Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Racun Hukum dan Demokrasi Populis

17 Mei 2024   05:05 Diperbarui: 26 Mei 2024   04:56 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perdana Menteri Slovakia Robert Fico mengalami luka tembak dalam percobaan pembunuhan, namun kabarnya akan selamat atau "survive,' menurut wakilnya. Insiden ini terjadi saat Fico menghadiri pertemuan pemerintahannya di kota  Handlova pada hari Rabu 15 Mei kemarin. Fico saat ini dirawat di rumah sakit Banska Bystrica karena menderita luka tembak di perutnya, menurut pernyataan dari dokter Tomas Taraba. Setelah Tomas berjuang untuk menyelamatkan nyawa 59 tahun Perdana Menteri dengan cara mengeluarkan peluru, yang sempat ditembakkan padanya sebanyak 5 kali, dan sudah mengupayakan pemulihannya.

Robert Fico,i seorang populist yang pandai memanfaatkan kekuatan voting rakyatnya yang masih memiliki kenangan nostalgia "indah" di jaman penjajahan Rusia atau pro Rusia, anti Barat, dan anti Amerika. Setelah menguasai voting populasi pro Rusia, akhirnya dia berhasil memenangkan pemilu dengan agenda Pro Rusia (piye isih enak jamanku to?). Atau pemilih Jokowi yang 85% tingkat kepuasannya, maunya tetap terus ikut Jokowi jilid 3, atau bansos diberikan di kandang banteng yang lagi kelaparan, atau kombinasi semua cara menjadi populis?

Beberapa pengikutnya meneriakkan "demokrasi tanpa pistol" Benarkah, seperti kata president Slovakia Peter Pellegrini. Apakah memang pro Rusia akan menyukai demokrasi, mengingat kemenangan Fico juga atas bantuan pasukan cyber Rusia dalam menyebarkan misinformasi. Seperti di partai pro Rusia Hungaria dibawah Viktor Orban setelah menang, sekarang ini berubah membenci demokrasi, yang jelas menang setelah melalui proses pemilu yang demokratis.

Lain lagi menurut para wartawan seperti kata Gabor Czimer dari media Ujszo, bahwa ada 2 partai besar. Yang satu pro Rusia dan lainnya maunya ikut EU. Sekalinya pro Rusia menang yang separo lagi akan segera dipreteli dan menjadi tinggal 5%-10% saja. Pada dasarnya sejak dulu memang perimbangannya selalu 50-50 pada saat setiap kali partai yang moderat menang pemilu. Mereka percaya bahwa demokrasi harus menghargai oposisi dan mereka itu prodemokrasi yang tidak mengganggu oposisi atau menghambat oposisi misalnya dengan menghambat pemilih dengan birokrasi atau Gerrymandering, atau dengan trik trik kotor lainnya. Dan buktinya oposisi bisa tetap antara 40%-50% atau kelihatan sangat fair. 

Diperkirakan penembakan sampai menghabiskan 5 butir peluru memang disengaja, tidak seperti kalau hanya 1 peluru yang mungkin bisa saja tidak sengaja atau cuma mengancam atau menakuti saja. Dan untungnya menurut versi Jawa yang pokoknya untung melulu, bahwa si penembak sudah berhasil diringkus oleh pihak yang berwajib. Modus atau mens rea atau artinya "guilty mind" menurut polisi adalah kekecewaan politik, ternyata dipikirnya Fico sudah tidak mendukung Rusia lagi mengingat kedekatan Fico dengan semua petinggi EU walaupun dia adalah founder the Smer party. Partai ini sangat aneh, awalnya sayap kiri karena Fico belajar sampai jadi ahli human rights. Terakhir dia mengubah partai Smer ini menjadi sayap kanan atau populis.

Coba kita bayangkan kalau pro EU yang menang, diperkirakan tidak mungkin oposisi ditekan menjadi 5% secara demokratis, karena dalam periode selanjutnya akan tetap separuh jumlahnya atau 50-50. Bukannya ini cerita mirip punya kita. Kita berpikir kalau demokrasi akan tetap pada perimbangan kekuatan 50-50 tetapi nyatanya kalau yang radikal dan serba curang menang. Mungkinkah semua negara tidak mengikuti fenomena siklus seperti di Hungaria, Rusia, Venezuela dan Iran? Kita berfikir yah sudah kita memang sudah kalah, ayo move on dan mendukung pemerintah yang baru! 


Jangan salah, untuk menjamin kemenangan berikutnya kubu radikal akan berusaha curang, misalnya mulai merekonstruksi demokrasi yang harus bisa mendukung kemenangan telak mereka. Atau menurut kita, itu adalah usaha mereduksi kadar demokrasi, menjadi anti demokrasi. Seperti paradox of law yang "anti law" (The New Absurdity Doctrine), sepertinya bisa ditarik garis padanannya dengan paradox of democracy.  Caranya, seperti mengubah undang undang MA supaya makin radikal. Bagaimana dengan usaha yang sia sia yaitu usaha untuk move-on. Mungkinkah kita menyerah dan mengikuti scenario move-on, dan berharap semuanya akan sama atau equilibrium? Menurut pattern dan trending di dunia tidaklah demikian hasilnya, karena rata rata negara yang move on sudah terlanjur dan benar2 tidak ketulungan lagi. 

Mengapa kita tidak berpikir bahwa demokrasi itu harus diperjuangkan mati matian seperti kedaulatan RI, dengan korban pahlawan yang bergaris garis dan berkolom kolom di taman makam pahlawan? Kemerdekaan dan demokrasi adalah proses yang tidak pernah berhenti, persis seperti naik turunnya roda kehidupan yang selalu berputar dan evolve. Di Pihak pembela demokrasi tetap saja mengupayakan cara untuk menarik dan mengarahkan pada demokrasi yang sehat dan baik untuk semua oleh semua dan dari semua rakyatnya. Dan sebaliknya dipihak anti demokrasi yang masih ada di dalam kerangka negara demokrasi tetap saja mendapatkan tempat yang bersahaja bersama para pembela demokrasi, dan tetap menjual obat2 kediktatoran, fascism, diskriminasi dan tipuan indah, misinformasi dan propaganda oligarki.

Di jaman atau era Rekiplik, kita mungkin bisa move on dan periode pemilu selanjutnya kita bisa kampanye lagi dan kemungkinan bisa menang, tetapi sekarang sudah jaman IKN yang penuh dengan intrik, sandera korupsi, sandera bisnis, iming2 kursi dewan atau menteri dan pembagian kue kemenangan seperti hak hutan, hak tambang dan hak yang sama sekali tidak asasi lainnya. Belum perlombaan siapa yang paling pintar dan gencar membohongi rakyat yang sekarang menjadi trend juga seperti ada Sirekap atau hukum acara persidangan MK yang ditekuk tekuk seperti kreativitas membuat seni kertas dari jepang bernama origami saja.

Benarkah semua oposisi sudah mulai mengantisipasi dan memikirkan cara santun berdemokrasi lainnya yang mungkin bisa membatasi KKN dan segala macam korupsi lainnya dengan cara legal? Repotnya negara hukum yang maunya serba legal tetapi selalu tidak pernah lurus dan pasti berkelok kelok terus. Benarkah kita ini atau dunia ini sudah benar benar mengenal arti negara hukum? Mungkin mengerti apa itu negara Hukum, tetapi apakah hati dan semangat patriot bangsa yang mengedepankan etika masih berbicara di relung2 hati kita? Atau bagaimana cara memenangkan kelompok saya saja, saudara saya saja, temen business saya, group business saya. 

Tidak seperti ratu Sima dari Kalingga yang konon tidak pandang bulu dalam menegakkan negara hukumnya dan menghukum anaknya sendiri yang melanggar hukum, walaupun anaknya sendiri adalah seorang Pangeran. Bukan berarti kita mau dipimpin oleh Ratu Sima karena masyarakatnya waktu itu masih terbelakang. Oleh karena itu, pada saat ini kita hanya jadi malu, kok ada hukum yang tidak tumpul di tahun 600an, terus apa kemajuannya setelah itu tentang penegakan hukum yang konon tidak KKN atau tidak pandang bulu? Masih perlukah kita direformasi lagi diset balik tahun 600 atau tahun 1998, mau memilih mana? Atau masih mau memilih membuat reformasi etika, anti KKN dan anti korupsi di tahun 2024 atau 2025 nanti yang jauh lebih tegak lurus dalam menegakkan hukum?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun