Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

10|Amazing Bening|

14 Mei 2013   13:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:35 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1368513990570212214

[image: alibabadotcom]

|o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o|

Indo-Colorobbia Ceramics Company. Sebuah perusahaan joint venture antara Indonesia dengan Italia yang mengklaim dirinya sebagai perusahaan keramik terbesar se-Asia Tenggara. Besar dalam arti harafiahnya. Berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 300 hektar are, di sana berdiri tidak hanya pabrik-pabrik penghasil floor tile, wall tile dan pernik peralatan mandi dengan cerobong-cerobong yang jangkung menjulang, di sana terdapat juga pabrik glass penghasil botol-botol air minum artificial, glass block untuk bangunan sekaligus anak perusahaan yang bergerak di bidang cargo shipment. Jalanan di dalam kawasan pabrik tak pernah lengang dari segala jenis truck! Mulai dari yang small, light, medium, heavy hingga very heavy truck macam truck container dan ballast tractor. Menambah ‘chaos’ di jalanan berkualitas prima itu adalah shuttle bus yang bertugas mengantar jemput para karyawan.

“Hm, thanks God, keinginannya menjadi elemen dari sebuah perusahaan keramik akhirnya terkabullah,” Eddu bergumam sendiri. Ingatannya langsung kepada –siapa lagi kalau bukan– Bening yang sejak kecil sangat suka bermain lempung. Mendadak Eddu menoleh. Seseorang telah menepuk bahunya. Bening.

“Hai, Ning!” Sapa Eddu riang menyadari si empunya tangan. Senyumnya seketika mengembang seperti adonan kue dalam oven. Merekah, seperti kelopak-kelopak Mirabilis Jalapa yang megah bermekaran sore hari.

Bening membalas sekenanya. Entah apa bisa disebut senyum, sudut bibir yang ia paksakan melengkung diagonal itu. Bening nampak berusaha tenang sesuai tekadnya. Apapun kondisinya kini, ia harus bisa berdamai dengan perasaannya. Dan menerima kehadiran Eddu saat ini sebagai suatu berkah. Paling tidak anggapannya selama ini sebagai gadis lola dapat dipatahkan karena nyatanya ia memiliki keluarga lain selain nenek. Tak ada yang perlu dibenci atau disesali. Life must go on. Suka atau tidak Eddu sangat berhak untuk berada dimanapun yang ia inginkan. If he wants to stay right beside me, so let him be. Tak ada hak baginya untuk menghalangi. Dan situasi itulah yang kini harus Bening hadapi. Bekerja dalam satu payung yang sama. Bersisian. Bertegur sapa. Bekerja sama. Dukung mendukung dengan profesionalisme sebagai sesama orang upahan.

Eddu sedikit kecewa setelah sibuk mencari celah kecanggungan yang tidak dia temukan dibalik ketenangan Bening yang mengagumkan. Sedang Bening lebih terlihat sibuk mengutak-atik sesuatu. Pen tablet-nya condong sana-sini, lincah menari-menari. Nampaknya ia tengah menuliskan sesuatu. Tak lama, Bening menyodorkan layar mini tablet-nya. Di situ tertulis :

“Ini USB-mu, Dudul (^-^) ups sorry, harusnya aku sopan ya ? Baik, ini USB-mu, dokter Eddu, hehe, begitu lebih sopan kan? USB ini sudah kuisi dengan semua makalah bakal presentasimu pagi ini. Semuanya dalam format power-point yang efisien, informative plus design yang eye-catching. Maka dijamin deh staff pendengarmu tidak akan bosan meski seandainya kau adalah seorang pembicara yang paling membosankan sekalipun (^-^). Jangan lupa, mereka adalah para karyawan pabrik yang biasa bekerja di lapangan dan berurusan dengan raw material. Oya, semua istilah kedokteran sudah kuperiksa sesuai kamus bahasa kedokteran. Double-check saja. Kalau ada revisi, call me anytime, ok? Meeting-nya jam 9 sharp! Di central office lantai dua.”

Benar. Hari ini sedianya Eddu akan menjadi salah satu pembicara dalam seminar kilat yang digagas Human Resources Dept. mengenai Safety: Workplace Safety and Employee Safety. Dan Bening membantunya menyiapkan semua bahan presentasinya itu.

Sejenak Eddu menimang-nimang flashdisk-nya; benda mungil yang dahulu hanya dimiliki oleh para sarjana MITnamun sekarang menjadi salah satu produk pasaran. Lalu tersenyum kecil seraya menatap kepergian Bening. Gadis kecilnya itu berlalu dengan langkah cepat-cepat. Seperti Bening yang biasa dia kenal. Sejak kecil hingga hari ini. Tak ada yang berubah. Dan kehilangan suara pun tak lantas membuatnya patah semangat. Ya, benar begitu, Ning! Tetaplah sebagai dirimu yang tak pernah kehilangan semangat! That’s my girl!

Barangkali kesulitan hidup yang datang silih berganti tiada henti, yang telah membentuk ketegaran Bening. Eddu jadi terngiang kembali obrolannya dengan Marco semalam lalu. Dia memang kerap singgah di apartemen Marco. Tak ada teman minum, adalah alasan yang sulit dihindari Eddu untuk menolak ajakan Marco.

“Amazing Bening, demikian aku menjulukinya. Sebab dia memang amazing. She’s is amazing, isn’t she? I never once heard her moan. Tidak sekalipun, Ed. Semangatnya itu sungguh luar biasa. Begitu kesehatannya pulih, secepat itu dia memaksa kembali bekerja. Kau tahu apa yang dikatakannya? Tidak secara verbal, tapi lewat tablet-nya itu, tentu… Listen!”

Eddu ingat, usai meletakkan gelas wine-nya, Marco lalu berdiri terhuyung dan bicara seolah menirukan gaya Bening: “Marco, I’ve been around the block. I know what I am doing. Kecuali handle incoming and outgoing calls, aku masih bisa bekerja sebaik dulu. Oke, get rid of me, kau boleh memecatku sekarang juga, tapi beri aku sepuluh alasan yang masuk akal!”

“Haha, isn’t she smart, huh?! Your sister is very smart, Ed. Dia tahu aku tidak mungkin menemukan alasan-alasan itu. Jangankan sepuluh, tiga alasan saja mungkin tak dapat kutemukan. Yeah, she’s very determined and very strong. She would do it her way and nothing would stop her. Well, pada akhirnya memang akulah yang mengalah. Kuijinkan dia bekerja kembali. So, don’t call me pecundang yang tak punya hati, okay?! Adalah kemauan Bening sendiri untuk bekerja kembali walau apapun kondisinya kini.”

“Kau tahu Ed. Diantara para sekretaris, Bening is the only one yang tidak segan memburuku hingga ke sudut plant terjauh, bila aku sulit dihubungi. Dulu, suaranya akan nyaring terdengar di handy talky. Orang-orang akan menyingkir, menahan dirinya, bila terdengar nyaring suara Bening, “Break-break! Blu-Bening is calling Marky-Marc! Marco, can you hear me? Come to the office ASAP! Mr. Marco Giampellegrini, come to the office NOW! Blu-Bening over!”

“Sekarang HT-nya nganggur, Ed. Namun bukan Bening kalau lantas kehilangan akal. Tak bisa teriak-teriak di HT, maka ia akan melaju dengan sepeda motornya. Wuss, wuss, pergi mencariku kemana-mana. Ke line produksi, ke packing area, menyalip diantara garpu-garpu raksasa, forklift-forklift yang hilir mudik dan iapun tak segan masuk ke kiln area yang panasnya tak terhingga. Semua cara dilakukan demi maksud hatinya terpenuhi, ah bukan, tapi demi kepentingan boss-nya. Dan hanya Bening yang bisa begitu. Haha! Yeah, aku boss yang beruntung kan? Your sister is so…damn great, Ed!

“No, no! Bukan serakah. Don’t call her greedy. Aku tahu, Bening bisa saja menyuruh seorang messenger untuk mencariku, but! aku memang hanya menurut padanya. Bening tahu kalau bahasa dari seorang messenger pasti akan kuabaikan. Bening sangat tahu, hanya dia yang bisa menyeretku ke ruang meeting. Aku memang benci sekali duduk di ruangan bicara ini-itu. Aku lebih suka melihat langsung ke pabrik. Dan Bening juga tahu that I am glad, very glad, to see her face every timedia datang dengan muka merah tersengat matahari dan matanya yang mendelik galak. Hehe, you know, Eddu, yeah, yeah, yeah, sometimes I feel bad about so many things. I feel sorry for causing a lot of pain to her so far. Aku menyesal telah banyak menyusahkannya demi kesenanganku semata. Memaksanya datang ke tempat-tempat yang kebanyakkan malas didatangi seorang sekretaris. Alasan berdebulah, panaslah, gerahlah, macam-macam. But, Bening melakukannya dengan tulus. Itu yang membuatku have no ardor? vigor? ouch, whatever…”

Si brengsek Marco itu! Eddu buru-buru memberangus lamunannya tentang Marco dengan segala curahan hatinya soal Bening yang tiada henti. Walau dirinya acap merasa tertolong karena tak harus menggali cerita itu dari nara sumbernya langsung apalagi nenek. Sejujurnya Eddu memang tak punya hati dan nyali menanyakan semua kisah tentang Bening yang telah dia lewati selama kurun tujuh tahun itu. Namun lama-lama jengah juga mendengar cerita yang kebanyakkan hanya berisi penyesalan diri Marco. Kalau tidak menimbang betapa dalam sesal Marco atas keteledorannya itu, mau rasanya Eddu mengadu nyawa dengan Marco karena telah menyebabkan kebisuan Bening. Meski kasus temporary mutism ini masih dalam pemeriksaan dokter dan ada kemungkinan untuk sembuh, namun derita Edduy tak terkira melihat kemalangan Bening.

“Central office, 2nd floor. Nah ini dia,” Eddu mengamati ruangan luas berpendingin sejuk. Di dalamnya terdapat sebuah meja elips besar dengan sebuah conference call phone tepat di tengah-tengah. Nampak berkas-berkas telah tertata rapi. Meja dengan kawalan kursi-kursi yang berbanjar rapat. Mungkin berjumlah sekitar 30-an kursi. Itu belum ditambahkan dengan kursi-kursi cadangan yang patuh ditempatkan merapat ke dinding. Di sudut dekat pintu, berdiri sebuah meja persegi panjang untuk menaruh food and beverages. Di sudut lain ada audio box, kotak sempit berdinding kaca dimana biasanya seorang translator akan duduk menerjemahkan bahasa gambar yang tengah ditayangkan. Eddu pernah melihat foto-foto Bening duduk di audio box itu dengan telinga disumpal headset. Kata Marco itu adalah aksi Bening kala menerjemahkan sebuah film dari kantor pusat di Italy tentang pembuatan tile in high quality yang diperuntukkan bagi para superintendent. Lalu yang tak akan tertinggal, tentunya sebuah whiteboard besar tergantung gagah tepat di pusat ruangan. Papan yang sebentar lagi akan digunakannya sebagai penerima gambar dari proyektor yang disambungkan dengan laptopnya.

Eddu tersenyum puas sekaligus takjub dengan profesionalisme dan efisensi Bening. Semuanya benar-benar cooked just right! Everything was arranged nicely. Good job, Bening. Marco benar, you are ‘The Amazing Bening’…

|bersambung|

Bunga Pukul Empat

Seorang diri/papa

Massachusetts Institute of Technology

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun