Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Antara Diplomasi Santun Petani Karo, Jeruk, dan Beka Buluh

8 Desember 2021   15:41 Diperbarui: 8 Desember 2021   16:11 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Warga Liang Melas Datas | Sumber : Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden

Enam warga Kabupaten Karo, datang jauh-jauh dari Sumatera Utara siang ini ke Jakarta menyampaikan aspirasi terkait jalan rusak di daerah mereka di Liang Melas Datas. Mereka juga membawa oleh-oleh satu truk buah jeruk untuk saya. Terima kasih untuk oleh-olehnya --- Twitter Presiden Joko Widodo (@jokowi), 6 Desember 2021

Heboh dan menjadi trending di media cetak dan elektronik (sosial) terhadap aksi warga Liang Melas Datas, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang mendatangi Istana Negara berikut oleh-oleh jeruk manis untuk diberikan kepada Presiden Joko Widodo. Tidak tanggung-tanggung, oleh-oleh jeruk manis yang dibawa adalah satu truk seberat 3 ton yang merupakan sumbangan panen warga.

 Aksi "protes" ini adalah upaya menyuarakan aspirasi para warga masyarakat di sana yang mengeluhkan infrastruktur jalan yang rusak. Konektivitas yang tidak lancar membuat pendistribusian hasil-hasil pertanian khususnya jeruk menjadi terganggu sehingga meningkatkan biaya produksi.

Persatuan Masyarakat Liang Melas Datas adalah merupakan gabungan dari beberapa Desa di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo dengan suku Karo yang identik sebagai petani dengan hasil pertanian khususnya buah-buahan dan sayur-mayur yang sudah dikenal baik di dalam dan luar negeri.

Menyediakan sumber pangan dan menghabiskan banyak aktivitas di perladangan atau perkebunan dengan mayoritas bergantung sebagai petani adalah menjadi ciri khas daerah ini.


Orang Karo sangat menghormati dan menghargai tanah pertanian sebagaimana diyakini bahwa manusia adalah berasal dari tanah dan berakhir (meninggal dunia) menjadi tanah kembali. Sebuah filosopi kehidupan yang membuat pekerjaan sebagai petani adalah sesuatu yang mulia.

Sebuah relasi antara usaha dan juga bergantung sepenuhnya pada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mendatangkan keberkahan atas hasil panen yang baik di kemudian hari.

Bagi masyarakat Karo, di ladang yang dikenal dengan istilah "juma" adalah layaknya tempat mencari rezeki demi keberlangsungan kehidupan. Bagi orang Karo, juma layaknya sebagai tempat berinteraksi antara sesama pemilik (petani lainnya yang lahannya berbatasan), pekerja upahan/harian dan tentunya Sang Khalik sebagai pemilik kehidupan.

Petani pada umumnya adalah pemilik dan sekaligus sebagai  pekerja. Hal inilah yang membuat keyakinan dan jiwa wirausaha bagi petani Karo adalah sebuah kisah sejarah yang telah terbentuk dalam adat istiadat dan budaya orang Karo.

Perladangan Jeruk | Sumber : medantoday.com
Perladangan Jeruk | Sumber : medantoday.com
Bukan tidak sedikit para pegawai pemerintahan atau swasta sekalipun tidak pernah meninggalkan pekerjaannya sebagai petani. Bahkan tidak jarang lebih memilih dan mengutamakan ke ladang dari pada harus dihadapkan pilihan dengan naik karir namun harus jauh pindah (meninggalkan) lahan pertaniannya. Ladang tidak saja dipandang sebagai tempat bekerja (sumber mata pencaharian) tapi juga adalah tempat aktualisasi diri, kemerdekaan dan berinteraksi sosial sesama warga dengan tingkat solidaritas kolektif yang terjaga baik.

Di ladang adalah tempat beristirahat yang mumpuni dengan menikmati makan siang ternikmat meski hanya di gubuk bambu, semakin asyik meski hanya ditemani lauk-pauk seadanya, plus rasa lapar dan dahaga alamiah yang timbul setelah bercucuran keringat dan tenaga fisik yang telah keluar sebelumnya.

Kondisi yang akan sangat sulit dijumpai menurut pendapat saya bila dibandingkan dengan tempat bekerja secara formal yang terkadang penuh lika-liku dan bumbu intrik yang menyayat hati, menguras emosi, jauh dari logika dan akal sehat.

Petani Karo berkeyakinan dan memandang bahwa linearitas antara upaya yang baik (pembibitan, pemupukan, dan proses bertani lainnya) akan berbanding lurus dengan hasil panen yang baik (melimpah). Sebuah paham klasik yang tidak sesederhana bila bekerja di dunia formal baik di organisasi pemerintahan maupun swasta.

Kembali ke awal tulisan ini, saya berkeyakinan inilah diplomasi khas kalak (arti: orang) Karo yang mehamat (arti : santun/sopan/elegan) dan tidak cengeng. Petani Karo yang kesusahan karena sekian lama telah meminta untuk diperhatikan jalan desanya, bukan modal usahanya. Hanya menuntut terhadap situasi yang tidak dapat dikendalikannya yaitu jalan untuk membawa hasil pertaniannya, jeruk!

Memohon juga sekaligus memberi. Bila dikalkulasikan 3 ton atau 3.000 kg jeruk pilihan dari hasil panen yang diberikan kepada Presiden Jokowi dengan harga rata-rata Rp.10.000/kg maka nilai prangko permohonan itu setara Rp. 30.000.000,-. Belum lagi mendatangkan langsung ke ibukota adalah sebuah pengorbanan dan upaya yang tidak bisa dianggap sebelah mata.

Protes sosial dari beberapa desa dengan misi menyuarakan aspirasi buat orang banyak hanya dengan perwakilan enam orang saja karena menghormati masa pandemi, tetap melaksanakan prokes, dan bawa oleh-oleh. Sesuatu yang kurang masuk akal, kala orang yang sedang dalam kondisi "marah" dan mau protes atau berdemonstrasi namun justru datang dengan santun, menghormati penguasa yang dijumpai, dan bawa oleh-oleh ditengah-tengah kesusahannya sendiri.

Tidak ada huru-hara, tidak ada penutupan jalan, bawa buah tangan khas sendiri dan bagi saya itulah orang Karo dan Indonesia yang sesungguhnya! Diplomasi khas dan berdampak! Damai dan mejile!

Tidak memaksakan diri untuk membawa buah tangan yang lagi-lagi di luar dari kemampuannya. Hasil dari upaya yang terbaik dimilikinya adalah jeruk maka yang dibawa adalah jeruk bukan apel, anggur atau barang lain yang bukan dihasilkannya sendiri. Santun dengan menghormati penguasa dalam hal ini Presiden dengan memakai uis (arti: kain) ciri khas adat Karo yaitu beka buluh atau kain adat tenunan berwarna merah emas yang berbentuk segi tiga dipakai di bahu.

Beka buluh dipakai bagi kaum pria Karo yang bersimbolkan sebagai sebuah keberanian membela kebenaran, kehormatan, kegembiraan, ketegasan dan elegan. Beka buluh adalah tanda kewibawaan yang juga biasa dipakai menjadi penutup kepala (mahkota) di perayaan atau acara adat istimewa bagi orang Karo.

Jokowi | Sumber : Tribunnews.com
Jokowi | Sumber : Tribunnews.com
Sejarah akan mencatat jeruk manis dari Tanah Karo berikut truk pengangkutnya yang biasa terlihat parkir di gudang petani pernah masuk ke Istana Negara. Diterima dan direspon oleh Presiden langsung. Bahkan respon ini sesungguhnya telah ditindaklanjuti sebelum aksi damai ini berlangsung. Misi permohonan perbaikan jalan desa berdasarkan pernyataan Presiden Jokowi telah ditindaklanjuti oleh pihak kementerian PUPR. 

Bagi saya terlepas pendapat lain, sudah cukup membuktikan bahwa istana dan penguasa dekat dengan rakyat di saat semua pintu tertutup dan menemui jalan buntu. Rakyat tidak sungkan untuk menyuarakan aspirasinya yang berdasar dan demi kebutuhan untuk semua orang pula.

Momentum ini mencatat pula bahwa tidak sulit bagi petani untuk diterima di Istana Negara. Istana rakyat yang menerima dengan terbuka bukan hanya untuk pengusaha ternama, bukan hanya pejabat, bukan hanya pesohor dan mereka yang status sosial tinggi namun juga buat para petani! Dan tidak semua orang bisa bermimpi atau bisa menginjakkan kaki di Istana Negara secara nyata.

Sebuah momentum bahwa petani adalah profesi yang dihormati sebagaimana Bung Karno menyebutkan singkatan petani adalah sebagai "penyangga tatanan negara Indonesia." Bukan hanya untuk petani Tanah Karo saja tetapi petani di seluruh nusantara.

Truk Jeruk ke Istana Negara | Sumber : detik.com
Truk Jeruk ke Istana Negara | Sumber : detik.com
Ke depan tantangan bagi masyarakat Karo dengan pertanian jeruk manisnya seharusnya menjawab dengan produksi yang lebih maksimal dan berdaya saing. Jeruk manis karo (bahasa Karo: "rimo") bisa sejajar dan berkompetisi dengan serbuan jeruk luar negeri baik dari China, Taiwan, Tahiland dan produk pertanian negara lainnya. Tidak sampai hanya diterima aspirasi dan euforia tetapi bergerak maju dengan kualitas yang semakin baik.

Peristiwa di atas adalah pelajaran dalam menyikapi kewenangan sesuai hirarki pemerintahan. Adalah sebuah pekerjaan rumah pula bagi setiap pemimpin daerah atas peristiwa ini. Bagaimana punya prioritas dan kepedulian pembangunan dan upaya perbaikan kawasan infrastruktur yang memadai yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi regional. Lebih dari pada itu pula adalah bagaimana menimbulkan rasa keberanian rakyatnya untuk menjumpai pemimpin daerah sebagai orang tua tanpa rasa tertolak duluan untuk menyampaikan aspirasi demi kemajuan bersama.  

Akhir catatan ini, semoga petani-petani di Karo bahkan di Indonesia dapat semakin menunjukkan jiwa kesatria, mandiri, ulet, pantang menyerah dan tetap santun. Fokus dengan kekuatannya dan semakin berdaya saing dengan memanfaatkan teknologi berikut pemasaran secara digital. Maju terus petani Indonesia. Terima kasih Pak Presiden, Jokowi...

Selama ada niat baik, di situ selalu ada jalan

Mejuah-juah man banta kerina

Salam Indonesia Maju

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun