Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Sekolah Kami Menanamkan Rasa Empati

8 Juni 2023   14:07 Diperbarui: 8 Juni 2023   14:14 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak lama kami sampai di tujuan. Kami tiba di "serambi" kampung. Sejenak kami singgah di rumah warga yang dituakan, rumah Pak RW. Kami diterima dengan hangat. Beberapa warga yang kami titipi murid turut hadir. Kami berbincang dan beramah-tamah. Hidangan jagung rebus dan kacang tanah disuguhkan beserta kopi hangat yang begitu legit.

Berpose bersama
Berpose bersama "orang tua angkat" (dok. Smuth official)

Dalam kesempatan itu kami memperkenalkan para murid yang akan ikut menginap di rumah-rumah warga. Kami pertemukan sejumlah tiga puluh murid dengan bakal orang tua angkat mereka. Mereka saling memperkenalkan diri. Sebagian warga tidak begitu lancar berbicara dalam Bahasa Indonesia, namun hal ini tidak menjadi hambatan. Murid-murid kami tampaknya dapat memahami komunikasi diantara mereka walau diselipi kata-kata Bahasa Sunda.

Setelah pertemuan itu, para murid pergi menuju tempatnya masing-masing. Mereka berjalan bersama para orang tua angkat. Dengan menjinjing tas besar atau ransel mereka mengikuti langkah ibu atau bapak. Letak rumah yang dituju berpencar-pencar. Beberapa rumah terletak tak jauh dari rumah Pak RW, sebagian besar yang lain sedikit jauh. Ada di antara rumah itu yang berdiri di tengah sawah. Menuju ke sana harus melewati pematang sawah yang cukup panjang.

Sebagai orang baru yang datang bertandang tak pelak kehadiran kami mengundang perhatian. Warga yang kami temui menyapa ramah dengan raut muka mengandung tanya. Siapa gerangan kami yang berbondong-bondong memasuki lingkungan tempat tinggal mereka. Para orang tua angkat memahami hal ini, mereka tak bosan-bosan memperkenalkan kami.

Di tempat tinggal baru, kami disambut embik suara kambing dan domba. Beberapa rumah memelihara hewan peliharaan ini. Mereka menjadikannya sebagai asset kekayaan yang sewaktu-waktu dijual bila harganya bagus. Atau dielus-elus sebagai jagoan dan diikutkan dalam kontes adu domba atau domba hias yang didakan secara berkala.

Ada pula yang disambut dengan lenguhan suara sapi. Kampung Sukamaju juga dikenal sebagai penghasil susu sapi bermutu tinggi. Banyak warga yang memelihara sapi perah di belakang rumah mereka. Dari yang memelihara satu atau dua ekor sampai belasan. Aroma pakan serta limbah kotoran ternak seketika telah akrab dengan indra penciuman kami.

Turun ke Sawah

Udara pagi yang bersih terasa dingin bagi kami. Kami betah berlama-lama berdiam diri dekat dapur. Di sana terdapat tungku kayu bakar yang hangat. Bapak dan ibu berkali-kali melarang para murid mendekati tempat memasak itu, namun kami berkeras untuk turun ke dapur. Mempersiapkan makanan untuk sarapan semua anggota keluarga. Berada di dapur sejenak mengusir hawa dingin yang memeluk tubuh.

Usai sarapan bapak dan ibu pergi ke ladang, sawah atau kebun. Mengenakan sepatu boot, topi caping, dan baju berlapis sebagai pelindung terpaan angin dan sinar matahari . Ada yang berjalan kaki memanggul cangkul serta perabot berkebun yang lain. Ada pula yang mengendarai sepeda motor menuju tanah garapan. Banyak warga yang memiliki tempat mencari nafkah itu di kampung atau desa tetangga.

Menuju ladang (dok. Smuth official)
Menuju ladang (dok. Smuth official)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun