Mohon tunggu...
Janu Muhammad
Janu Muhammad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Blogger di www.janumuhammad.id sejak 2012. Minat di pendidikan, keluarga, kepemudaan, kewirausahaan sosial, dan lingkungan. Pernah belajar di Inggris, Belanda, Australia, Amerika, dan beberapa negara lainnya. Menerima apresiasi : Urban Innovation Challenge 2021 by UNDP Accelerator Labs, Paragon Innovation Award 2021, Juara 1 Lomba Blog DINKOPUKM DIY, Juara 1 Inspirasi Muda Indonesia 2020, dll. Ingin kolaborasi? DM instagram @janu_muhammad atau email janu.muhammad2@gmail.com ya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Resolusi 2022: dari Guru Menjadi Wirausaha Sosial

1 Januari 2022   23:35 Diperbarui: 1 Januari 2022   23:57 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah pepatah yang masih saya ingat, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan nama." Setiap manusia yang mati akan diingat jasa-jasa yang telah ia lakukan, kira-kira artinya seperti itu. 

Setiap aktivitas yang kita lakukan di dunia ini, sejatinya dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Begitu pula dengan profesi yang kita jalani. Ada yang jadi dokter seperti kebanyakan anak kecil ketika ditanya, ada yang bekerja sebagai pilot, pemadam kebakaran, penjual sayur, bahkan profesi mulia seperti pendidik (guru dan dosen). 

Sejak menamatkan kuliah S1 tahun 2015, saya hitung telah 6 tahun bekerja secara profesional. Saya cukup generalis, mulai dari menggeluti pekerjaan yang sesuai latar belakang pendidikan, sampai profesi yang benar-benar baru bagi saya. Sebut saja menjadi guru yang secara aktif mengajar di sekolah, pernah terlibat dalam proyek pendirian kampus, pernah mengurusi rekrutmen pegawai, pernah menjadi konsultan pendidikan, trainer, bahkan jadi customer service.

Sebagai orang yang dilahirkan di Sleman (Yogyakarta), jiwa 'nrimo ing pandum' itu benar saya rasakan. Pekerjaan apapun yang halal dan saya suka, makaakan saya jalani. Yang penting hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga, sebagian untuk tabungan dan untuk mereka yang perlu dibantu. 

Setelah berkarir di institusi 'milik orang lain' dan merasa perlu berbuat sesuatu di luar sana, saya akhirnya berhenti jadi seorang guru. Ini keputusan besar yang saya ambil. Bukan tanpa konsekuensi, saya harus tetap bisa menghidupi keluarga saya secara mandiri.

Pandemi Membuka Kesempatan Berwirausaha

Sejak pandemi ada di Indonesia, sejak saat itu pula saya dan istri belajar hal baru. Kami merintis usaha kecil-kecilan bernama Sayur Sleman. Kok sayur? Barangkali karena ini yang menjadi kebutuhan wajib sehari-hari, akhirnya kami pilih. Alasan berikutnya, sejak kecil memang saya melihat orang tua yang jualan sayur di pasar. Mereka adalah inspirasi bagi saya. 

Singkat cerita, usaha sayur online kami cukup diminati masyarakat dan alhamdulillah ada progress. Visinya tidak untuk profit oriented, namun ada misi sosial yang ingin kami bagikan. Sebagai platform kewirausahaan sosial, Sayur Sleman juga mengajak para pembeli untuk bersedekah sayur kepada mereka yang membutuhkan. Ini yang 'unik' dari usaha yang kami rintis. 

Anda membeli, bisa sekaligus berbagi untuk orang lain. Tampaknya, itulah yang mendasari tagline Sayur Sleman 'belanja secukupnya, memberi setulusnya'. 

Sayur Sleman
Sayur Sleman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun