Hari kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober lahir dari pengalaman kelam bangsa -- peristiwa G30S/PKI -- yang mengancam sendi-sendi kenegaraan dan memicu upaya mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Peringatan ini bukan sekadar mengenang tragedi, melainkan penegasan bahwa Pancasila harus terus dipelihara sebagai pemersatu dan pegangan dalam tata kehidupan berbangsa.
Sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila terbukti memiliki daya tahan historis dan fleksibilitas normatif. Konsep Pancasila sebagai "ideologi terbuka" memungkinkan nilai-nilainya beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi -- Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, meski diterpa berbagai arus ideologi dan tantangan modern seperti disinformasi serta fragmentasi sosial, kedudukan Pancasila tetap menjadi rujukan utama dalam pembentukan kebijakan dan aturan bernegara. Â
Makna "kesaktian" Pancasila lebih dari simbolis ritual. Kesaktian di sini bisa dimaknai sebagai kekuatan nilai yang bekerja di ranah morah, sosial, dan politik -- yaitu kemampuan Pancasila untuk menyatukan perbedaan dan menyediakan kompas etis bagi perilaku kolektif. Pancasila menjadi sumber orientasi dalam menyelesaikan konflik, merawat toleransi, dan menjaga prinsip keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa. Pemaknaan ini relevan ketika masyarakat menghadapi tantangan pluralisme dan perubahan cepat gaya hidup.
Relevansi Hari Kesaktian Pancasila hari ini terlihat pada kebutuhan memperkuat literasi nilai -- terutama kepada generasi muda yang hidup di era digital. Peringatan 1 Oktober seharusnya tidak sekadar seremonial; ia menjadi momen refleksi kolektif untuk menanyakan: bagaimana nilai Pancasila diintegrasikan dalam praktik sehari-hari? Banyak pihak, termasuk praktisi dan akademisi, menekankan bahwa pengalaman sila-sila Pancasila harus nyata dalam sikap dan tindakan warga -- dari kebijakan publik hingga interaksi antarwarga.
Jembatan antara nilai Pancasila dan ketangguhan karakter bangsa terletak pada pembiasaan kebajikan kecil di kehidupan sehari-hari. Kesaktian nilai-nilai Pancasila baru dapat terwujud bila warga menghidupkan sila-sila tersebut lewat disiplin, toleransi, tanggung jawab, dan solidaritas dalam rutinitas: bangun pagi dengan niat produktif, memilih informasi yang mencerahkan, menanggapi perbedaan dengan bijak, serta menghormati sesama tanpa memandang status. Pengalaman berulang atas kebiasaan-kebiasaan sederhana itulah yang membentuk karakter kolektif tangguh -- sesuatu yang lebih tahan uji daripada slogan semata.
Kesimpulannya, Pancasila tetap "sakti" bukan karena retorika sejarah, melainkan karena kemampuannya menjadi pedoman hidup yang hidup ketika dirawat setiap hari. Hari Kesaktian Pancasila menjadi pengingat agar nilai-nilai bangsa tidak hanya diperingati, tetapi dihidupi -- dari tingkat rumah tangga hingga kebijakan negara -- sehingga ketangguhan karakter bangsa semakin kokoh menjawab tantangan masa depan.
Glosariuam:
- Disinformasi adalah informasi keliru yang sengaja disebarluaskan dengan niat untuk menyesatkan atau memanipulasi orang banyak. (Sumber: https://tinyurl.com/prfxb5k8)
Fragmentasi sosial adalah kondisi dimana ikatan, kohesi, dan nilai-nilai bersama dalam  suata komunitas melemah atau hancur, menyebabkan masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang terisolasi berdasarkan perbedaan seperti ekonomi, etnis, budaya, atau ideologi. (Sumber: https://tinyurl.com/2abdzjed)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI