Mohon tunggu...
Jamalullail
Jamalullail Mohon Tunggu... Anak Psikologi dan aku bukan cenayang

Seorang pemuda yang sedang menjalani prinsip belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Momen, Reaksi, dan Makna: Dua Kesialan yang Menimpaku saat Usung-usung Barang KKN-- dari Ban Bocor hingga Bensin Bocor

22 Juli 2025   08:21 Diperbarui: 22 Juli 2025   08:21 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
barang-barang KKN (Doc. Pribadi)

Ahad, 20 Juli 2025 --- Seharusnya peristiwa ini sudah kutulis di hari itu juga. Tapi karena ada beberapa urusan mendesak, akhirnya menulis diary ini tertunda. Hari itu aku memang punya tugas lain yang harus segera kuselesaikan.

Dua kejadian menimpaku di hari yang sama, tepat saat aku dan teman-teman kelompok KKN menuju posko untuk membawa barang-barang. Dua kejadian yang membuatku bertanya-tanya, "Kenapa ya, kesialan ini terjadi terus padaku? Apa aku pembawa sial? Atau ini bentuk balasan atas dosa-dosa yang pernah kulakukan?"

Sebagai seorang Muslim, aku tahu bahwa segala kejadian dalam hidup pasti punya makna. Namun, tetap saja, saat hal-hal buruk terjadi beruntun, hati ini sulit untuk tidak bertanya-tanya. Konon, sesuatu yang buruk bisa jadi merupakan bentuk teguran dari Tuhan, sebagai pengingat atau bahkan balasan atas kelalaian kita di masa lalu.

Pagi itu, semua anggota kelompok sudah lebih dulu berangkat, sebagian naik mobil, sebagian lagi naik motor. Aku datang paling akhir bersama Rizal---teman satu daerah dari Cirebon---dengan motor Beat kami.

Namun, sesaat sebelum memasuki gapura Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, ban belakang motor kami tiba-tiba kempes total. Terpaksa kami menepi, berteduh sejenak di bawah pohon melinjo sambil mencari bengkel terdekat lewat Google Maps.

Semua bengkel tutup. Maklum, hari itu hari Minggu. Setelah berpikir sejenak, kami memutuskan untuk tetap menunggu di situ, dengan latar hamparan perkebunan nanas yang belum berbuah. Lalu kami hubungi teman yang sudah sampai di posko untuk meminta bantuan.

Masih di hari yang sama. Seusai mengangkat-angkat barang di posko, kali ini aku pulang bersama Andika. Rizal memutuskan menginap di posko malam itu.

Baru beberapa meter dari posko, saat tiba di pertigaan, hidungku menangkap aroma bensin yang menyengat. Aku menoleh ke belakang, dan benar saja---ada bekas tetesan bensin yang berjejer di aspal, mengikuti laju motor Andika.

"Eh, bensinmu bocor," kataku spontan.

"Iya, kah?" sahutnya.

Motor segera diberhentikan. Ternyata selang bensin terlepas dan bensin mengucur cukup deras. Andika segera memasangnya kembali. "Pantas saja cepat habis, padahal tadi sudah aku isi penuh," keluhnya.

Namun karena selangnya memang sudah aus, tidak butuh waktu lama untuk lepas kembali. Begitu lepas, kami kembali turun. Kali ini asap tipis mengepul---efek tetesan bensin yang menyentuh mesin panas. Dengan hati-hati kami pasang lagi, lalu segera menuju pom bensin terdekat untuk mengisi ulang.

Setelah memastikan bensin cukup, kami mulai mencari bengkel. Satu bengkel, dua, tiga, empat---semuanya tak bisa membantu. Entah karena alatnya tak lengkap atau tidak bisa menangani jenis masalah ini. Sampai akhirnya, saat sudah memasuki wilayah Desa Jagul, kami bertanya kepada seorang warga, dan Alhamdulillah---kami ditunjukkan ke bengkel yang bisa memperbaiki.

Sat-set, sat-set. Masalah selesai.

Kami pun bisa pulang dengan tenang, meski langit sudah mulai berubah kelam, perlahan menelan cahaya.

Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap saat menghadapi kejadian seperti ini?

Barangkali, alih-alih langsung mengeluh atau merasa menjadi "orang paling sial", kita bisa memulai dengan menerima. Menerima bahwa hal-hal seperti ini adalah bagian dari dinamika hidup. Mungkin memang melelahkan, merepotkan, dan bikin kesal. Tapi bukankah setiap kejadian selalu membawa pesan?

Kesabaran, ketenangan, dan kemampuan untuk berpikir jernih di tengah situasi yang tidak ideal---itulah pelajaran utamanya. Kita belajar untuk tidak panik, untuk mencari solusi, dan untuk tetap bekerja sama dalam kondisi sulit.

Mungkin juga, ini adalah cara Tuhan "menguji" seberapa sabar dan kuatnya niat kita dalam mengabdi lewat program KKN ini.

Karena dalam setiap kesialan, selalu ada peluang untuk belajar dan menjadi pribadi yang lebih dewasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun