Mohon tunggu...
Imam Mashudi Latif
Imam Mashudi Latif Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Darul Ulum Jombang

Menyukai bacaan-bacaan ringan untuk dikembangkan sebagai ide tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Petasan, antara Tradisi dan Bahaya

13 Maret 2024   08:08 Diperbarui: 13 Maret 2024   13:50 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petasan (foto: rri.co.id)

Masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, merasa bahagia ketika merayakan hari besar, baik hari besar keagamaan maupun hari besar yang lain, seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dan tahun baru. Kebahagiaan itu diungkapkan dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk meluapkan kegembiraan dalam menyambut hari raya adalah membakar petasan atau mercon. Banyak orang yang suka menyalakan petasan. Banyak juga yang tidak suka dengan petasan karena berbahaya dan juga merugikan. Berikut ini ulasan mengenai sejarah petasan dan bahaya yang diakibatkan oleh petasan.

Sejarah Petasan

Petasan memiliki sejarah yang panjang, menjadi bagian dari banyak tradisi, dan melibatkan berbagai budaya di berbagai belahan dunia. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Tiongkok (Cina), dua ratus tahun sebelum masehi, mulai dikenal bazhou, peledak yang berasal dari bambu. Bazhou tidak sengaja ditemukan oleh seorang juru masak. Saat itu ia memasak menggunakan bambu dengan campuran berbagai bahan termasuk batu bara, sulfur, dan potasium nitrat. Ketika dibakar di tungku, tiba-tiba terjadi ledakan hebat.

Legenda lain menyatakan bahwa bazhou pertama muncul di masa Dinasti Han (206 SM - 220 M). Bazhou dinyalakan saat upacara perayaan hari besar, untuk mengusir makhluk gunung yang suka mengganggu. Sejak saat itu, petasan mulai populer digunakan pada setiap perayaan maupun festival di Tiongkok.

Dalam Sparklers from China (2005), perkembangan petasan dilanjutkan dengan penemuan bubuk mesiu--yang kemudian dijadikan bahan utama petasan--oleh seorang pendeta bernama Li Tian, antara 960 - 1279 M pada era Dinasti Song.

Pengembangan Petasan

Dari Tiongkok, penggunaan petasan menyebar ke berbagai negara. Petasan digunakan dalam pesta dan perayaan kerajaan. Petasan juga digunakan dalam berbagai upacara keagamaan dan perayaan budaya. Misalnya, di Tiongkok, petasan menjadi bagian integral dari perayaan Tahun Baru Imlek.

Seiring dengan globalisasi, tradisi penggunaan petasan menyebar ke berbagai belahan dunia dan digunakan dalam berbagai perayaan dan festival, termasuk perayaan kemerdekaan, tahun baru, dan perayaan keagamaan.

Para pedagang Tiongkok juga membawa petasan ke Nusantara pada masa kerajaan. Namun, pernah ada larangan membakar petasan pada masa pemerintahan VOC, terutama saat musim kemarau. Peraturan tersebut dilakukan ditetapkan karena petasan dapat memicu kebakaran di kebun-kebun dan wilayah berpenduduk. Apalagi rumah-rumah saat itu masih terbuat dari bambu dan beratap rumbia.

Pada 1912, terjadi keributan di Surabaya karena larangan penggunaan petasan tersebut. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang sedang menyambut Imlek, membakar petasan dan kembang api merupakan simbol untuk mengusir roh jahat sekaligus membawa berkat dan kebahagiaan pada tahun yang akan datang. Pelarangan tetap berlanjut hingga memicu konflik sosial politik. Hal tersebut disampaikan Marieke Bloembergen lewat buku Polisi Zaman Hindia Belanda: dari Kepedulian dan Ketakutan (2011).

Ketika petasan sudah masuk ke Batavia, tradisi membakar petasan mulai banyak dilakukan. Selain saat Ramadan dan Lebaran, juga dilakukan untuk perayaan Natal, tahun baru, serta ritual-ritual masyarakat Tionghoa. Di Betawi pinggiran, petasan menjadi pelengkap acara perkawinan, khitanan, bahkan upacara pemberangkatan haji.

Selain untuk perayaan, petasan juga digunakan sebagai alat komunikasi antar warga dan kampung di Betawi. Jarak antar rumah yang jauh dan sepi membuat petasan efektif digunakan sebagai alat pemberitahuan. Jika salah satu dari mereka ingin mengadakan hajatan, mereka menyalakan petasan sebagai tanda pemberitahuan atau undangan bagi warga lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun