya, masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya dapat memburuk. Ada banyak sumber informasi bagus di Internet. Namun, sebagian besar isinya menyesatkan. Jika diagnosis diri mengarah pada pengobatan sendiri, itu tidak hanya memperburuk kondisi saat ini, tetapi juga mempersulit perawatan lebih lanjut. Jika Anda telah mencari secara online dan merasa telah menemukan kemungkinan diagnosis, bicarakan dengan profesional untuk menemukan diagnosis. Mengambil langkah ini dapat meningkatkan kesehatan, kualitas hidup, dan masa depan Anda. Untuk pulih secara optimal dari penyakit yang dialami, baik mental maupun fisik, diagnosis formal adalah langkah awal dan penting. 

Diagnosis profesional memberi pasien informasi yang diperlukan dan perawatan yang tepat untuk memulihkan kesehatan yang optimal. Memahami diagnosis suatu penyakit berarti memahami penyebab penyakit yang dideritanya. Mendapatkan langkah ini dengan benar sangatlah penting. Namun, untuk mendapatkan diagnosis yang tepat membutuhkan proses. 

Dengan bekal informasi tersebut, semoga kedepannya kita dapat menjadi remaja yang peduli terhadap kesehatan mental namun tidak sok tau dan asal mendiagnosa penyakit yang terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun