Mohon tunggu...
Izzatun Nisa
Izzatun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Suka Tidur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenapa BBM Harus Naik??

29 November 2022   20:19 Diperbarui: 29 November 2022   20:34 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belakangan ini tengah menjadi perbincangan publik. Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara resmi menaikkan harga BBM sebanyak 25 persen hingga 30 persen. Seperti yang diketahui, harga Pertalite meningkat dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Kemudian, harga Solar bersubsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Harga Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500. Ternyata, Presiden Jokowi bukan presiden pertama yang menaikkan harga BBM.

Peristiwa kenaikan harga BBM sebenarnya sudah terjadi sejak era Orde Lama, tepatnya pada masa pemerintahan Soekarno. Sejak masa Orde Lama hingga sekarang, hanya Presiden BJ Habibie yang diketahui tidak pernah menaikkan harga BBM. Umumnya, yang membuat pemerintah menaikkan harga BBM adalah ada risiko meningkatnya beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) jika keputusan menahan harga BBM terus dilakukan. Disisi lain,kenaikan harga ini akan berdampak pada inflasi, karena harga bahan pokok biasanya ikut naik juga. Dihimpun berdasarkan data kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) yaitu dikutip Jendral Habibie Center.

Presiden Indonesia yang juga menjabat selama dua periode yaitu Joko Widodo, yaitu terhitung sejak 20 Oktober 2014 sampai saat ini.Selama memimpin negara Indonesia, Presiden Jokowi terhitung sudah delapan kali melakukan perubahan harga BBM. Kenaikan BBM September 2022 ini cukup besar, yakni sekitar 30 persen. Tentunya akan berdampak di berbagai sektor. Bagi sektor industri, banyak yang menjadikan bahan bakar sebagai input. 

Sehingga ketika input mengalami kenaikan, harga di pasaran pun demikian. Selain itu, beberapa pembangkit listrik juga menggunakan tenaga diesel. Akhirnya, konsumen pun akan terdampak. "Kenaikan BBM dalam jangka pendek pasti akan berdampak, baik bagi sektor rumah tangga maupun industri. Kepada rumah tangga, pasti akan menambah beban biaya hidup".

Kini Indonesia sedang menghadapi tantangan sustainability fiscal sehingga keseimbangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus terus dijaga dengan memastikan defisit tidak mencapai 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kalau kemudian (subsidi) tidak dikendalikan, maka akan menggerus alokasi APBN untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran produktif lainnya yang sebenarnya tidak kalah strategis dan pentingnya. 

Perbaikan skema penyaluran subsidi harus menjadi prioritas. Menurutnya, kunci dari pemberian subsidi adalah efektif dan tepat sasaran. Pemulihan serta perbaikan sistem yang terintegrasi agar dapat memilah sasaran dengan tepat perlu ditingkatkan, basis data dapat dibangun dengan optimalisasi aplikasi My Pertamina. Dia tak menampik bahwa setiap perubahan akan memberikan efek kejut terhadap masyarakat.

Pengendalian subsidi dapat dilakukan dengan penyesuaian harga ataupun dengan penurunan kuantitas, tentunya regulasi menjadi kunci. "Kita lihat di Pertamina, di SPBU, kan belum ada. Siapapun itu boleh untuk mengakses jenis BBM yang bersubsidi. 

Misalnya solar, premium, pertalite. Sebagian besar komponen subsidi ada di Pertalite yang banyak dikonsumsi masyarakat". Dikhawatirkan akan tingkat angka kemiskinan dan dampak inflasi yang meningkat. flasi tahun ini yang diperkirakan akan melebihi 5 persen apabila tidak dikendalikan dengan baik. Akhirnya, efek domino akan mengenai masyarakat. "Disisi lain,suku bunga Bank Indonesia pun sudah mulai meningkat. Artinya, nanti suku bunga pinjaman juga bisa meningkat,"

Kenaikan suku bunga pastinya akan semakin membebani masyarakat, dengan kenaikan nominal angsuran. Dikhawatirkan, hal tersebut akan meningkatkan angka kemiskinan karena efek yang dihasilkan. 

Dan menambah deretan golongan masyarakat miskin ataupun rentan miskin."Skema subsidi yang diberikan hanya menjangkau untuk kelompok miskin. Belum atau tidak menjangkau kelompok rentan miskin yang jumlahnya berlipat,". Disisi lain,masyarakat selalu siap dengan keadaan ekonomi yang dinamis. Setiap keputusan ekonomi tidak hanya diambil karena faktor ekonomi, melainkan banyak intervensi dari lainnya.

Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi mencuat dalam beberapa waktu terakhir seiring membengkaknya nilai subsidi energi yang mencapai Rp 502 triliun. Salah satu pegawai negeri sipil (PNS) di Jakarta, Sutrebor Dawi, mengatakan, kenaikan harga BBM sangat terasa pada ongkos transportasi, terutama untuk kendaraan pribadi. "Kemarin waktu beli BBM pertama kali setelah kenaikan harga rasanya langsung jatuh miskin,". Untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM ini, sekarang ini dengan cara memperketat pengeluaran dengan melakukan pencatatan keuangan secara terperinci. Tujuannya, untuk dapat mengetahui besarnya pengeluaran pada pos tertentu.

"Agar bisa menghemat pos pengeluaran tertentu di bulan berikutnya," tegasnya. Untuk mengakali besarnya pengeluaran akibat kenaikan harga BBM ini, kebutuhan untuk jajan dan hiburan akan dipangkas. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari perlu adanya pemangkasan jatah untuk pos hiburan. Bahkan, harus mengurangi uang makan untuk dapat menyesuaikan pengeluaran. Pasalnya, beban transportasi cukup menguras kocek harian.

Disisi lain akan mempengaruhi berbagai aspek industri, salah satunya pada penjualan kendaraan bermotor roda empat, roda dua, atau lebih di dalam negeri, karena begitu berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tapi nyatanya, sebagaimana dikatakan Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, hal itu tidak begitu berkaitan alias tak berpengaruh. Sebab bila melihat kenaikan harga BBM yang sangat drastis pada 2003-2005 lalu, industri otomotif masih baik-baik saja. Bahkan trennya malah meningkat atau positif. Tetapi memang diakui bahwa pada 2006 kondisi penjualan turun. 

Namun itu dikarenakan adanya krisis ekonomi, bukan kenaikan harga BBM. Sehingga ia percaya bahwa meski BBM naik pada tahun ini, target penjualan sampai 900.000 unit sampai akhir tahun 2022 akan tetap tercapai.

Selain itu, "Kenaikan bahan bakar kita lihat tidak berpengaruh pada penjualan kendaraan bermotor. Penjualan kendaraan bermotor juga naik walaupun ada kenaikan bahan bakar. Dari data sepanjang sejarah, kita tidak ada pengaruh". Ada beberapa alasan mengapa penjualan mobil mengalami kenaikan di saat harga BBM juga ikutan naik. 

Salah satunya adalah adanya pertumbuhan penjualan kendaraan komersial yang digunakan oleh masyarakat. "Di saat kenaikan BBM ini, ada data gaikindo, penjualan kendaraan komersial dari pick up, bus, semua punya kecenderungan meningkat,".Dan "Ini indikasi kalau ada peningkatan ekonomi. Tak mungkin penjualan meningkat tanpa adanya geliat ekonomi. Munculnya sentra ekonomi di pinggir jalan atau infrastruktur yang sudah jadi itu merupakan salah satu bukti,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun