Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengejar Janji Jenderal Andika

17 November 2021   14:59 Diperbarui: 20 Februari 2022   14:21 3834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa. Senin, (9/8/2021).(Dispenad via KOMPAS.com)

Jenderal Andika Perkasa sudah resmi menjadi Panglima TNI. Presiden Joko Widodo telah melantiknya di Istana Negara siang ini. Jenderal Andika menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang segera memasuki masa pensiun di bulan November 2021 ini.

Ini merupakan tulisan saya yang pertama tentang Jenderal Andika dan TNI. Juga, idea pertama yang keluar dari sebuah lapak diskusi baru. Saya diundang untuk bergabung di sana. Isinya teman-teman SMA saya semua. 

Kebetulan di sana ada seorang mantan jurnalis senior di sebuah media elektronik nasional. Teman jurnalis media elektronik yang di Bintan itu juga ada di sini. Ada lagi beberapa yang juga senang berinteraksi dan berdiskusi. Yang jelas, kami semuanya “ngaku-ngaku” kalau sukanya "ngopi-ngopi".

Terus terang, tidak pernah terpikirkan sebelumnya kalau soal TNI ini menjadi idea tulisan saya. Bukan saya takut ataupun alergi dengan TNI loh ya. Nehi! Bukan itu! Ini lebih kepada kompetensi saya yang memang tidak di sini. Saya kurang pede kalau menulis sesuatu yang kurang saya kuasai. Takut nanti ada pihak yang dirugikan. 

Tetapi, demi rasa support saya dengan Jenderal Andika yang dipilih Presiden dan disetujui oleh DPR itu, maka saya beranikan saja untuk menyampaikan opini ini. Mudah-mudahan dibaca dan menjadi pertimbangan nantinya. Saya pikir, itulah salah satu kontribusi saya sebagai warga negara di republik tercinta ini.

Awalnya itu hanya postingan dari teman saya yang jurnalis itu. Saya buka tautannya dan dibacalah. Wuih, menarik sekali ini! Dalam penyampaian visi misinya dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Panglima TNI di Komisi I DPR, Sabtu (6/11). Ada 8 point rencana kerja yang disampaikan Jenderal Andika.


Pertama, Melaksanakan tugas sesuai UU. Kedua, Meningkatkan pengaman perbatasan. Ketiga, Meningkatkan kesiapsiagaan satuan TNI. Keempat, Peningkatan operasional siber. Kelima, Peningkatan interoperobilitas trimatra terpadu. Keenam, Sinergitas intelijen di wilayah konflik. Ketujuh, Integrasi penataan organisasi TNI. Kedelapan, Reaktualisasi peran diplomasi militer.

Salut! Menarik sekali! Luar biasa! Kalau mengacu pemaparan visi-misinya ini, saya acungkan jempol dulu deh untuk Jenderal Andika. Dia benar-benar seorang Jenderal! Nah, ada yang menarik di saat pemaparan itu. 

Soal adanya rencana Jenderal Andika untuk mengurangi atau menarik para Jenderal TNI dari jabatan Sipil. Saya pikir, mungkin rencana ini masuk ke tujuh di atas. Dalam uraiannya itu, Jenderal Andika mengaku tak ingin militer mengambil tugas lembaga atau kementerian lain dan tetap berpegang pada perundangan.

Banyak pertanyaan soal ini sebenarnya. Tetapi saya coba fokuskan dengan 1 pertanyaan saja, “Seberapa seriuskah sebenarnya Jenderal Andika untuk mewujudkan rencananya itu?” Sebelum menjawab pertanyaan itu, mungkin perlu kita bahas dulu sedikit, kira-kira apa yang menjadi dasar dari permasalahan tugas atau jabatan sipil tersebut yang ditempati oleh TNI saat ini. Ya, paling tidak, kita tahulah dasar dari permasalahan yang kita bahas saat ini.

Pertama, soal disiplin. Lebih tepatnya ini mungkin soal pembenahan instansi. Sudah hal biasa, kadang sipil itu disiplinnya juga dianggap payah. Susah payah kalau untuk mengajak Sipil disiplin. Mungkin menerapkan disiplin ini tujuannya pertama. Disiplin dan ketegasan kalangan militer, apalagi sudah ada bintang di pundaknya, secara tidak langsung ikut mempengaruhi disiplin di institusi dia ditugaskan. 

Dulu saya ingat ada istilah dikaryakan, lalu ada diperbantukan, dsb. Kalau tidak salah, tujuannya ya untuk pembenahan instansi-intansi yang dianggap perlu untuk dibenahi. Misalnya untuk jabatan Irjen di Kementerian, sering ditugaskan bintang dua, Karena menyangkut pengawasan di kementerian yang dimaksud. 

Dari pernyataan Jenderal Andika tadi, sepertinya sampai saat ini masih banyak Pati yang memegang jabatan di sipil. Jika masih juga berlanjut sampat sekarang, apahasil pembenahan yang sudah dicapai di instansi tersebut? Jika memang masih ada yang seperti ini, maka akan sulit menghindari anggapan “jatah”.

Nah itu kini yang oleh Jenderal Andika mau dikembalikan ke TNI. Makanya, saya bilang itu keren sekali. Namun ini cukup menantang. Prakteknya tidaklah mudah. Apakah soal kedisiplinan di Sipil sudah sangat tergantung dengan figure TNI? Saya pikir tidak juga. Kalangan Sipil pasti tidak maulah menyandang gelas sejati “susah disiplin” Artinya, kalau diperbantukan ke Sipil, ya kalau sudah instansi Sipil itu agar jangan lupa untuk ditarik kembali ke TNI. 

Saya yakin, peraturan dikaryakannya untuk seorang prajurit TNI itu sudah ada. Tetapi karena sesuatu mungkin tidak berjalan seperti adanya, tidak mau ditarik lagi karena sudah merasa nyaman dan keenakan kali ditempatkan di kementrian ataupun BUMN. Kalau sudah begini, susah untuk mengelak dari tudingan miring orang-orang dengan kata “jatah”.

Kedua, soal penempatan di struktur internal TNI. Kata teman saya yang manan jurnalis, itu bukanlah pekerjaan mudah sebenarnya. Agak pesimis dia sepertinya. Dia menjelaskan, begini. Formasi Bintang 4 di setiap matra hanya 1 orang. Di bawahnya ada 4 Jenderal bintang 3, masing-masing membawahi Jenderal bintang 2 di bawahnya. Seorang Bintang dua dibawahnya ada 3 Jenderal bintang 1. Dibawah Jenderal bintang 1, ada minimal 5 Kolonel di bawahnya. Begitu seterusnya sampai ke level perwira menengah dan perwira pertama. 

Menempatkan semua Jenderal aktif di matra masing-masing, rada sulit. Karana keterbatasan anggaran dan jabatan struktural di TNI. Mudah-mudahan info dari teman saya jurnalis itu tidak salah. Soalnya saya cuma copy-paste saja apa yang dia tulis soal "bintang-bintang" di TNI ini. 

Kalau langsung diterapkan, atau ditarik maksudnya, mungkin di pihak TNI belum siap. Atau, dua-duanya TNI dan Sipil yang belum siap. Paling bagus sebenarnya adalah secara bertahap. Ada persiapan di kedua belah pihak. Baik TNI sendiri maupun di pihak instansi atau BUMN tempat diperbantukan. Harus ada time frame yang jelas dengan action plan yang terukur. Untuk itu, paling tidak ada 3 solusi yang perlu dicermati oleh Jenderal Andika.

Pertama, pastikan ada sistem pengukuran kinerja. Tentunya ini terkait dengan kontribusi kinerja Jenderal TNI itu di Sipil. Untuk itu, maka perlu ada KPI (key performance indicator) yang SMART dengan base data dan target penugasannya. Ini yang harus clear dulu antara instansi sipil dengan TNI. Ini tujuannya agar jelas bagaimana mengukurnya dengan fair. Base data itu dibuat dari historical rata-rata pencapaian sebelumnya dari masing-masing item KPI tadi. Sedangkan target dibuat lebih menantang dengan mengacu ke base data tadi. 

Hal inilah yang harus dibuka dengan seterbuka-bukanya oleh Sipil ke TNI. Kinerja dalam KPI apa yang diharapkan oleh Sipil dari keberadaan TNI tersebut. Inilah yang perlu dinegosiakan oleh kedua pihak. Agra keduanya sama-sama tahu efektifitas kontribusinya. Jadi, intinya jangan asal penempatan saja. Sayanglah kalau cuma itu.

Kinerja seorang Jenderal TNI di suatu instansi atau BUMN baru disebut seorang professional murni kalau sudah mengacu ke "goal dari instansi atau perusahaan” itu. Mereka bekerja sesuai dengan konsep "kontribusi” yang bisa diukur. Tentu tidak bisa hanya dengan mengandalkan “yang penting urusan saya di sini adalah soal kedisiplinan, masa bodo dengan urusan lain”. 

Masalahnya sekarang adalah bagaimana dari awal sudah jelas standard kinerja yang diminta oleh Sipil jika yang mengisi posisi tersebut adalah seorang Jenderal TNI (saya pakai lagi istilah “yang diperbantukan”). Ini yang harus dicermati oleh Jenderal Andika agar kadernya benar-benar merasa bisa juga berkinerja sebagai professional. Tidak kalah hebatnya juga dengan Sipil untuk urusan non-militer.

Teknisnya itu begini. Target di Sipil dibuat dari base data. Diurai ke bentuk KPI. Pelaksanaan dan pencapaiannya dievaluasi dalam sebuah Performance Review (PR) dengan Management Report (MR) mingguan atau bulanan yang ada KPI di dalamnya. Harus benar-benar dipastikan kalau MR bisa jalan, Follow-up (tindak lanjut) jalan, Control (pengontrolan) jalan, Report (pelaporan) juga jalan. 

Secara otomatis, System (sistem) juga jalan. Maka, peningkatan kinerja di instansi tersebut sudah pasti juga berjalan. Kecuali kalau ada alasan teknis lainnya yang jadi penghambat. 

Laporan kinerja dari seorang Jenderal di Sipil selayaknya juga dilaporkan ke instansi asalnya di TNI. Ini untuk tracking dan evaluasi kinerjanya. Seberapa bersinarnya Jenderal tersebut di Sipil, bisa dinilai secara fair. Jadi, pihak TNI bisa memantau naik-turunnya kinerja suatu instansi / perusahaan yang ada kontrinusi dari Jenderal TNI. 

Sebenarnya, Sipil sudah tidak butuh TNI lagi dalam urusan ini. Kalau pun masih butuh, anggaplah itu sebagai tour of journey dalam memantapkan kompetensi yang dibutuhkan dalam mengemban amanah dari struktural TNI berikutnya. 

Sudah tidak jamannya lagi Sipil minta diberi contoh perbaikan kedisiplinan dari sosok seorang Jenderal. Jenderal juga manusia biasa. Bukan manusia setengah Dewa. Jadi, pastikan dulu sudah jelas mapping. Syaratnya, harus ada keinginan perubahan yang kuat juga dari Sipil.

Kedua, sesuaikan saja kebutuhan SDM di output (jabatan yang tersedia) dengan input (penerimaan Akmil). Kalau susah mancari jabatan di tempat sendiri, seharusnya TNI tidak usah terlalu jor-joran dalam kenaikan kepangkatan. TNI berkreasi dengan penugasan tanpa harus kejar kepangkatan. Ujung-ujungnya ini pasti ke beban biaya operasional negara. Saya yakin, TNI sudah punya road map carrier atau carrier path masing-masing staff nya di internal. Ya, tinggal jalani saja itu. 

Seharusnya jangan "mengambil" jalur karir Sipil. Saya yakin, para Jenderal itu pasti masih ingin kelihatan gagah dan berwibawa lengkap dengan pakaian kebesarannya sampai masa pensiun tiba. Seharusnya mereka diberdayakan lebih optimal sesuai dengan misi awal mereka bergabung dengan TNI. Bukan hanya sekedar asal dapat jabatan di Sipil.

Sebenarnya para Jenderal itu diberdayakan saja dengan 8 rencana Jenderal Andika yang luar biasa itu. Mewujudkan itu bukanlah perkara yang mudah. Apalagi dengan masa jabatan yang setahunan lebih dikit jika dikaitkan dengan usia saat ini. Menjaga kedaulatan NKRI yang sangat luas ini dengan berbagai tantangan ke depan yang semakin berat. Jenderal Andika pasti sangat membutuhkan dukungan dari mereka. 

Sayang sekali kalau kader TNI hanya diperbantukan untuk urusan di Sipil. Sebenarnya orang Sipil pun juga bisa mengerjakannya urusan itu. Jaman sudah semakin canggih. Sudah masuk era Revolusi Industri 4.0. Society 5.0. Jamannya IoT (segala halnya berbau internet) dengan dukungan ICT (information technology and communication) yang semakin canggih.

Ketiga, ya ikhlaskan sajalah, Pak Andika. Serahkan saja Jenderal itu untuk Sipil tanpa ditarik kembali ke TNI. Maksudnya, mundur saja dari militer. Tidak jadi TNI aktif lagi. Kalau masih jadi TNI aktif ya sulit. 

Maksudnya, sulit untuk menghindari anggapan selama ini bahwa keberadaannya hanya untuk mengamankan kepentingan TNI. Paling tidak, untuk menghindari adanya anggapan seperti tadi. Jadi, dengan ini bisa jelas bahwa murni untuk pengabdian. Status jadi orang Sipil kan juga bisa mengabdi untuk negara ini. 

Menjadi seorang professional biasa saja. Biar “benar-benar” jadi orang Sipil. Keberadaannya di instansi Sipil pun juga lebih cepat diterima sebagai anggota keluarga besarnya Sipil. Biar Sipil dan TNI sama-sama untung, Pak Jenderal. Sipil untung dapat kader terbaik TNI. TNI pun untung dapat menyalurkan karir terbaik anggotanya, diterima dan sangat berguna di tempat lain. Point lagi bagi TNI. Jadi, kita semua sama-sama untung. Kan sama-sama buat NKRI juga!.

Terakhir, kembali topik bahasan awal kita ini. Kalau saya orangnya ya optimis saja. Paling tidak bisa memberi semangat ke Pak Andika untuk merealisasikan rencana hebatnya itu. Bahwa, TNI tak ingin militer mengambil tugas lembaga atau kementerian lain dan tetap berpegang pada perundangan. Jika dijalankan, ini merupakan suatu gebrakan yang sangat mendasar yang dilakukan oleh Jenderal Andika. Sangat patut didukung dan diapresiasi demi TNI kita yang semakin professional dan jaya. 

Terima kasih Marsekal Hadi Tjahjanto. Selamat bekerja Jenderal Andika! Kami tunggu realisasi janjimu!

Penulis:Erkata Yandri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun