Mohon tunggu...
Rizky Kurnia Rahman
Rizky Kurnia Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Seorang blogger dan penulis jempolan, maksudnya suka sekali menulis pakai jempol. Blog pribadi, https://rizkykurniarahman.com

Lahir di Jogja, sekarang tinggal di Sulawesi Tenggara. Merantau, euy!

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Antara Petasan dan Kepantasan

29 Maret 2023   10:13 Diperbarui: 29 Maret 2023   10:16 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/photos/petasan-kembang-api-meledak-17163/

Selalu saja dan selalu terjadi, pada bulan Ramadhan muncul petasan. Suaranya yang kencang sering membuat kaget orang-orang yang tidak siap mendengarnya. Selain itu, sering tempatnya sembarang, memang disengaja oleh pelakunya. 

Jika dilihat, rata-rata yang memainkan petasan memang anak-anak. Mungkin mereka menyalakan dan melempar petasan sebagai ekspresi kegembiraan karena datangnya bulan suci Ramadhan. Namun, belum tentu juga. Soalnya, kalau kegembiraan, kok dengan "menyiksa" orang lain lewat suara petasan? Atau mungkin itu jadi kegembiraan tersendiri ya ketika ada orang yang kaget, sementara pelaku petasan menutup kupingnya dan lari menjauh. 

Ceramah Aa Gym

Saya teringat dengan sebuah ceramah yang dibawakan oleh Aa Gym di sebuah televisi swasta bertahun-tahun lalu. Beliau mengatakan ada seorang anak kecil yang minta dinyalakan petasan. Sementara dia sendiri tutup telinga dan menjauh. Ketika sudah agak lama, dia baru bertanya, "Gimana tadi? Kencang suaranya?" 

Tentu saja, saya tergelitik dengan ceramah tersebut. Aa Gym memang pandai dalam membawakan suatu materi Islam dengan cara yang segar. Dari cerita anak kecil itu, bisa dipastikan bahwa pelaku petasan memang seorang pengecut. Dia sengaja menyalakan petasan berdaya ledak tertentu dan orang lain yang disuruh mendengarnya. 

Selain itu, membeli petasan, lalu menyalakannya, pada dasarnya adalah membakar duit. Petasan tidak akan menyala lebih dari satu jam, hanya beberapa detik. Namun, untuk membelinya, anak-anak sering harus menabung terlebih dulu. Agak lama menabung, eh, hangus deh uangnya. Tidak bikin kenyang, tidak bikin haus hilang. Apa yang didapatkan? 

Kadang saya berpikir, ini 'kan sama dengan orang tua yang perokok. Hakikatnya, dia juga membakar uang. Membeli rokok, entah itu di warung dekat rumah, minimarket, supermarket, atau menjadi perokok pasif, karena minta ke teman, dihisap, lalu apa yang didapatkan? Katanya, kalau tidak merokok, tidak bisa berpikir? Hey, begitu tergantungnya 'kah kepada tuhan sembilan senti itu, istilah yang dipopulerkan oleh Taufik Ismail. 

Sudah dari Dahulu

Melihat sejarah petasan itu, saya baca memang berasal dari Tiongkok. Dimulai sekitar abad ke-9, ada seorang juru masak yang mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) secara tidak sengaja. Ketiganya adalah garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Rupanya, dari campuran ketiga bahan tersebut malah mudah terbakar.

Nah, kalau ketiga bahan tersebut dimasukkan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya lalu dibakar, maka bisa meletus. Keluar suara ledakan keras yang dipercaya orang Tiongkok dapat mengusir roh jahat. Seiring perkembangan zaman, petasan digunakan juga dalam perayaan pernikahan, menang perang, gerhana bulan, dan upacara keagamaan-upacara keagamaan lainnya.

Kalau di Indonesia sendiri, tradisi petasan dibawa sendiri oleh orang-orang Tiongkok. Alwi Shahab, pengamat sejarah Betawi, mempunyai keyakinan bahwa tradisi pernikahan orang Betawi telah memakai petasan untuk memeriahkan suasana dan ini meniru orang Tionghoa yang bermukim di sekitarnya.

Berarti, karena sudah lama juga, akhirnya jadi turun-temurun, tanpa naik-nenaik. Momen Ramadhan dan lebaran menjadi ajang untuk jor-joran menyalakan petasan. Apalagi pedagang petasan juga selalu ada di pasar-pasar maupun tempat yang mudah dijangkau oleh anak-anak. 

Merugikan Orang Lain

Kadang saya berpikir lagi, apakah para teroris yang suka meledakkan bom itu dahulunya adalah anak-anak yang suka main petasan ya? Sejak kecil, mereka sudah terbiasa untuk merugikan orang lain, nah, pas sudah dewasa, sekalian saja bakat itu diasah dan dikembangkan. Mereka pun sudah terbiasa dengan suara ledakan petasan, jadi dengan suara ledakan bom, telinga mereka pun masih kuat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun