Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Sekolah Kami Menanamkan Rasa Empati

8 Juni 2023   14:07 Diperbarui: 8 Juni 2023   14:14 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dua murid kami, Reza dan Rido, berjalan mengikuti langkah Pak Ade, orang tua angkat mereka. Bertiga menuju kebun di ujung desa. Mereka berencana menyiangi ladang yang ditanami jagung. Tiba di tempat, keduanya langsung mengayunkan arit serta golok. Mereka membabat "semak-semak" pengganggu. Sebelum berlanjut, Pak Ade berkata, "Kalian berdua cukup membabat rumput. Tanaman yang merambat itu pohon kacang panjang, bukan semak belukar." Keduanya bertatapan dan tersenyum. Mereka memohon maaf karena ketidak tahuan mereka akan jenis tanaman yang ada di kebun milik Pak Ade.

Lain lagi pengalaman Maulana Ali. Pada hari ke dua kegiatan ia bermandi (maaf) kotoran ternak. Saat itu ia berniat menjalankan arahan Pak Wahdi, orang tua angkatnya. Sebelum pergi mencari rumput, bapak menugasinya untuk membersihkan kandang domba. Kandang itu mesti sering dibersihkan agar ternak mereka terhindar dari penyakit mulut dan kuku, penyakit yang sangat ditakuti oleh para peternak.

Maulana bekerja dengan sungguh-sungguh. Ia menggerakan pacul bergagang panjang menyisir seluruh sisi kandang. Ia mengumpulkannya di belakang kandang. Menyatukannya dengan gunungan kotoran yang telah ada. Usai urusan kandang, ia beralih membersihkan kotoran berupa sampah dan rumput kering di kolong rumah Pak Wahdi. Di tengah keasyikannya bekerja, bapak datang dengan memikul rumput yang masih segar.

Menanam ubi (dok. Smuth official)
Menanam ubi (dok. Smuth official)

"Sudah cukup, Nak Maul. Biar bapak dan Ujang yang membersihkan kolong rumah!"

"Enggak apa-apa, Pak. Nanggung, mumpung badan penuh kotoran, hehehe."

Menghibur Warga

Kegiatan berkhidmat, membantu meringankan pekerjaan orang tua angkat dijalani setiap hari. Diawali saat matahari baru menyingsing di pagi hari. Berakhir tepat di tengah hari, saat sang surya berada tepat di atas ubun-ubun. Pemilihan waktu bekerja ini jamak dijalani warga desa secara turun temurun.

Saat adzan dzuhur berkumandang dari pengeras suara masjid, mereka menyudahi pekerjaannya. Warga desa menepi dari kebun, ladang, dan sawah. Mereka membuka bekal makan siang yang dipersiapkan dari rumah. Makan siang bersama di atas saung atau di bawah pohon yang rindang. Usai bersantap, mereka kembali ke rumah.

Jam kerja setengah hari terasa tak biasa bagi kita yang biasa bekerja penuh sampai sore. Namun warga merasa ritme kerja mereka memang demikian. Mereka telah menemukan kenyamanan dan keseimbangan. Setengah hari yang tersisa, mereka isi di tempat tinggal, bersama warga yang lain. Mereka jalani dengan kegiatan olah raga atau kegiatan usaha yang lain semisal membuka warung makanan kecil.

Keriangan sore hari (dok. Smuth official)
Keriangan sore hari (dok. Smuth official)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun