Mohon tunggu...
Jay Akbar
Jay Akbar Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro Semarang. Saat ini bekerja sebagai wartawan di salah satu media nasional. Meminati kajian sejarah, budaya, dan militer. @wijayakbar http://jayakbar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lapangan Tahrir Bundaran HI ala Mesir

7 Oktober 2013   07:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:53 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya buat langsung di sekitar Lapangan Tahrir, Mesir. Ketika itu demonstrasi anti Mursi sedang marak-maraknya. Dan sekarang ketika suhu politik Mesir makin memanas, saya jadi teringat kembali pada Tahrir.

Bagi orang Indonesia yang lama hidup di Mesir, Tahrir Square (lapangan Tahrir) ibarat Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta. Tempat ini adalah jantung kota bermukimnya tempat-tempat strategis.

Di sekitarnya terdapat Universitas Amerika, gedung Parlemen Mesir (DPR/MPR Mesir), gedung Kementerian Dalam Negeri Mesir, Sekretariat Liga Arab, dan Museum Nasional Mesir.

“Berdemo di Tahrir akan memiliki efek politis yang lebih besar dibanding tempat lain,” kata Amir Syarifudin staf KBRI di Kairo.

Amir hidup di Mesir sejak tahun 1980. Selama kurun waktu itu dia banyak mendengar peran Tahrir sebagai ruang pergulatan sosial politik masyarakat Mesir.

Lapangan Tahrir semula bernama Midan Ismaila. Nama itu kemudian dirubah menjadi Tahrir pada 1952 oleh perwira revolusioner Arab Mesir, Letnan Kolonel Gamal Abdul Naseer.

Gamal adalah salah satu tokoh kebangkitan rakyat Asia Afrika. Bersama Soekarno, Gamal turut menukangi lahirnya Konfrensi Asia Afrika dan gerakan nonblok di Bandung pada 1955.

Tahrir berasal dari bahasa Arab harrara, yuharirru, tahriran, yang bermakna kebebasan. Secara harfiah lapangan Tahrir dapat diartikan sebagai lapangan kebebasan.

Peran Tahrir sebagai episentrum perubahan sosial politik Mesir sudah tercatat sejak 1881. Kala itu masyarakat Mesir menggunakannya sebagai tempat demonstrasi besar-besaran menolak kekuasaan Muhammad Taufik Pasha yang otoriter.

Hal serupa juga dilakukan rakyat Mesir ketika Presiden Anwar Sadat mengakhiri subsidi bahan makanan pokok rakyat Mesir (roti dan minyak goreng), pada 1977.

Tahrir kembali membuktikan eksistensinya sebagai tanah kebebasan ketika kebosanan terhadap rezim Hosni Mubarak meluap di 2011. Ketika itu saban usai shalat Jum’at ribuan rakyat Mesir berkumpul di Tahrir menuntut Mubarak mundur dari kursi kepresidenan. Tak kurang lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas saat menyampaikan aspirasinya di Tahrir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun