Jawaban sederhana itu membuat ruangan tiba-tiba terasa hening. Ada sesuatu yang tulus dalam niat Budi --- bukan sekadar praktik medis, tapi panggilan nurani.
Selama beberapa jam, ia berjuang menstabilkan pasien kecil itu. Tubuh mungilnya sempat kejang, lalu tenang. Setelah yakin stabil, Budi pamit pulang sekitar pukul 1 siang, meninggalkan ruangan dengan perasaan bercampur antara pasrah dan harap.
Sore hari, sekitar pukul 4, ia kembali ke klinik. Rasa penasaran dan khawatir mendorong langkahnya lebih cepat. Begitu membuka pintu, matanya langsung tertuju ke kandang kecil di pojok ruangan --- dan di sana, anjing kecil itu masih hidup. Lemah, tapi matanya sudah menatap lebih tajam.
Budi tersenyum lega. "Kamu masih mau berjuang, ya?" gumamnya pelan.
Keesokan paginya, ia kembali lebih pagi dari biasanya. Tapi sesuatu membuatnya tertegun. Kandang tempat pasiennya dirawat... kosong. Ia panik, berlari ke dalam ruangan. Dan di bawah meja perawatan, anjing kecil itu sedang berlari kecil dengan ekor bergoyang --- segar, penuh semangat, seolah tidak pernah sakit.
Tak lama, drh. Yuriadi datang. Budi segera melapor dengan semangat. Tapi sang dosen justru menatap heran dan sedikit curiga.
"Jangan-jangan anjing kemarin sudah mati, terus kamu ganti di Pasar Ngasem? Mirip sekali soalnya."
Budi tertawa kecil, lalu mengajak beliau melihat langsung. Saat melihat anjing itu yang kini sudah bisa menjilat tangannya dan melompat-lompat, drh. Yuriadi hanya tersenyum lebar.
"Hebat, Dik. Kadang niat dan doa yang tulus itu memang lebih kuat dari sekadar teori."
Hari itu menjadi momen yang tak terlupakan bagi Budi. Ia belajar bahwa menjadi dokter hewan bukan hanya tentang kemampuan mendiagnosa, memberi terapi, atau membuat laporan ilmiah yang sempurna. Tapi tentang empati, ketulusan, dan rasa kasih terhadap setiap makhluk hidup.
Di kemudian hari, ketika Budi resmi menjadi dokter hewan, kisah itu selalu ia kenang. Bahwa di balik setiap tindakan medis, selalu ada ruang untuk doa. Bahwa "Basmalah" yang tulus bisa menjadi energi penyembuh --- bukan hanya bagi pasien, tapi juga bagi hati seorang dokter hewan muda yang sedang belajar memahami arti sejati dari profesinya.