Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Money

Transisi Telco yang Dahsyat Sekali

28 September 2021   06:37 Diperbarui: 28 September 2021   19:10 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Jaman terus berubah, begitu juga teknologi,….. maka industri telekomunikasi mau tak mau terseret di pusaran perubahan itu. Jangankan malawan atau menolak, menghindar pun tidak bisa. Maka hanya satu pilihan, ikut berubah. If you don’t change you die….. kata Reinald Kasali mantan Komut Telkom itu. Tapi perubahan sebenarnya bisa dihambat, ditunda, atau dibelokkan. Contohnya konsep network sharing.

Di ujung Agustus 2016, saya bersama-sama pengurus Sekar Telkom, Serikat Pekerja Telkomsel dipimpin Ketua Umum Federasi Serikat BUMN Strategis berada di ruang kerja Ketua Komisi I DPR RI di kompleks Senayan. Kedatangan kami ke kantor para wakil rakyat yang mulia itu adalah untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran Serikat Karyawan mengenai kebijakan tarif interkoneksi dan network sharing yang kabarkan akan diterapkan di Indonesia. Intinya kami menolak rencana perubahan itu karena akan merugikan Telkom Grup.

Kami sudah bersiap menerima jawaban normative dengan hasil yang biasa-biasa saja. Karena masalah praktis yang kami sampaikan bukan domain DPR, tetapi murni kebijakan executive (Pemerintah). Namun kami hanya ingin membuat jejak, suatu saat ada pembahasan di legislasi nasional mengenai perubahan undang undang telekomunikasi, setidaknya kami sudah pernah memberi masukan. Kami juga mengingatkan wakil wakil kami di Parlemen, termasuk kepada Presiden melalui surat yang dikirimkan Federasi SP BUMN Strategis bahwa kebijakan network sharing berpotensi melabrak Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Rabu 31 Agustus 2016, di depan Menteri Kominfo (Rudiantara) saya kemukakan saat kami diterima pak Menteri usai berdemo di depan Kantor Kominfo, bahwa jika RPP tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi diteken Presiden maka dalam 1 kali 24 jam Sekar Telkom akan mengajukan permohonan uji materi ke Mahakamah Agung. PP tidak boleh menyimpangi substansi undang undang. Dan Network Sharing ada dalam kriteria yang substansial.

Sebenarnya reason itu dalih semata. Kami berasumsi bahwa perubahan undang undang di Republik Indonesia ini tidaklah mudah. Dengan adanya prosedur law making process yang rumit maka perubahan undang undang butuh waktu bertahun-tahun. Selama proses buying time itu saya selaku karyawan Telkom berasumsi Perusahaan akan punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri. Kami tahu, paradigma network sharing ini tidak dapat dibantah. Perubahan adalah sifat alam.

Walhasil, Rencana Peraturan Pemerintah tentang network sharing di tahun 2016 itu batal diundangkan. Namun kami percaya bahwa hal ini hanya pura-pura. Saya tilik daftar program kerja Kominfo. Program Network Sharing itu sama sekali belum dihentikan. Hanya dikasih bintang saja. “tunggu saat yang tepat”….. kira-kira begitu komen di bintang nya.

“Saat yang tepat” dimaksud terjadi 4 tahun kemudian ketika banjir bandang omnibus law menyapu 70an undang undang yang ada di bantaran ecosystem investasi. Sektor telco terseret gelombang itu dan tak ada lagi pihak yang mampu mempersulitnya. Konsolidasi sejumlah undang undang dengan bungkus menciptakan ecosystem investasi sangat jumbo untuk dikritisi satu persatu. Sektor telco menjadi terlalu kecil untuk jadi public agenda saat itu. Masalah ketenagakerjaan, perpajakan, sumber daya alam, lingkungan hidup, sentralisasi perizinan dan proses legislasi RUU Omnibus Law itu sendiri jauh lebih sexy menjadi percakapan di media main stream.


Dalam waktu singkat RUU omni bus law diketuk-palu menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.  Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang sudah berusia 20 tahun itu diubah dengan UU baru yang menampilkan narasi perubahan. Tertulis dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai berikut :

(6) Pemegang Perizinan Berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan: a. kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru; dan/atau b. pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.

(7) Kerja sama penggunaan dan/atau pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.

Akankah babak baru industri telekomunikasi nasional ini menjadi lonceng kematian bagi PT Telkom selaku operator incumbent. Dulu kami berasumsi demikian. Serikat Karyawan Telkom saat itu bereaksi sangat keras didorong semangat membela perusahaan-nya. Jaringan Telkom Grup adalah yang terluas di Indonesia, tak dapat itu dipungkiri. Bila network sharing diterapkan maka operator pertama yang paling banyak tergerus pontensinya tentu operator telekomunikasi yang paling banyak jaringannya.

Kini keadaan telah berubah banyak sekali, saya bisa jawab sendiri pertanyaan itu. Gelombang perubahan besar ini, yang riaknya sudah bocor 4 tahun lalu harus dibaca dari kanan. Ia tak lagi menjadi ancaman bahkan menjadi peluang besar. Selama 4 tahun pasca ribuan karyawan Telkom memerahkan Jl. Medan Merdeka Barat itu, saya percaya Telkom tidak tinggal diam. Demontrasi berskala besar itu membangunkan kewaspadaan. Masa jeda dari 2016 ke 2020 itu telah digunakan dengan cerdas oleh Telkom yang visioner untuk masuk ke era network sharing dengan kesiapan 100%.

Peristiwa lain terjadi, tiba-tiba pandemi Covid19 masuk. Saya pantau dari hulu sungai Barito, kegiatan di Plasa Telkom tak surut sejengkal pun. Kreativitas yang diciptakan petarung-petarung Telkom membuat perubahan pola kerja pandemi tak berpengaruh besar ke prestasi kinerja. Sehingga indicator Positif tidak hanya memapar banyak karyawan Telkom Grup tetapi juga sekaligus menghiasi pembukuan net income-nya. Etos kerja yang luar biasa ini menjadi modal dasar dalam memenangkan kompetisi di era network sharing. Ini Telkom paradigm banget.

Bagi langit Indonesia, perubahan kebijakan itu adalah hal baru yang bertujuan menciptkan efisiensi nasional. Era liberalisasi telekomunikasi yang diproklamasikan 20 tahun lalu menghadirkan carut marut. Industri sepertinya tumbuh namun digitalisasi Indonesia jauh ketinggalan. Kompetisi terbuka yang diciptakan otoritas regulasi menghadirkan persaingan di lapangan yang nyaris tidak sehat. Blank spot masih banyak, silang sengkarut tower dan kabel masih menjadi noda dalam estetika ruang, harga paket data masih mahal bahkan diskriminatif bagi kawasan tertentu. Maka network sharing diasumsikan dapat berfungsi menjadi jalan rekonsiliasi. Meskipun hal itu hanya diberlakukan bagi teknologi baru.

Lebih jauh, Pemerintah mengambil momentum perubahan ini untuk melibatkan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Selama ini, meski telah diberi tempat oleh undang undang namun setahu saya tak ada satupun BUMD yang bergerak di sector telekomunikasi. Padahal keterlibatan Pemerintah Daerah di industri ini sangat membantu apa yang disebut efisiensi nasional tadi.

Di penghujung 2019 saya menulis (Bersama tim promotor doctoral) di jurnal internasional dengan judul Re-conception of Government’s Role in Implementing Telecommunication in Digital Era era (Journal of Law, Policy and Globalization                                    ISSN 2224-3240 (Paper)  ISSN 2224-3259 (Online) Vol.92, 209. Dalam jurnal ini saya kemukakan gagasan mengenai involving Pemerintah ke arena industry. Kebetulan sekali, ide ini mendapat tempat dalam aturan yang baru. Meskipun keterlibatan Pemda hanya sebatas pada infrastruktur pasif, namun hal itu jadi starting nan elok untuk mendorong pertumbuhan. Dari perspektif regulasi, pelibatan Pemda (negara) adalah radical change dalam rejim kapitalistik atau swastanisasi. Tapi saya sangat senang, dengan new bellied ini setidaknya memberi isyarat bahwa Pemerintah mempunyai new concept dalam politik ICT. Ada kesadaran yang baru muncul bahwa kendali dan pertumbuhan sector telekomunikasi tak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Allah menunjukan jalanNya. New concept ini menemukan legitimasi saat di awal 2020 dunia dikagetkan oleh Pandemi Covid19. Ganasnya penularan virus corona ini memaksa dunia untuk mengubah pola hidup. Salah satu jawaban terpenting dari perubahan tersebut adalah teknologi informasi dan komunikasi. Dengan masuknya Pemda ke arena telco di bawah panji regulasi yang lebih flexible seperti network sharing dan macam-macam simplifikasi perizinan, maka entry barrier ke sector telco sudah sangat berkurang. Itu artinya belantara telco yang selama ini dieksploitasi secara eksklusif dan brutal oleh big capital sudah dapat dimasuki dengan mudah oleh kelas menangah ke bawah.

Arena akan semakin ramai, panggung baru sejarah telco di Indonesia telah hadir dan Telkom Indonesia ada disitu dengan senyum yang selalu tersungging.

Selamat Hari Bakti Postel ke 76

Banjarbaru 28 September 2021

Abdul Karim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun