Mohon tunggu...
ivan hanafi
ivan hanafi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan Tidak Dapat Ditinggalkan

7 Juli 2016   08:58 Diperbarui: 7 Juli 2016   09:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu saya diberi perntanyaan teman saya mengejutkan. Dengan awal dia meminjam buku-buku saya “zarathustra” karya Nietzche. Pernyataan tersebut begini, apakah saya harus meninggalkan Tuhan jika ingin memahami filsafat ?!. dan dengan nada bercanda saya jawab tinggalkan saja apa susahnya. Selanjutnya, Beberapa tahun yang lalu, salah satu kampus di Surabaya sempat membuat geger negeri ini. Dengan pernyataan “Tuhan membusuk” yang ditulis spanduk dan dipegangi mahasiswa-mahasiswa filsafat dalam rangka orientasi pengenalan kampus.

Pokok dari permasalahan tersebut adalah merujuk pada seorang tokoh filsuf bernama nietzche. Nieztche masyhur berkat kartanya yang fenomenal tentang “kematian Tuhan”. Pernyataan ini dalam anggapan agamawan jelas telah kafir atau keluar dari agama. Dan memang lumayan berbahaya untuk mempercayai begitu saja pernyataan Nietzche ini.

Istilah-istilah semacam ini saat ini sangat banyak diungkapkan oleh banyak kelompok. Semisal dalam kasus orientasi pengenalan kampus tadi, dalam lirik-lirik lagu underground, dan tentu kaum sainstis yang freethinker (ateis). Banyak cara yang dilakukan untuk memahami istilah-istilah tersebut. Semisal dengan memahami keseluruhan tentang teks-teks aslinya atau mencari makna dibalik pernyataan tersebut.

Nietzche dengan pernyataan Tuhan telah Mati sebagai pernyataan yang memiliki arti dalam. Nieztche dikenal dengan seorang filsuf aforisme dalam karya-karyanya. Karena pernyataannya yang berupa bait-bait, maka perlu diinterpretasikan lebih jauh lagi. Selain bandel dalam menulis, nieztche sering berganti-ganti topik dalam karyanya. Perasaan yang memberontak terhadap semua sistem sosial, tatanan filosofis maupun Tuhan. Dan tidak lepas dari itu semua Tuhan menjadi sasarannya.

Dimasa-masa Nietzche hidup sekitar abad 18, dengan perkembangan rasional yang tinggi dan dengan perkembangan sains yang cepat pula. Akhirnya masyarakat mulai meninggalkan agama, semua yang berbau agama mulai dirasionalkan. Mistisme mulai ditolak karena telah hadir akal yang mampu menjawab segala pertanyaan peradaban. Dan tidak heran pula Tuhan menjadi sesuatu yang asing dalam kehidupan.

Akhirnya kasus tersebut yang membuat Nietzche menyatakan yang mengerikan dalam bait kematian Tuhan. Sebenarnya yang dimaksud Tuhan dalam karyanya Nietzche adalah nilai-nilai religius dalam diri manusia telah hilang dan digantikan dengan rasional yang tinggi.

Semangat rasional ini digagas pada abad 16 oleh seorang filsuf bernama Descrates dengan semboyan “cogito ergo sum” saya berfikir maka saya ada. Dengan itu pula Comte memunculkan paham positivistik yang mengedepankan pada perhitungan matematis. Sedang Tuhan adalah sesuatu yang transenden, abtrak, tidak terjangkau oleh nalar, sesuatau yang diluar jangkauan keangkaan, sesuatu yang berada pada posisi keyakinan bukan pada posisi empiris sebagaimana alam dan manusia.

Lantas, bagaimana dengan kasus mahasiswa yang memegang spanduk bertulisan “Tuhan membusuk” ?. Pernyataan Tuhan membusuk ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Nietzche yang menyatakan Tuhan telah mati. Tuhan dalam kasus tersebut berarti Tuhan yang kecil, bukan Tuhan yang Akbar ataupun Tuhan yang Esa. Saya rasa ini dilakukan untuk mengkritik nilai religius masyarakat yang mulai luntur.

Namun, pernyataan seperti ini sangat tidak wajar. Dengan kekhawatiran yang multi tafsir oleh masyarakat awam maka hendaknya pernyataan seperti ini tidak perlu dikeluarkan dalam forum publik. Jika dalam forum diskusi ilmiah hal ini sah dilakukan dan memang harus dilakukan untuk saling memahami pemahaman masing-masing. Dalam lingkup publik seperti ini banyak yang mengartikan salah dengan pernyataan tersebut. Hal ini jelas jika siapapun tidak dapat memahaminya jika tidak belajar filsafat ataupun belajar filsafat hanya setengah-setengah.

Kembali ke pokok permasalahan yang awal tadi, apakah harus meninggalkan Tuhan untuk membaca filsafat seperti halnya Nietzche yang telah meninggalkan Tuhannya?.

Menurut saya, dengan memahami Nietzche secara mendalam bukan berarti harus meninggalkan Tuhan. Tuhan sendiri ditemukan Nietzche dalam pencarian atau pengelanaanya. Nietzche tidak ateis sebagaimana yang dibayangkan. Nietzche sangat mendewakan Deonisos, yaitu dewa yang di include ke dalam jajaran dewa-dewa Yunani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun