Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[#LombahumorPK] The Ganthel Mystery

12 Februari 2016   13:58 Diperbarui: 12 Februari 2016   14:08 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ganthel?

Kosa kata bahasa Jawa ini artinya secara persis gak taulah. Bisa beda lafal di tiap daerah, ganthel, ganth*t, ganc*t, gandhen, atau apalah, pokoknya gitu dah ah!. Akrab di telinga sejak masih anak singkong. Aktif digunakan ketika nongton anjing…. (maaf) kawin. Anjing, kan beda dengan kucing, yang kalo kawin berisiknya bikin bangun orang se RT. Tapi anjing kawinnya diem-dieman, tapi………. lamaaaaaa. Anak-anak singkong yang kurang kerjaan, lantas kumat jailnya (emang anak sapa seh?). Sepasang anjing jantan-betina itu lantas diganggu, disiram air, atau apalah….. Tentu saja si anjing panik dan mencoba lari….. tapi gak bisa karena ‘anu’nya gak bisa lepas. Dan yg berisik justru anak-anak jail itu ……..

”Gantheeeel, gantheeeeellll……horeeeeeeeeee” 

Dan Ibu-ibu yg keganggu saking heboh dan berisiknya, lantas saja ganti menyiram air (cabe) ke anak-anak itu bari teriak….. “Byuh, byuh, anak jahat banget yak,  kecil2 gangguin anjing kawin….. anak sapa seh?”.Lantas ada aja yg nyeletuk…….. “Anak pak RT!”

Udah ah, kok omongin anjing kawin…… Jorok! Parno!

Si  anak singkong itu sekolahnya barengan sama adiknya. Oleh orangtuanya, untuk dan demi  pengiritan lantas disewakan kendaraan (becak) buat antar-jemput. Sang pengendara becak, yang dipanggil anak singkong (dan adiknya) dengan sebutan “Paklik” itu, memang seorang lelaki suku Madura-asal Sampang. Sudah terkenal dari sononya kalau orang asal Madura Barat itu darahnya relatif  lebih panas, lebih reaktif dan spontan dibanding sodaranya asal Madura Timur. Si Paklik selalu membawa clurit kemana-mana, juga di balik tempat duduk becaknya. Si Paklik ini juga sering bertindak jadi ‘juru-pemisah’  efektif  kalau si anak singkong ini berantem dengan teman sekolahnya. Juru pemisah yang bener-bener adil, karena sering juga si anak singkong kena bogem Paklik kalau sudah dilerai tapi ngotot gak mau berenti.

Paklik beristerikan seorang perempuan sekampung yang dipanggil “Mboklik” yg sering bantu2 di rumah. Jadi, Paklik dan Mboklik emang akrab dengan keluarga si anak singkong.

Di bulan puasa itu, sehabis sahur, si anak singkong minta ijin sang Ibu untuk keluar rumah. Tentu saja sudah siap dengan pertanyaan standar “Kemana?”. Jawabanpun sudah disiapkan dengan pasang muka polos “Subuhan di masjid”. Tentu saja sang Ibu gak bakal mau melarang niat mulia anaknya kan?. Tapi dengan senyum misterius, interogasi berlanjut “Kok gak bawa sarung. Pecinya mana, le?”. Tetapkan langkah jangan hentikaaan, cinta ini milik kitaaaa…… (eh malah nyanyi!), setelan muka tetep polos, pandang langsung ke mata Ibu dan jawab dengan halus budi-pekerti : “Boleh pake sarung yang disediakan di masjid kan, bu?”. Mustinya Ibu curiga karena keputusan akhirnya adalah “Tunggu sebentar yaaa, bareng Bapak aja” . Tapi keputusan itu sudah terlambat, karena si anak singkong keburu kabur meloncat pagar yang, bahkan….. masih terkunci.

Tentu saja musti tergesa, karena di sudut masjid sudah ditunggu gerombolan biasa dengan peralatan lengkap. Ember, serok, pacul dan senter kecil. Beberapa sudah mulai menggerutu karena lama menunggu. Adzan subuh di kejauhan terdengar kala gerombolan bandit itu sampai di kawasan tambak bandeng beberapa kilometer dari rumah….. Biasaaa, ada tambak bandeng yang mau dipanen. Seru!.

Puasa sih bulannya, tapi soal nyolong bandeng kan urusan lain?   

Di remang fajar itu gerombolan calon maling itu mendeteksi ada gerak di gardu jaga (yg biasanya memang dipasang di tengah tambak, terutama apabila tambak siap panen. Gardu beratap yang berdinding di bagian bawah saja, yang disediakan untuk penjaga tambak, yang ….. biasanya dilengkapi dengan bekal cukup, termasuk senjata). Berarti tambak itu memang dijaga! Hampa sudah harapaaaaan, kekasih tak kembaliiii (hush, nyanyi lagi!)...... karena nyolong bandeng tanpa ketahuan, kecil sekali kemungkinannya. Tapi gerak di gardu itu cukup menarik, karena disertai derit bunyi papan lantai dan bunyi-bunyian ah-eh-uh-oh-ih yg lumayan rame. Biar masih anak singkong, tapi sudah pernah nemu hal yg seperti itu, jadi langsung aja menebak.

Ganthel!.

Daripada pulang ‘menggantung gigi’, gerombolan gak jadi maling itu ternyata se-ide, ide jail yang kumat dadakan. Tanpa komando dan tanpa membuat bunyi yang gak perlu, lantas mengisi ember penuh-penuh, mengindap berjingkat mendekat gardu dan menyiram bunyi-bunyian itu dengan air tambak yg dingin serta secara serentak teriak…….

”Gantheeeeeelll, gantheeeeeeellll!”

Tanpa menunggu lagi, gerombolan penjarah gagal itu langsung kabur lintang-pukang serabutan. Beda dengan anjing yang gak berdaya, sepasang manusia dalam gardu itu langsung sadar diri. Si lelaki saking emosinya mungkin, gak pake nunggu sarungnya terpasang dengan benar, langsung bangkit mengejar dengan clurit terangkat tinggi.

Tapi para bandit itu terlalu cepat buat seorang lelaki perkasa tapi sarungnya gak terpasang dengan benar. Biarpun kemudian sarungnya samasekali terlepas dan ada yang gondhal-gandhul, tapi pengejaran tetap berlanjut. Tapi ….. bandit-bandit itu manalah bisa terkejar?  

Dalam jarak aman, para bandit gagal itu berenti, berkumpul lagi, seperti biasanya (Standard Operation Procedure, kata orang kantoran) lantas serentak membelakangi sang pengejar, memelorotkan celana, megal-megol sambil teriak rame-rame…..

“Gantheeeelll, gantheeeeeeelll………hooorrrreeeeeeeeeeeeee”     

Pagi itu, dalam perjalanan ke sekolah, gak seperti biasanya, si anak singkong mendengar nafas Paklik ngos-ngosan mengayuh becaknya….. “Semalaman jaga di tambak, mas. Lagi enak-enak tidur ada gerombolan anak-anak iblis menyiram air……..”

Hlo, hlo……….. jangan-jangan yang disiram air di tambak tadi pagi tadi……..

Siangnya, sepulang sekolah, Ibu….. tetap dengan senyum manis yang mengandung sejuta arti, bilang kalo si anak singkong musti seterika baju sekolahnya sendiri, karena Mboklik sudah 2 hari gak kerja karena pulang kampung. Seterika ya seterikalah, percuma dibantah. Masih untung sebelum berangkat sekolah pagi tadi gak ada interogasi susulan kan?. Interogasi susulan yang bisa amat berbahaya, apalagi kalo Bapak sudah ikut campur kan?. Apalagi ikut campurnya itu pake kosa kata ‘campur-tangan’ kan?. Sambil seterika dan sedikit menggerutu (gerutu yang pelan2 tentu saja), otak kotor si anak singkong ini kok ya sempat-sempatnya mikir……

Hlo, hlo, …..kalo si Mboklik gak ada sejak kemaren, lantas si Paklik pagi tadi…….. pagi tadi…. maen ganthel-ganthelan ama sapa yaaaa?

Misteri-Ganthel pagi itu tetap jadi rahasia yang gak terpecahkan sampai sekarang, biar si anak singkong itu sudah jadi kakek…………

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun