Mohon tunggu...
Semar Kuncung
Semar Kuncung Mohon Tunggu... wiraswasta -

marhaen yang bercita-cita sederhana, senang mencari ilmu yang bermanfaat, hoby naik gunung dan menjelajah alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tasawuf : Membuka Rahasia di Balik yang Terlihat

3 Juni 2014   20:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:45 6056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tasawuf : Membuka Rahasia Di Balik yang Terlihat

sumber gambar

Kemunculan Tasawuf Sejarah kemunculan tasawuf ada yang menyebutkan sudah ada sejak jaman Khulafaur Rasyidin, tepatnya sejak pemerintahan Utsman ibn Affan dan berlanjut ke masa Ali ibn Abi Thalib, dimana pada masa kedua Khalifah itu terjadi perpecahan umat sebagai akibat pertentangan politik diantara para pihak yang pro dan kontra terhadap kepemimpinan umat yang dipegang oleh Khalifah yang berkuasa pada waktu itu. Bermula dari “uzlah”, yakni mengasingkan diri dari dunia ramai, setidak-tidaknya mengasingkan diri dari kegaduhan politik yang membingungkan umat, karena para pihak yang bertikai sama-sama umat Islam dan sama-sama mengklaim kebenaran ada di pihaknya masing-masing.

Kemudian Tasawuf semakin berkembang dengan munculnya tokoh-tokoh terkenal ilmu Tasawuf pada masa sekitar akhir abad pertama hijriyah, sampai abad ke 5 Hijriyah, dengan tokoh-tokohnya antara lain : Hasan Al Bashri (wafat pada 110 H), Rabi’ah Al Adawiyyah (wafat pada 185 H), Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H), Junaedi Al Baghdadi (wafat pada 297 H), Imam Al Ghazali (wafat pada 505 H).

Pada akhir abad ke 5 Hijriyah,disebabkan adanya perilaku penyimpangan beberapa sufi terhadap syari’at, maka tasawuf dikritisi oleh kaum fuqoha, tetapi perkembangan selanjutnya justru tasawuf dapat bersinergi dengan ilmu fiqih yang kemudian melahirkan cabang ilmu tasawuf yang menekankan pada aspek ‘amali dan akhlaq perbuatan yang secara ketat dibentengi oleh pemahaman Al Quran dan Hadits, tokohnya antara lain ibn Arabi dan ibn Al Faridl pada masa sekitar abad ke 7 Hijriyah.

Tasawuf secara akhlaq perilaku yang dipraktekan, sebenarnya telah dicontohkan sendiri oleh Rasulullah S.A.W., hanya saja istilah tasawuf secara keilmuan dan pengembangannya lebih lanjut terjadi pada masa setelah wafatnya Rasulullah S.A.W., bahkan setelah masa Khulafaur Rasyidin. Sebagaimana juga penyempurnaan huruf hijaiyah dengan tanda titik untuk membedakan huruf satu sama lain, serta penambahan tanda baca, juga pengembangan ilmu tajwid agar pembacaan Quran benar dan tepat seperti bacaan Rasulullah S.A.W, kesemua itu terjadi pada masa setelah Rasul dan para Sahabat.

Sampai dengan hari ini, tasawuf masih juga diperdebatkan, berkaitan dengan tasawuf identik dengan hal-hal mistik, berlebih-lebihan dalammeninggalkan duniawi, dan lain-lain tudingan miring tentang tasawuf, namun kesemua itu anggaplah penyimpangan dari ilmu tasawuf oleh oknum yang salah jalan, sehingga tidaklah pantas untuk menganggap bahwa jalan tasawuf itu sesat.

Pengertian Tasawuf

Tasawuf berasal dari akar kata benda : “Shuff” yang berarti (pakaian) bulu domba. Kata kerjanya : “Tashawwafa” memakai bulu domba (sebagai pakaian), dan subjek/orang yang memakai bulu domba sebagai pakaian disebut “shufi”.

Bulu domba pada masa lalu adalah lawan dari sutera. Jika sutera adalah bahan pakaian yang mahal, maka bulu domba adalah pakaian orang faqir. Maksud dari memakai bulu domba sebagai pakaian adalah, bahwa orang-orang yang menempuh jalah tasawuf (shufi), tidak mementingkan penampilan diri di hadapan manusia, melainkan menomorsatukan penampilan diri di hadapan Alloh S.W.T.

Aspek-Aspek Tasawuf

Tasawuf sebagai jalan, meliputi latihan batin yang kemudian dimanifestasikan dengan perbuatan lahir (akhlaq yang baik/ahlaqul karimah), terus menerus berlatih sebagai bentuk penjagaan, karena meski telah bisa melewati tahapan-tahapan agar ahlaq menjadi baik, tidak tertutup kemungkinan bisa terjerumus kembali ke dalam kesalahan sehingga melakukan akhlaq tercela/akhlaqul madzmumah. Untuk menempuh latihan agar bisa berakhlaq yang baik, serta dapat terus menjaga kontinuitas (istiqomah) kebaikan akhlaq , setidaknya ditempuh dengan 3 tahapan, yakni :

1.Takholli

Takholli adalah Proses Pembersihan diri dari segala kekotoran batiniyahdan penyakit hati yang membuat kesalahan langkah dalam sikap lahir. Jangan heran apabila ada orang yang sering beribadah tetapi korupsi di kantornya, atau orang yang rajin ke pengajian tetapi nilai-nilai kebaikan yang diajarkan tidak berbekas dalam perbuatan. Ini karena hati/batin tidak terlebih dahulu dikosongkan dari kotoran dan penyakit. Ada pun Kegiatan Takholli ini meliputi :

A.Taubat

Selayaknya manusia tanpa kecuali pernah melakukan kesalahan, bahkan para Nabi dan Rasul pun pernah salah, akan tetapi tingkatan kesalahannya tentu lain antara Nabi dan Rasul, Ulama, serta orang awam.Bagi para Nabi dan Rasul tentu kesalahan sekali saja langsung mendapat teguran dan merasa menyesal untuk waktu yang lama, sebagai contoh : Nabi Adam yang harus terusir dari surga hanya gara-gara satu kali melanggar larangan memakan buah Khuldi. Ulama yang baik dan mengerti akan ilmunya, bila mana berbuat salah tentu akan langsung bertobat dan menyesal. Sedangkan orang awam terkadang berkali-kali salah, bertobat, dan tak jarang melakukan kesalahan lagi.

Karena itu bagi yang ingin menempuh jalan tasawuf (setelah cukup ilmu syariat tentunya, lihat tulisan saya terdahulu : ” Ahli Hadits dulu, Baru Menjadi Sufis “), terlebih dahulu harus bertobat atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dan berniat dalam hati untuk tidak akan mengulang kembali kesalahan yang pernah diperbuat.

B.Waro

Waro adalah sikap kehati-hatian (sesuai Quran dan Sunnah) dalam berpikir, merasa, berucap, dan bertindak, agar jauh dari kesalahan (dosa). Pokok dari sikap waro adalah meninggalkan hal yang makruh, serta menjauhi hal-hal yang syubhat (belum jelas duduk perkaranya, antara boleh/tidak boleh, atau antara haram/halal)

C.Zuhud

Sikap waro (kehati-hatian) akan melahirkan Zuhud, yakni sikap hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan meskipun terhadap hal-hal atau barang yang halal sekali pun. Hakikat zuhud terletak pada pengakuan tidak merasa memiliki, baik itu terhadap harta-bendanya, waktunya, umurnya, bahkan dirinya sendiri, melainkan merasa bahwa semua itu semata-mata hanya titipan Alloh yang harus dijaga karena akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Orang yang zuhud tidak terikat kepada duniawi, dalam arti tidak terlalu sedih atas apa yang luput dari genggaman tangan, juga tidak gembira berlebihan atas anugerah dari Alloh kepadanya. Sebagaimana terucap dalam do’a iftitah yang dibaca dalam shalat : “Inna Sholaatii, wa nusukii, wa mahyaaya, wa mamaatii, lillahi Robbil ‘alamiin” artinya : “sesungguhnya aku makhluk bisa melakukan shalat, dan bisa beribadah, juga bisa hidup, serta pasti akan mati, semua itu mutlak anugerah dari-Nya dan kepunyaan-Nya Tuhan Semesta Alam.

Buah dari Takholli (melalui proses taubat, waro, dan zuhud), adalah sifat Khouf (takut) kepada Alloh, sehingga segala ibadah dan amal baik yang dilakukan tidak karena manusia atau makhluk, melainkan tertuju sebagai bentuk penyembahan terhadap Sang Pencipta, Alloh S.W.T.

2.Tahalli

Setelah sukses melakukan proses takholli, berupa pembersihan diri dari segala kotoran batin dan penyakit hati, maka batin/hati yang tadinya kotor dan berpenyakit oleh sifat-sifat tercela semisal : emosional, dendam, berburuk sangka, dll., namun setelah takholli maka hati menjadi bersih, sehingga ruang hati bisa diisi dan dihiasi dengan sifat –sifat terpuji, semisal : pema’af, rendah hati, dermawan, dll. Jadi proses tahalli adalah proses menghias hati dengan sifat-sifat yang baik, sebagai lanjutan dari takholli.

Kegiatan Tahalli antara lain :

A.Tawakal

Tawakal adalah sikap kepasrahan kepada Alloh, yakin dan percaya kepada ketentuan-Nya yang pasti berlaku, baik manusia menerima atau menolaknya. Orang yang tawakal apabila menyimak suatu kejadian, tidak semata-mata menyandarkan kejadian tersebut sebagai suatu kebetulan, atau faktor sebab-akibat, melainkan meyakini bahwa kejadian tersebut mutlak ketentuan Alloh.

B.Ridho

Ridho adalah menerima ketentuan Alloh tanpa protes atau mengeluh, melainkan menyadari bahwa apa yang terjadi, sepahit apa pun, merupakan halyang terbaik bagi dirinya yang Alloh berikan, sebab terkadang manusia menyukai sesuatu, padahal itu berbahaya bagi dirinya sedangkan ia tidak mengetahuinya, atau manusia terkadang membenci/tidak menyukai sesuatu, padahal di balik itu terkandung banyak kebaikan sedangkan ia tidak tahu.

C.Syukur

Sikap ridho akan melahirkan syukur, yakni rasa terima kasih kepada Alloh yang diwujudkan dengan peningkatan Ibadah dan amal baik. Semua anugerah Alloh tanpa kecuali, baik besar maupun kecil disyukuri, bahkan tidak hanya nikmat yang disyukuri, kepahitan pun diterima sebagai anugera dan disyukuri pula. Sebagaimana ibn Athoillah dalam Kitab Al Hikam menyatakan : “Alloh telah menjamin kebutuhanmu sesuai dengan kehendak dan pilihan Alloh, bukan berdasarkan kehendak atau pilihanmu”.Misalnyaseseorang sebut saja Mono ingin segera menikah dan memohon kepada Alloh agar Siti yang cantik menjadi isterinya, tetapi ternyata Alloh mengabulkan do’a Mono dengan bentuk lain, yakni Mono mendapat jodoh Tika yang wajahnya biasa-biasa saja. Jika Mono mengetahui bahwa Siti yang dia idam-idamkan itu punya tabi’at buruk, sedangkan Tika yang tadinya tidak ia harapkan malah menjadi istrinya adalah orang yang setia dan baik hati, tentu ia akan bersyukur karena tidak jadi berjodoh dengan Siti.

Tahalli, kegiatan menghias diri melalui proses Tawakal, Ridho, dan Syukur, akan membuahkan sikap Roja (optimis) kepada Alloh. Tidak mengeluh berkepanjangan atas musibah atau tidak mendapat apa yang diinginkan, juga tidak berbangga hati atas anugerah Alloh, melainkan senantiasa berbaik sangka terhadap Alloh, sebagaimana bunyi Hadits Riwayat Bukhori :“Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan”.

3.Tajalli

“Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”. (Surat Al-Baqarah, 115)

Diri yang telah dipenuhi oleh sifat-sifat terpuji dan senantiasa berbaik sangka kepada Alloh atas segala ketentuan-Nya terhadap manusia, maka akan beroleh “Tajalli” (penyaksian), menyaksikan kebesaran Alloh dan mengakui kehadiran-Nya pada segala apa yang terlihat, teraba, dan terasa. Dapat melihat “tangan” Tuhan pada setiap fenomena yang terjadi.

Bila menyimak kejadian gempa misalnya, tidak hanya berpikir tentang proses alam pergeseran di bawah kerak bumi yang mengakibatkan goncangan ke atas tanah tempat kita berpijak, melainkan memikirkan pula, ada peringatan apa dari Alloh atas kejadian gempa tersebut. Dari Abu Hurairah berkata, “Nabi S.A.W. bersabda, ‘Tidak akan tiba hari kiamat sehingga ilmu pengetahuan (agama) dilenyapkan, banyak gempa bumi, masa saling berdekatan (semakin singkat), banyak timbul fitnah, banyak huru-hara yaitu pembunuhan, hingga harta benda melimpah ruah di antara kamu.” (H.R. Bukhori-Muslim dan Abu dawud)

Tanda – tanda seseorang sudah sampai padatingkat Tajalli adalah :

A.Mahabbah

Mahabbah adalah kecintaan, cinta pada siapa? Cinta kepada Penciptanya, yakni Alloh S.W.T. Orang yang telah dipenuhi oleh kecintaan kepada Tuhan, maka pola kehidupannya akan menuruti panduan yang telah ditunjukkan Alloh melalui risalah yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad S.A.W., selain itu mencintai makhluk-Nya tanpa kecuali. Namun ketika mencintai makhluk, bukan artinya tidak boleh membenci, tetapi ketika harus membenci pun, dasarnya adalah rasa cinta. Sebagai contoh : jika anak anda nakal dan tidak menurut kepada anda, tentu anda akan marah, tetapi kemarahan anda tersebut merupakan wujud tanda sayang dan cinta anda terhadap buah hati, sekaligus anda membenci perbuatan kenakalan dari anak anda tersebut.

Singkatnya mencintai atau pun membenci seseorang, dasarnya karena kecintaannya kepada Alloh semata-mata. Orang yang mencintai sesuatu, niscaya akan menuruti apa kata yang dicintainya itu. Begitu pun jika telah mencintai Alloh sepenuhnya, maka dalam hal harus mencintai atau membenci pun, panduannya adalah perintah Alloh S.W.T.

B.Thuma,ninah

Thuma’ninah berarti tenang, dalam kehidupannya tidak tergesa-gesa atau terburu-buru, senantiasa mendahulukan apa yang harus didahulukan, dan mengakhirkan apa yang seharusnya diakhirkan, yang kesemuanya dilakukan dengan ketentraman batin, tanpa paksaan atau dibuat-buat.

C.Makrifatulloh

Makrifatulloh ialah melihat sesuatu dengan mengingat sumbernya. Jika melihat air sungai yang kotor, bau, dan berwarna kehitaman, tidak langsung menyalahkan air sungai yang telah keruh itu, melainkan melihat kepada asalnya air tersebut yang tadinya berasal dari sumber air pegunungan yang jernih dan sehat, akan tetapi perjalanan air jua lah yang oleh berbagai sebab telah membuat air terkontaminasi sehingga menjadi kotor dan berbau, serta mengingat jangan-jangan kita ikut andil mengotori air sungai tersebut dengan membuang sampah ke sungai misalnya.

Begitu pun saat melihat keburukan pada diri orang lain yang mungkin merugikan bagi diri orang yang telah makrifat, maka hal itu dipandang mungkin sebagai ujian atau bahkan teguran dariYang Maha Kuasa, sebab pada dasarnya orang yang berperilaku buruk dan merugikan itu, asalnya adalah manusia yang fitrah dan suci, namun mungkin perjalanan hidup yang membuat ia terkontaminasi,

Serta apabila mendapat musibah, maka orang yang telah makrifat diberikan kekuatan dan daya tahan untuk dapat menerima kesulitan itu dengan mengingat : “Inna lillahii wa inna ilaihi roji’uun”, sesungguhnya bagi diri kami, segala apa yang menimpa, segala apa yang dititipkan kepada kami, adalah berasal dari Alloh dan mutlak kepunyaan-Nya, serta segala sesuatu urusan makhluk akan kembali lagi kepada –Nya.

Hikmah Menjalani Tasawuf :

·Mendasarkan perilaku bukan kepada apa yang terbaik menurut penilaian orang lain sesama manusia, melainkan mendasarkannya atas keridhoan Alloh. Jika menurut manusia tidak baik, tetapi baik menurut pandangan Alloh,maka akan menuruti pandangan Alloh. Misalnya jika mempunyai kesempatan untuk menduduki suatu jabatan yang bisa menaikkan harkat dan derajat dirinya di mata manusia, namun mengingat lingkungan pada jabatan tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang korup, sehingga dikhawatirkan akan terjerumus, maka lebih baik mencari jalan selamat dengan menolakjabatan tersebut.

·Memperoleh kebenaran hakiki dan dapat berpaling dari kepalsuan duniawi. Wajah yang cantik bisa menipu, karena perilakunya mungkin saja buruk tidak secantik wajahnya. Harta yang banyak bisa saja menipu orang yang memiliki banyak harta tersebut, sehingga menjadi sombong menganggap dirinya lebih dari orang lain, padahal harta semata-mata hanya titipan Alloh yang bisa diambil kembali kapan pun bila Alloh menghendaki. Ibadah yang dilakukan dan merasakan ketenangan dengan ibadah bisa saja menipu, misalnya berkali-kali menunaikan ibadah haji karena merasakan ketenangan batin saat berada di Baitulloh, tetapi menafikan saudara dekat atau tetangganya yang lebih membutuhkan uluran tangan bantuan.

·Mendahulukan Alloh dan memalingkan diri dari selain-Nya, sehingga Alloh pun akan mendahulukannya. Dalam setiap gerak langkah, tiada luput dari mengingat Alloh, dan untuk setiap perkara selalu mempertanyakan apakah kiranya jika melakukan/tidak melakukan sesuatu perkara apakah Alloh ridho terhadapnya atau tidak.

·Dapat meniru sifat Alloh yang Maha, diterapkan sebisanya dalam kehidupan sehari-hari. Contoh : bila Alloh mempunyai sifat Maha Pengasih, maka ditiru sifat pengasih itu oleh manusia yang telah dicerahkan tasawuf untuk mengasihi sesamanya yang membutuhkan tanpa melihat latar belakang orang yang membutuhkan itu, apakah dia kafir, atau apakah dia pernah menyakiti.

Disarikan dari berbagai sumber lisan dan tulisan, diantaranya :

-“Kuliah Tasawuf”, Narasumber : Ketum PBNU K.H. Said Aqil Siradj

-“Seminar Kajian Tasawuf”, Narasumber : Ust. Syaiful Islam

-Kitab “Al Hikam”, Pengarang : Syekh Ahmad Ibnu Athoillah

-Buku “Dia Dimana-mana” , Pengarang : M. Quraish Shihab

-Buku “Islam Aktual”, Pengarang : Jalaludin Rahmat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun