Bagaimana Sebaiknya?Â
Menulis ocehan ini tidak serta merta mengartikan bahwa penulis menormalisasi perilaku yang dianggap merusak norma.Â
Tentu tidak. Mana berani?!
Hanya saja, ada sisi yang lebih solutif dan konstruktif untuk dikaji, yakni coming out sebagai bahasa dari kebutuhan dasar manusia untuk didengar, dipahami dan diakui. Kita semua memiliki kebutuhan dasar tersebut dan dorongan untuk memenuhinya.Â
Dengan demikian, diskusi mengenai fenomena coming out akan lebih baik jika tidak berhenti pada persoalan norma yang dilanggar atau tidak, melainkan proses pemahaman utuh mengenai kebutuhan psikologis dibaliknya. Fokus pada isu kemanusiaan dibandingkan orientasi seksual rasanya lebih konstruktif terhadap proses harmonisasi sosial. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggiring pada pemahaman mendorong atau menolak, melainkan untuk melihat fenomena sosial dengan helicopter view atau pandangan yang lebih luas dan pemahaman yang lebih utuh. Terkadang, fenomena besar adalah akibat dari hal dasar yang dikerdilkan. Media sosial hanyalah media yang mempercepat proses deklarasi segala sesuatu yang terbiasa untuk bersembunyi. Pada akhirnya, ocehan ini ingin membantu untuk mengingatkan bahwa pada dasarnya, setiap manusia memiliki keinginan untuk diakui dan diterima keberadaannya.Â
Pertanyaannya, maukah kita sekedar menjadi alasan seseorang merasa pantas ada di dunia ini? Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI