Mohon tunggu...
Jandris Slamat Tambatua
Jandris Slamat Tambatua Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana MSDM, Competency Assessor

"Manusia Kerdil Yang Berusaha Mengapai Bintang"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Transformasi Sayang Menjadi Benci: Fenomena Kekerasan Dalam Rumah Tangga

17 Desember 2023   14:09 Diperbarui: 17 Desember 2023   14:16 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari sayang menjadi benci, fenomena KDRT yang terjadi dalam lingkungan sosial (Dok. Pribadi)

Fenomena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) menjadi sorotan utama, meruntuhkan fondasi-fondasi cinta yang dulu begitu kokoh.

Dahulu, cinta tumbuh subur di dalam dinding-dinding rumah tangga, namun sayangnya, kini keadaan berubah menjadi pahit. Fenomena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) menjadi sorotan utama, meruntuhkan fondasi-fondasi cinta yang dulu begitu kokoh.

Bagaimana bisa dari sayang bermetamorfosis menjadi benci? 

Menggali akar permasalahan dan memahami perubahan dinamika dalam hubungan rumah tangga yang dulunya dipenuhi oleh kehangatan.

Ketika Cinta Dulu Berkembang

Pertama-tama, kita melihat bagaimana cinta dapat tumbuh subur di dalam rumah tangga. Dulu, ketika dua insan saling mencintai, rumah menjadi tempat perlindungan dan kebahagiaan. 

Kedua pasangan saling melengkapi, saling mendukung, dan menciptakan suasana harmonis.

Fenomena KDRT muncul dengan segala bentuknya, mulai dari kekerasan fisik hingga kekerasan verbal. Ketidaksetaraan, ketidakpuasan, dan tekanan emosional merasuki rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat berlindung.

Latar belakang munculnya fenomena KDRT dalam rumah tangga dapat melibatkan berbagai faktor kompleks. Beberapa faktor yang umumnya terkait dengan peningkatan kasus KDRT antara lain:

1. Ketidaksetaraan Gender:

Budaya patriarki yang masih kuat dapat menciptakan ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan, di mana salah satu pasangan merasa memiliki kendali penuh.

2. Tekanan Ekonomi:

Kesulitan finansial seringkali menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga. Tekanan ekonomi yang tinggi dapat menciptakan ketegangan, memberi makan emosi negatif, dan memicu perilaku kekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun