Mohon tunggu...
Isyfath
Isyfath Mohon Tunggu... Freelancer - IRT

Ibu Muda mencoba belajar komunikasi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sedekah Suamiku

2 Agustus 2019   12:03 Diperbarui: 3 Agustus 2019   09:39 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi yang cerah Mas Ardi suamiku tengah bersiap-siap berangkat ke kantornya."Bun, Ayah mau kasih uang ke Pak Tononya hari ini. 200ribu cukup ya?" Mas Ardi berencana nyecep ke Pak Tono OB di kantornya yang istrinya akan segera melahirkan."iya yah, lebih cepat lebih bagus, biar bisa di pakai buat tambahan biaya lahiran istrinya" aku menyetujuinya karena membayangkan Pak Tono teman suamiku itu tengah pusing dengan biaya untuk lahiran istrinya. Suamiku pernah cerita kalau gaji temannya itu gak pernah naik-naik selama 11 tahun dia bekerja di kantor itu kecuali baru tahun ini naik setelah ada yang mengkritik, suamiku ini :-D

***

Lembayung senja menyapa, ku sambut kepulangan Mas Ardi dengan senyumnya yang manis tanpa pemanis buatan.
"Bun, Ayah mau cerita.." Mas Ardi tersenyum sumringah namun matanya berkaca-kaca.
"Ada apa sayang seperti tengah terharu begitu?" tanyaku tak sabar ingin segera mendengar ceritanya yang tengah mengelus dan mencium perut buncitku yang ada makhluk mungilnya.
"Tadi waktu Ayah kasih amplop ke Pak Tono, Pak Tono langsung menangis sambil di peluk-peluk ayah, bun.. Pak Tono tanya kenapa di berikan sekarang, Ayah jawab ya biar bisa langsung dipakai karena istri mau lahiran kan perlu biaya segera. Terus Pak Tono bilang "Mas tahu gak? Di dompet saya ini tinggal 10ribu, Mas. Sampai saya bingung mau pinjam ke siapa buat biaya kontrol besok sore. Kalau Mas ada perlu apa-apa Mas suruh saya saja, saya siap bantu Mas. Gitu katanya sambil nangis sama mau meluk lutut Ayah tapi Ayah cegah. Jadi, ayah merasa bahagia sekaligus terharu, bun.. Pak Tono juga mendo'akan kelancaran persalinan bunda.."
Kami berpelukan sambil mengelus-elus perutku, mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan. Meski gaji suamiku sama dengan Pak Tono tapi Mas Ardi memiliki usaha lain di rumah jadi ada uang lebih untuk berbagi dan menabung meski masih belum banyak dan belum stabil.
Alhamdulillah.

***

[Bunda, Ayah mau kasih baju koko sama sarung ya buat Pak Sobari, boleh? Sama beras 5kg juga ya?]
Sebuah pesan WA masuk dari Mas Ardi suamiku yang langsung ku balas iya menyetujui niatnya.
Pak Sobari itu adalah seorang marbot mesjid di komplek perumahan. Suamiku dulu waktu bujangnya pernah jadi marbot mesjid jadi tahu betapa beratnya pekerjaan marbot, apalagi gajinya jauh di bawah UMR. Saya juga dulu waktu masih tinggal sama orangtua pernah bersihin sendiri mesjid di kampung capenya banget apalagi ini marbot selain harus bersih-bersih juga harus standby.
.
"Bun, tadi Ayah ketemu Pak Sobari. Beliau Langsung meluk ayah, senang sekali kelihatannya dan bilang Alhamdulillah katanya bakal bisa pakai baju baru saat lebaran. Terus Ibu Nasi Kuning yang nggak sengaja lihat juga tadi cerita Pak Sobari lari jingkrak-jingkrakan sambil sumringah bilang "Beras, Beras, Alhamdulillah"" cerita suamiku dengan mata berbinar. Aku tersenyum mendengarnya lalu memeluknya, bersyukur memiliki suami yang carean meski kami masih mengontrak dan gajinya pun sama dibawah UMR.

Alhamdulillah setiap bulannya suamiku selalu menyisihkan gajinya untuk berbagi uang atau sembako ke tetangga kami yang jadi tukang sampah, tukang rongsokan, dan marbot mesjid. Hampir setiap hari ngasih nasi bungkus buat Pak Ogah di jalan dekat perumahan.
Meski kadang kamipun ada masanya perlu lebih tapi dia tak pernah mau melewatkan, dia bilang malu sama Allah sudah di kasih nikmat banyak sama Allah. Nikah sudah, umroh sudah, mau punya baby. Saya sebagai istri yang malu karena kadang masih suka merengek dan tidak sabaran kalau butuh sesuatu tapi belum terpenuhi padahal belum urgent. Masih banyak di luaran sana yang rela berlelah-lelah, bertempur dengan sengatan mentari dan gempuran air hujan demi sesuap nasi dan segenggam berlian.
Alhamdulillah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun