Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Membaca Buku Cita-Cita Titik Dua Petani!

6 Maret 2023   08:40 Diperbarui: 6 Maret 2023   09:38 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Mereka bertiga menjadi sahabat. Di antara mereka tercipta suasana saling memahami. Penulis menggambarkan percakapan sederhana ala remaja. Tapi apa benar remaja seusia Tama bisa memiliki keinginan sangat kuat seperti yang digambarkan penulis? Saya percaya tekad keras seorang remaja yang terobsesi pada satu hal setelah mendengar pengakuan Dian Sastro pada satu podcast, bercerita anaknya yang lebih perfeksionis darinya dalam satu hal dan anaknya baru berusia 12 tahun. 

Kemudian ketiga berlibur ke desa tempat keluarga Tama tinggal. Di sanalah digambarkan kehidupan keluarga petani yang produktif dan sangat menyenangkan. Penulis memperkenalkan jenis-jenis makanan di desa dan cara mengolah bahan makanan. Nasi tiwul, singkong, keripik ubi, kentang rebus, teh jahe, sayur pecal, tempe tahu, krupuk dan makanan sehat ala desa. Pengalaman minum dari kendi. Mandi dengan air sumur dan cara menarik air dari dalam sumur. WC jongkok, tidur beratap langit, naik sepeda ontel. Tidur lebih cepat, listrik padam malam hari, belajar di siang hari saat matahari terang agar hemat lampu. Sebuah penggambaran kehidupan desa yang luwes.

Mereka belajar menanam padi. Dimulai dari menyiapkan lahan, cara menanam bibir, bibit padi yang ditransplantasi alias ditandur, jarak tanam, kondisi tanah yang cocok untuk pagi, penyiangan, asupan organik. Tidak menggunakan pupuk kimia. 

Pelajaran memasak tiwul, pelajaran memilih benih padi yang sehat, membuat pupuk kompos. Tulisan yang disertai gambar ilustrasi padi dan sawah dan suasana cukup memudahkan dan menarik pembaca untuk memahami cerita. 

Dan, peristiwa sepatu Tama yang bolong. Itu cara penulis mempertanyakan institusi sekolah yang lebih mementingkan standardisasi daripada memahami satu per satu siswa dan kebutuhan berdasarkan apa yang dilihat dan logis. Bagaimana akhirnya Tama memberi kesadaran baru bagi kawan-kawan tentang seorang petani dan akhirnya guru-guru melihat kembali kebijakan-kebijakan sekolah.  

Kanti menyelesaikan satu per satu cita-cita dengan baik. Dalam rangka mempermanis dinamika cerita, antara Menik dan Randy dan Tama dibuat semacam cinta segitiga. Akhir cerita yang tampaknya akan bersambung ke buku berikutnya.   

*

Kisah siswa SD yang kedapatan bunuh diri karena tertekan tugas sekolah, pernah kita baca di media koran. Kisah siswa korban buli kawan-kawan sekolah, sering pula kita dengar menjadi keseharian curhat ibu-ibu muda. Cerita orangtua yang tidak paham cita-cita anaknya atau orangtua yang memaksakan kehendak kepada anaknya, pun tidak kurang kita dengar. Narasi tentang munculnya komunitas petani modern di kota yang bertani dengan cara yang modern dan hasil yang menjanjikan, pun banyak kita dengar. 

Di pihak lain cerita-cerita suram sudah mendahului. Petani yang mati kutu tak bisa beli pupuk, pemerintah yang tidak berpihak kepada petani, petani yang kehilangan kegairahan dalam bertani akibat puso dan iklim yang berubah, keberadaan tengkulak dan mafia dan seribu cerita sedih lain, makin mengubur cita-cita menjadi petani. Kisah keluarga petani yang kehilangan tanah karena menjualnya untuk ongkos naik haji bertebaran di mana-mana, bukan? 

Semua kisah itu kita temukan di dalam buku menjadi sebuah kesatuan. Selesai membaca buku, saya merenung. Kanti telah selesai memanfaatkan fiksi untuk menyuarakan pesan yang dia ingin sampaikan. Riset mendalam yang dilakukan, pola-pola keluarga yang berubah di masyarakat hari ini, tergambar secara reflektif. Saya mesti berterima kasih kepada penulis yang tidak latah memasukkan unsur agama, yang telah sangat menjerat bangsa ini berpikiran picik dan sektarian. 

Setelah peluncuran buku Kanti dan tim melakukan road show ke-16 kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk berbincang tentang buku dan isu petani dengan komunitas anak muda di kota-kota itu. Cerita-cerita baru yang didapat dari perjalanan itu berkembang menjadi sebuah fakta baru bagi Kanti. Bahwa apa yang ditulisnya di buku adalah juga pengalaman keluarga mereka dan menjadi keprihatinan bersama. Kanti telah menemukan bahan baru bagi tulisannya kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun