Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Seorang Azhari (part 2)

5 Agustus 2020   15:13 Diperbarui: 5 Agustus 2020   15:16 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tes seleksi ( sumber :tribunnews)

"Kalau kalian bacanya seperti ini , lebih  baik kalian ikut tes tahun depan lagi !!!!!"  

Meskipun tak direstui , Irfan tetap mencoba ikut tes , setidaknya ia ingin mencari pengalaman dan pernah berjuang .

Mendekati hari seleksi  , segenap peristiwa dan kejadian dilalui dengan sabar .Hafalannya terus ia jaga dan ulangi . Sampailah ia di bulan april  dimana pendaftaran ke timur tengah telah dibuka . Ustad Muzammil selaku koordinator mengumpulkan santri-santri yang ingin mendaftar tes.

Ada 15 santri yang ikut serta , sebagian mereka ada yang memilih Maroko sebagai tujuannya , sisanya adalah Mesir . Mereka diberi berkas tes seleksi tahun lalu , dengan itu mereka berlatih mengerjakan soal-soal yang lumayan rumit . Beruntung ada Ustad Arsilan yang membantu , kebetulan ia pandai dalam ilmu nahwu dan shorof semacam grammatical dalam bahasa Arab .

Berhari-hari mereka membedah satu persatu soal  .Dalam hal ini Irfan sangatlah rajin ,bahkan ditengah malam soal-soal tersebut tak luput ia kerjakan sembari tahajjud dan mengulang hafalan. Dia juga sering berdiskusi dengan teman-temannya.

" Besok ajarin lagi ya fan " Tukas Rizal , salah satu temannya yang mendaftar di Maroko

" Oke zal , jangan lupa hafalannya "Balasnya.

Akhir-akhir ini ia sering termenung dalam belajar. Ucapan ibunya terus mengiang-ngiang dikepala . Ia dilema, manakah  yang harus dituruti  antara kemauannya dan kemauan orangtua . Tentu orang tualah yang ia pilih karena bagaimanapun ridhonya Allah adalah ridhonya orangtua .

 Dua hari sebelum tes Irfan kembali dipanggil oleh Ustad Muzammil .

"Kakakmu kuliah di UIN jakarta kan ? " Tanya beliau.

" Betul Ustad"

Lalu beliau mempersilahkan Irfan duduk untuk bertanya lebih lanjut  . "Kira-kira kakak kamu bisa gak antarkan duit ini ke UIN ?"

" Kurang tau tad "

"Kalau begitu besok sehabis KBM kamu datang  kesini!"

Keesokan harinya Irfan langsung mendatangi Ustad Muzammil di kantor. Disitu telah ada ustad yang menunggu dengan sebuah amplop tebal ditangannya .

"Ini uang pendaftaran , tolong kasih kakak kamu !, nanti cari orang satu lagi untuk menemanimu pulang ke rumah, pokoknya sebelum jam sepuluh malam kalian harus ada di pondok ! " perintahnya pada Irfan.

Dia segera mencari teman , untuk hal ini dia mengajak Mafhum selaku ketua angkatan . Tanpa banyak kegaduhan ,mereka pergi kerumah Irfan dengan naik kereta.

Irfan dengan tergupuh-gupuh menemui ibunya dan menanyakan keberadaan kakaknya .

"Mas Rizqi bukannya ke pondok ? " Tukas ibu dengan keheranan

"Engga ada mah"

"mungkin dia main kerumah temennya dulu "

Justru orang yang ia cari malah tidak ada  dan itu membuatnya kecewa . Akhirnya Irfan dan Mafhum duduk sejenak untuk beristirahat . Tiba-tiba ia teringat dengan bapaknya yang sakit .

"Mah keadaan bapak , gimana ? apa masih sakit?" Ujar Irfan penasaran.

"Alhamdulillah fan , bapak sudah sembuh tapi belum bisa kerja berat-berat untuk saat ini, sekarang dia lagi di mushola "

"Berarti Irfan boleh ngomong ke bapak tentang seleksi ke Mesir ?"

"Iya gak papa , Tapi mamah dan bapak belum bisa biayai kamu nak kalau misalkan lulus " Ucap Ibu dengan penuh perhatian. Mendengarnya Irfan jadi sedikit lemas . Ditengah percakapan itu ,tiba-tiba bapak datang .

"Lho kamu kenapa pulang Fan?" tanya bapak keheranan.

"Irfan disuruh ustad mengantarkan uang pendaftaran dan berkas teman-teman untuk seleksi pak "

  "Kamu jadi ikut ?"Tanya bapak.

"In Sya Allah , minta doanya aja !" Jawab Irfan  pak.

"Doa terbaik bapak selalu bersamamu fan !"

Tanpa dialog dan pertanyaan , Irfan pamit kembali ke pondok .Ia khawatir dengan bapaknya yang baru sembuh dari penyakit.

 Mereka segera kembali ke pondok. Tepat jam 10 mereka sampai , dan Irfan mendapati kakaknya sedang bersilaturahmi di kamar guru pengabdian .

"Mas !, ini ada amanah dari ustad muzammil , beliau berpesan supaya mas antarkan ini ke kampus " Irfan menyodorkan amplop pada kakaknya.

"Kalau begitu , besok mas ke kampus jam 8" jawab kakaknya.

Sehari sebelum tes , mereka dikumpulkan oleh Mas Rizqi atau Ustad Rizqi untuk briefing.

"Ashar ini kita akan berangkat , kalian bisa menginap di kos-kosan saya , persiapkan diri kalian karena tes dimulai jam delapan pagi"

Setiap dari mereka telah siap dengan barangnya masing-masing , berbekal buku dan baju seadanya mereka berangkat naik kereta menuju penginapan sementara.

Tatkala malam , mereka sudah tiba disana . Ada sebagian yang tidur , adapula yang tidak bisa tidur memikirkan bagaimana tes nanti . Termasuk Irfan sendiri , ia begitu was-was dan khawatir ,semalam suntuk ia belajar dan mengulangi hafalan.

"Fan , ane bingung besok mau jawab apa "Ujar Ilham yang kembali bingung.

"Sama ham, ane juga bingung " . Kini Irfan tak menasehatinya malah ikut bingung dengan keluhannya.

.........

Keesokan harinya , Irfan beserta kawan-kawan mulai berjuang . Ditemani Ustad Rizqi sebagai pembimbing meraka mencari ruang tes masing-masing . Irfan pun menemukan ruangannya dilantai atas .

Tertera di situ ruangan 307 seperti dikartu pendaftarannya. Ia nampak tegang memasuki ruangan , telah banyak peserta yang hadir disitu . Ia duduk dan terus menenangkan pikirannya. Tapi jantungnya terus berdebar-debar . Ia merogoh kedalam tasnya seperti ada yang kurang  dan benar saja Irfan lupa akan suatu hal yang penting . Ia lupa membawa alat tulis dan papan.

Mukanya langsung pucat , meski begitu ia memberanikan diri untuk meminjam pensil pada pengawas ujian. "Syukurlah pengawasnya baik " gumamnya.

Kemudian soal-soal dibagikan , tak lupa ia membaca doa juga mendoakan guru dan pembuat soal agar kelak dimudahkan saat pengerjaan begitu dawuh gurunya dipondok.  Akhirnya dua jam berlalu , ujian tertulis usai sudah.

Kini saatnya ujian lisan dimana peserta seleksi akan dipanggil satu persatu  diwawancara juga di tes hafalannya.

Lambat pasti pasti semua peserta diruang ujian silih berganti masuk dan keluar .Irfan tetap pada sikapnya yakni menunggu . Ujian lisan telah dimulai dari pukul dua siang dan sekarang matahari sudah hampir tenggelam  .Irfan terus menunggu.

" Irfan , Jusuf , Zaenal , Ahmad, Heru masuk! " Teriak penguji dari dalam ruangan.

Nampaknya irfan termasuk golongan terakhir yang dipanggil.  Penguji mempersilahkan mereka duduk. Dan siap memberi pertanyaan . Dengan tatapan tajam penguji itu menunjuk mereka satu persatu.

"Kamu hafal berapa juz? " Tanya penguji.

"30 Juz ",

"Saya 20 Juz" ,

" Hanya 23 bu" ,

" 15 Juz "

Lalu penguji itu melirik Irfan dan menanyakan hal yang sama

" Saya Cuma hafal 3 Juz ; Juz 1 , 2 dan 30 bu " Jawab Irfan agak segan dan malu.

Penguji tersenyum simpul mendengar Irfan  lalu berkata "Iya tidak apa-apa , walaupun dua juz yang penting lancar"

Tes hafalan pun dimulai , tapi tak disangka peserta yang memiliki hafalan banyak justru tidak lancar saat dites sebaliknya Irfan dengan lancar bisa merampungkan hafalannya.

Lanjut ke tes berikutnya , sang penguji menyodorkan artikel berbahasa arab yang gundul alias tidak berharokat . "Saya minta kalian membacanya"Tukasnya

Karena banyak kosa kata yang mereka tidak ketahui  , mereka jadi terbata-bata saat membacanya . Tak bisa dipungkiri bila penguji langsung naik pitam .

"Kalau kalian bacanya seperti ini , lebih  baik kalian ikut tes tahun depan lagi !!!!!" Tandasnya dengan sangat kesal. Mendengar itu hati kecil Irfan jadi berkemelut sedih , ia takut impiannya pupus .

"Oke sekarang kalian boleh keluar " Tutup penguji dengan muka masam.

Irfan kembali bergabung dengan rombongannya. Teman-temannya saling bercerita namun ia tidak , ia hanya diam sehabis ujian lisan tadi .

"Eh gimana tadi tesnya " Tanya Irwan .

" Ya gitu " Jawabnya pendek

"Kenapa fan ? "

"..............." Irfan tak menanggapi , ia lebih memilih diam dan tak berselera untuk bercerita bahkan pada adik kelasnya sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun