Bayangkan jika setiap malam di setiap sudut kota Kupang terdengar dentuman musik pesta tanpa henti, berapa banyak warga Kota Kupang yang akan kehilangan ketenangan? Dengan menghentikan musik pukul 22.00, pemerintah Kota Kupang tidak sedang "mematikan kesenangan," tetapi justru menjaga kesehatan dan keharmonisan warga Kota Kupang.
Pada akhirnya, keputusan pemerintah Kota Kupang untuk membatasi waktu pemutaran musik hingga pukul 22.00 bukanlah upaya untuk mematikan budaya berpesta, melainkan bentuk kedewasaan dalam mengelola kebudayaan di tengah dinamika kota yang terus berkembang. Budaya yang kuat bukanlah budaya yang menolak perubahan, namun budaya yang mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri.
Mari kita belajar untuk merayakan dengan bijak. Kegembiraan tidak diukur dari seberapa keras musik yang berdentum melainkan dari seberapa dalam kita saling menghargai kebersamaan dan kenyamanan satu sama lain. Jika masyarakat dan pemerintah bisa berjalan beriringan, maka Kota Kupang akan tetap menjadi kota yang hidup oleh budaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI