Mohon tunggu...
Nur Azmiel
Nur Azmiel Mohon Tunggu... Bidan - student

nothing

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Deskripsi Diri Sendiri

4 April 2022   14:24 Diperbarui: 4 April 2022   15:01 3709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Surabaya

Kamis 04 April 2022

ESSAY TENTANG DIRI SENDIRI

Nama lengkap saya Nur Azmiel biasanya orangtua saya memanggil Azmiel. Saya memiliki berbagai macam nama panggilan karena menurut teman-teman saya nama Azmiel cukup sulit dan rumit untuk diucapkan, jadi mereka ada yang memanggil Asmil, Miel, Jemil, Mimil, Kemil dan masih banyak panggilan-panggilan unik lainnya. Saya kurang tau pasti arti nama yang diberikan oleh orang tua saya. 

Namun, seiring dengan berjalannya waktu saya mulai mengerti bahwa arti dari Nur yaitu “cahaya” lalu spade suatu hari ketika saya membaca Al- Qur’an, saya menemukan kata Azmil yang berarti “penting” jadi dari situlah saya menyimpulkan bahwa arti dari Nur Azmiel yaitu “cahaya yang penting”. Kata kebanyakan orang, nama adalah doa. Semoga saya bisa menjadi seperti nama saya yaitu cahaya yang penting, bisa menjadi cahaya penting yang bisa berguna dan bermanfaat bagi orang-orang disekitar saya. Aamiin…

Saya lahir di kota Surabaya pada tanggal 30 April 2002. Dan sampai sekarang saya menetap di Surabaya. Ayah saya asli orang Surabaya sedangkan ibu saya berasal dari kota tetangga yaitu Mojokerto, cukup dekat jadi ketika lebaran saya tidak pernah mudik seperti yang kebanyakan orang lakukan. 

Sebenarnya saya sendiri pun ingin merasakan bagaimana rasanya mudik yang jauh. Saya terlahir sebagai anak ke 5 atau anak terakhir dalam keluarga saya. Saya sangat bersyukur menjadi anak terakhir, karena mendapat banyak sekali limpahan kasih sayang dari kakak-kakak dan yang pasti kedua orang tua saya juga menyayangi saya.

Semasa kecil orang-orang menilai saya sebagai anak yang aktif dan pandai meskipun saya sendiri pun tak tau saya pandai apa. Lalu pada suatu saat saya melihat beberapa anak se usia saya berjalan dengan memakai seragam yang sama dan memakai sepatu serta membawa tas yang lucu. Kata ibu saya, mereka pulang dari sekolah. Mendengar hal itu saya penasaran apa itu sekolah dan apa saja hal-hal yang ada dalam sekolah. Lalu ibu saya pun menawarkan apakah saya ingin sekolah seperti mereka juga, lalu saya pun menjawab dengan girang jika saya ingin sekali sekolah seperti mereka.

Tak lama kemudian, tahun ajaran baru pun tiba, dan ibu saya segera mendaftarkan saya ke Taman Kanak-kanak (TK). Ketika hari pertama sekolah, saya sangat senang sekali karena saya mendapat tas baru, sepatu baru, seragam baru, alat tulis baru, dan yang paling menyenangkan saya punya teman baru, saya jadi bisa bermain dengan mereka. Saya pun bertemu dengan seseorang yang dijuluki sebagai “guru”. 

Ternyata di sekolah, saya tidak hanya bermain, saya pun bisa belajar, mulai dari belajar menulis, membaca, menghitung, menggambar dan mewarnai. Hal yang paling saya suka ketika Taman Kanak-kanak yaitu mewarnai, karena dengan warna saya bisa mengubah kertas putih yang polos menjadi lembaran penuh warna yang menarik dan lucu. Tetapi saya tidak suka menggambar, karena itu rumit dan sering membuat saya jengkel.

Hari-hari saya lewati dengan senang hingga tiba saatnya saya memasuki jenjang yang lebih tinggi setelah Taman Kanak-kanak yaitu Sekolah Dasar (SD). Pada saat jenjang SD saya masih dikenal sebagai anak yang ceria, aktif dan pandai. Disini saya menjumpai hal yang lebih banyak lagi, seperti membuat kerajinan tangan dari berbagai macam bahan bekas yang dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang menarik, belajar bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Inggris. 

Pada saai itu saya sangat suka dengan pelajaran bahasa, karena menurut saya bahasa itu unik, asik, dan menyenangkan. Namun saya sangat tidak suka dengan angka, karena menurut saya angka itu rumit dan sulit.

6 tahun telah berlalu, saya pun telah menyelesaikan jenjang SD dengan baik dan lancar. Kini saatnya saya beranjak ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP).  

Tak seperti pada waktu TK dan SD, pada jenjang ini saya mulai kehilangan semangat belajar, ingin sekali rasanya saya memutus untuk tidak sekolah, tetapi saya selalu teringat kata-kata “jika kau tak mampu menahan susahnya belajar,  maka kau harus sanggup menerima perihnya kebodohan”  dan “ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya” dari situ saya tersadar jika suatu saat nanti saya akan menjadi ibu dan saya yang akan menjadi madrasah atau sumber ilmu pertama bagi anak-anak saya, jika saya sendiri tidak bisa, lalu bagaimana cara saya mengajarkan anak saya untuk bisa. Jadi saya tetap belajar walaupun tak jarang saya belajar sambil menangis.

 Pada jenjang SMP ini, saya tak lagi dikenal sebagai anak yang ceria, aktif dan pandai. Tetapi sebaliknya saya terkenal sebagai anak yang pendiam, introvert, jarang bergaul dan jarang bersosialisasi. Entahlah saya tidak terlalu peduli dengan tanggapan orang terhadap saya, tetapi yang pasti dengan sikap yang seperti itu, saya menjadi lebih tenang dan enjoy untuk menjalani hari demi hari.sha

Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa saya sudah selesai menempuh jenjang SMP dan akan melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun di jenjang ini saya memilih sesuatu yang berbeda yaitu saya memilih untuk belajar di pondok pesantren. Saya memilih Pondok Pesantren Manba’ul Hikam yang terletak di desa Putat, Tanggulangin, Sidoarjo. 

Karena menurut saya pondoknya sudah bagus, memiliki sekolah yang sudah terakreditasi A dan letaknya juga tak seberapa jauh dari rumah saya sehingga memudahkan keluarga untuk menjenguk saya. Pada saat pertama kali hidup di pesantren cukup menyenangkan karena saya banyak bertemu teman-teman dari berbagai macam daerah dan tentunya berbagai macam bahasa dan dialek. 

Namun di hari-hari berikutnya saya mulai merasa tidak betah berasa disitu karena di pondok pesantren sangat jauh berbeda dengan dirumah. Yang awalnya mandi dengan air yang selalu ada dan tanpa mengantri, kini mandi harus mengantri dan terkadang jika sediaan air habis harus mengambil di sumur terlebih dahulu untuk mandi, makan yang awalnya mengambil sendiri dengan lauk pauk semaunya, kini harus mengantri untuk mengambil makanan dan memakan menu yang sudah disediakan disana, waktu istirahat yang cukup banyak menjadi kebih sedikit dikarenakan padatnya kegiatan dipondok pesantren.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, hingga kini saya sudah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren, tahun berikutnya saya mengabdi di pondok tersebut dengan menjadi pengurus asrama. Tahun berikutnya saya berpamitan untuk pulang dan melanjutkan pendidikan berikutnya yaitu bangku perguruan tinggi. Atas kehendak dan ridho-Nya, saya diterima di program studi yang saya inginkan yaitu Kebidanan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Cukup demikian cerita tentang diri saya yang sebenarnya banyak saya singkat, karena saya menganggap tak semua hal tentang diri saya bisa dibagikan dengan khalayak luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun