Untuk menyelesaikan permasalahan kualitas listrik yang buruk di daerah 3T, PLTS merupakan solusi yang paling efektif. Terlihat pada Gambar 3, di Queensland, Australia, ABB telah membuat sistem PLTS portabel yang bisa dibongkar-pasang dengan waktu kurang dari sehari. sistem PLTS portabel tersebut, dikombinasikan dengan baterai dan disambungkan ke existing power generation (di Indonesia biasanya PLTD atau grid PLN) dan menjadi sebuah sistem mikrogrid interaktif.Â
Solusi PLTS portabel sangat cocok diterapkan di Indonesia, khususnya 3T karena jika pemerintah memutuskan untuk memenuhi kebutuhan listrik pada daerah tersebut menggunakan grid, PLTS tersebut bisa dengan mudah dibongkar dan dipindahkan ke daerah lain yang membutuhkan. Tetapi, untuk memaksimalkannya, perlu dilakuakan beberapa penyesuaian.Â
Guna mengurangi operating expenditure (OPEX) agar biaya pokok penyediaan (BPP) listrik menjadi lebih murah, perlu adanya sistem Internet of Things (IoT) yang mengontrol operasi PLTD, baterai, dan PLTS. Dengan adanya sistem IoT, operasi pengisian daya baterai untuk cadangan energi bisa dilakukan secara otomatis dan jika grid PLN sedang tidak bisa menyuplai listrik, baterai yang ada bisa tetap mengalirkan energi listrik ke desa tersebut.Â
Pembangunan PLTS juga bisa dilakukan di beberapa desa tetangga, sehingga bisa dibuat sebuah sistem jika terjadi masalah pada pembangkit dan penyimpanan energi di desa A, cadangan energi yang tersedia pada desa B bisa dialirkan ke desa A agar desa A masih bisa beraktivitas. Sistem tersebut mencegah terjadinya blackout atau memiliki redundansi yang tinggi.
Dengan memaksimalkan potensi solusi ini pada seluruh daerah 3T, bukan hanya bisa menggapai target 100% rasio elektrifikasi Indonesia tetapi juga meningkatkan kualitas listrik yang diterima oleh masyarakat.