Tanpa disadari, banyak bentuk perlawanan hari ini justru memberi ruang pada pasar untuk menyerap, menjual, dan menetralisir kemarahan itu sendiri.
Keheningan yang Dibentuk: Antropologi dari Apatisme
Antropologi membantu kita memahami bahwa keheningan bukan sekadar ketiadaan suara, tapi bisa menjadi hasil dari proses sosial dan budaya yang panjang. James C. Scott (1990) pernah menjelaskan bahwa kelompok tertindas kadang memilih diam sebagai strategi bertahan hidup. Tapi dalam masyarakat neoliberal saat ini, diam bukan lagi strategi, melainkan hasil internalisasi: kita tidak lagi merasa perlu marah.
Narasi-narasi seperti "sabar saja", "jangan cari masalah", atau "yang penting kita selamat" adalah bagian dari budaya yang membentuk ketenangan sebagai satu-satunya jalan. Faye Ginsburg (2002) menyebut kondisi ini sebagai cultural anesthesia --- pembiusan kolektif yang membuat orang tak lagi merasa terganggu oleh ketidakadilan, seolah semua itu sudah wajar.
Marah Adalah Tanda Masih Peduli
Tulisan ini bukan ajakan untuk membenci. Tapi di tengah sistem yang berusaha membuat kita diam, marah adalah tanda bahwa kita masih terhubung dengan realitas sosial. Marah tidak harus berarti kekerasan. Ia bisa menjadi bentuk empati yang paling jujur, sumber solidaritas, dan bahan bakar perubahan.
Kapitalisme hari ini terlalu lihai. Ia tidak melarang kita protes, tetapi membuat kita percaya bahwa protes tak ada gunanya. Di saat seperti ini, mempertanyakan dan merasakan ketidaknyamanan justru adalah langkah awal menuju kesadaran.
Jika kita tidak lagi merasa perlu marah, mungkin bukan karena dunia sudah lebih adil, melainkan karena kita sudah terlalu sering diyakinkan bahwa diam adalah satu-satunya pilihan yang waras.
Referensi
Berlant, L. (2011). Cruel optimism. Duke University Press. https://doi.org/10.1215/9780822394716
Ginsburg, F. (2002). Mediating culture: Indigenous media, ethnographic film, and the production of identity. In F. Ginsburg, L. Abu-Lughod, & B. Larkin (Eds.), Media worlds: Anthropology on new terrain (pp. 287--309). University of California Press.