Bukan tanpa alasan, kenapa Suwardi Suryaningrat, atau yang kita kenal dengan sebutan Ki Hadjar Dewantara, mendirikan sebuah sekolah dan diberi nama "Taman Siswa". Boleh saja ia beri mama "sekolah rakyat", atau "sekolah kita" atau nama lainnya yang merujuk pada sekolah.
Tapi tidak, sekolah itu diberi nama dengan sebutan "Taman Siswa". Selain sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda, yang melakukan diskriminasi pada pendidikan, dimana hanya keturunan 'priayi' yang bisa sekolah, "Taman Siswa" didirikan dengan tujuan, agar anak-anak Indonesia punya tempat untuk bermain, belajar, dan tempat dimana kemampuan setiap anak yang berbeda itu, mampu tersalur dan dikembangkan dengan baik.
"Pendidikan barat terlalu intelektualistik dan materialistik. Itu tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Pendidikan mereka terlalu mengedepankan tuntutan industri barat" kata Ki Hadjar Dewantara. Sehingga pada 3 Juli 1922, bersama rekannya di Paguyuban Sloso Kliwon, mereka mendirikan Taman Siswa, dengan 3 prinsip dasar, yakni;
1. Ing ngarso sung tuladha ; saling menjadi tauladan kepada sesama, terutama kita yang berada pada posisi terdepan.
2. Ing madya mangun karsa ; saling membangun karsa, memberi semangat satu dengan yang lain, bahwasanya kemampuan setiap anak itu berbeda, namun dengan semangat yang sama, tujuan bisa tercapai dengan mudah.
3. Tut wuri handayani ; saling mendukung satu dengan yang lain. Setiap anak adalah spesial dan istimewa, karena itu, sudah menjadi kodratnya, "sekolah" menjadi tempat baginya menerima dukungan atas potensi yang dimilikinya.
Taman siswa selalu menekankan prinsip Nasionalisme dan Kemerdekaan dalam pelaksanaan pendidikannya. Mengajarkan Nasionalisme, dengan maksud agar setiap siswa mencintai negaranya, seperti ia mencintai Tuhan nya. Dan Kemerdekaan disini adalah, setiap siswa merdeka menentukan pilihan dan jalur pendidikannya. Tidak terpaku atas satu aturan satuan pendidikan saja, namun siswa diberi pilihan lebih banyak dalam mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya.
Seperti Einstein pernah berkata; setiap anak istimewa, dan punya kemampuan berbeda. Jika kita hanya memberi nilai akan kemampuan ikan untuk memanjat, maka tidak akan ada anak yang pintar.
Itulah sejatinya esensi dari Merdeka Belajar, yang beberapa waktu belakangan ini, kembali digalakkan.
Semarakkan kembali, Merdeka Belajar.