Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... pemerhati literasi dan dinamika publik

Berkreasi di Gramasurya, sebuah entitas profesional yang memadukan expertise dalam bidang percetakan dengan visi penerbitan digital. Selalu tertarik dalam semesta Teknologi Informasi dan peran di lembaga pustaka dan informasi dengan ber ikhtiar mengembangkan literasi digital, bertujuan menciptakan masyarakat Indonesia yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga cerdas dan bijak dalam memanfaatkannya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Peta Jalan Respons Negara, dari Ruang Gawat Darurat ke Arsitektur Baru Ketenagakerjaan

3 September 2025   22:39 Diperbarui: 5 September 2025   07:38 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Demo menolak PHK massal. (KOMPAS/Priyambodo)

Setelah pasien stabil dan pendarahan berhenti, kita memasuki babak kedua: intervensi kebijakan di ruang perawatan. Fase yang membentang hingga 18 bulan ke depan ini adalah tentang penyembuhan dan penguatan. 

Fokusnya bergeser dari sekadar bertahan hidup menjadi membangun kembali daya tahan. Di sini, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang ada harus ditransformasi secara radikal. JKP tak boleh lagi sekadar menjadi "uang kaget" sementara, melainkan sebuah "jembatan karier". Setiap rupiah yang diterima harus terkait dengan kewajiban dan fasilitas untuk meningkatkan keterampilan melalui pelatihan yang relevan dengan pasar kerja masa depan. 

Pada saat yang sama, pemerintah perlu merancang insentif fiskal yang cerdas, memberikan penghargaan berupa potongan pajak signifikan bagi perusahaan yang berinvestasi pada tenaga kerja permanen. 

Di sisi legislatif, inilah saatnya DPR meningkatkan perannya dari sekadar pengawas menjadi penyelidik melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Perburuhan. Pansus ini memiliki taring untuk membongkar akar masalah secara sistemik dan mengevaluasi dampak nyata dari regulasi yang ada, terutama UU Cipta Kerja. 

Lebih dari itu, DPR harus menggunakan senjata pamungkasnya, yakni fungsi anggaran, untuk "mengunci" alokasi dana bagi program-program pro-pekerja, menjadikannya alat tawar politik yang kuat untuk mendorong reformasi.

Namun, semua tindakan itu pada akhirnya hanya akan menyembuhkan luka lama. Babak ketiga, dan yang paling menentukan, adalah keberanian untuk membangun arsitektur baru. 

Ini adalah tentang visi jangka panjang, sebuah lompatan pemikiran untuk keluar dari siklus krisis yang terus berulang. Gagasan konvensional harus kita tinggalkan. Bayangkan sebuah Dana Pesangon Nasional (DPN), sebuah kantong bersama yang diisi dari iuran kecil setiap perusahaan. 

Mekanisme ini memindahkan beban pesangon yang berat dari pundak satu perusahaan ke sebuah sistem gotong royong nasional, memberikan kepastian bagi pekerja dan prediktabilitas bagi dunia usaha.

Lebih jauh lagi, kita perlu mendobrak dikotomi usang antara fleksibilitas dan keamanan. Indonesia bisa mengadopsi model "Fleksibilitas Terproteksi" (Flexicurity), di mana kemudahan rekrutmen bagi perusahaan diimbangi dengan jaring pengaman sosial yang luar biasa kuat dari negara: tunjangan pengangguran yang layak, pelatihan ulang yang intensif, dan bantuan penempatan kerja yang proaktif. 

Terakhir, mari gunakan kekuatan pasar untuk mendorong kebaikan melalui skema Sertifikasi "Perusahaan Berbudaya Kerja Adil". Perusahaan yang terbukti memperlakukan pekerjanya dengan hormat dan adil akan mendapat "karpet hijau"---prioritas dalam tender pemerintah dan insentif pajak. Ini mengubah kepatuhan dari sekadar kewajiban menjadi sebuah keunggulan kompetitif.

Pada akhirnya, tuntutan rakyat ini adalah sebuah undangan untuk refleksi dalam Mencegah PHK Massal. Apakah kita ingin terus menambal sebuah rumah yang rapuh setiap kali badai datang, atau kita memiliki keberanian kolektif untuk membangun sebuah rumah baru yang lebih kokoh, adil, dan manusiawi bagi seluruh penghuninya. Jawabannya akan menentukan wajah ketenagakerjaan dan keadilan sosial Indonesia di dekade-dekade mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun