Mohon tunggu...
Iswatun Hasanah
Iswatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

If you want to be the best, you have to work more than the rest

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan VS Kemiskinan, Menang Siapa?

15 September 2022   16:24 Diperbarui: 15 September 2022   17:32 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada era abad ke 21, teknologi dan informasi yang ada mengalami perubahan yang luar biasa dalam segala aspek kehidupan, yang mana mengakibatkan cukup signifikannnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan terutama dalam bidang hal pendidikan. Karakteristik pembelajaran yang dilakukan pada abad ke 21 ini, sendiri dilakukan dengan cara mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang efektiv. Yang mana hal ini membuat para siswa untuk lebih berkembang dalam berfikrir kritis, kreatif, kolaborasi, dan inovatif dalam belajar. Sehingga, hal tersebut secara tidak lagsung mengharuskan para siswa untuk memiliki sikap ketrampilan belajar yang baik.

Diketahui bahwa, di Indonesia sendiri tingkat kemiskinan masih tergolong tinggi. Kemiskinan sendiri merupakan ketidakmampuan seseorang dalam mengahadapi kebutuhan sehari-harinya terutama kebutuhan pokok. Kesmiskinan yang masih tinggi di Indonesia ini menyebabkan orang tua memilih enggan untuk meyekolahkan anaknya dengan alasan takut untuk tidak mampu mempenuhi kebutuhan anaknya dalam belajar menempuh pendidikan. Misalnya, buat bayar iuran sekolah, berbelanja seragam, buku, lebih lagi untuk uang saku setiap harinya. Bahkan, banyak anak-anak yang putus sekolah bahkan tidak sekolah karena kurang mampu dalam ekonomi .

Disamping itu juga, para orang tua memiliki anggapan bahwa pendidikan bukan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi, yang mana itu tidak dapat menjamin kehidupan anaknya  yang akan datang khususnya dari perihal segi finansial, oleh karena itu para orang tua lebih setuju anaknya bekerja mencari uang dibanding mengenyam pendidikan. Akibatnya pengetahuan dan pendidikan yang anak mereka peroleh dibawah standar yang mana hal ini berpengaruh pada pola pikir.

Tapi di sisi lain juga, kemiskinan dapat mengakibatkan rendahnya keinginan anak untuk melanjutkan sekolah karena motivasi belajar mereka terhenti karena hambatan ekonomi. Mereka beranggapan apabila mereka bersekolah maka akan lebih memperparah keadaan ekonomi keluarganya, sehingga mereka lebih memutuskan untuk membantu kedua orang tua guna menyanggupi keperluan keluarganya.

Sedangkan, memperoleh pendidikan wajib selama 12 merupakan hak yang seharusnya di berikan kepada anak-anak di Indonesia yang mana ini menjadi fokus tugas Pemerintah seperti halnya yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena apabila pendidikan disalurkan dengan merata kesemua lapisan masyarakat, maka hal tersebut dapat menjadikan alat keberlangsungan suatu bangsa. Untuk mengurangi angka anak putus sekolah dan anak yang tidak bersekolah karena alasan kekurangan ekonomi, maka diperlukannnya sebuah kebijakan yang harus ditetapkan pemerintah dalam menekan angka anak putus sekolah dan tidak sekolah. 

Dalam membuat kebijakan Pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan menerapkan kebijakan kesetaraan dan pemerataan layanan pendidikan untuk semua lapisan warga negara Indonesia dari sabang-merauke. Kemendikbud memberikan bantuan pembiayaan personal siswa ekonomi tidak mampu, sehingga mampu meringankan beban yang seharusnya di pikul orang tua. Bantuan pemerintah ini diharapkan dapat menekan angka anak putus sekolah.

Adapun program bantuan pembiayan personal bagi anak yang kurang mampu yaitu berupa adanya Program Indonesia Pintar melalui Kartu Indonesia Pintar. Kartu ini dibuat untuk anak yang berasal dari keluarga tidak mampu usia 6-21 tahun, pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KIS), yatim piatu, penyandang disabilitas, dan korban bencana alam/musibah. Kartu tersebut diberikan sebagai jaminan anak-anak usia sekolah untuk mendapatkan layanan pendidikan, meringankan biaya pribadi pendidikan, dan mencegah anak untuk putus sekolah akibat hambatan ekonomi.

Program yang ditawaran pemerintah dirasa belum begitu efektif dan mampu membangkitkan motivasi anak untuk melanjutkan sekolah, apabila anak tersebut sudah terlanjur kehilangan semangat motivasi belajarnya. Untuk sebab itu maka dibutuhkan suatu cara untuk membangkitkan lagi motivasi belajar pada anak yang kurang mampu agar mau meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut:

  • Menumbuhkan pemikiran pada diri sendiri bahwa miskin di hari ini bukan berarti akan miskin selamanya

Dalam hal ini pemikiran growth mindset sangat diperlukan. Sebab mereka yang kurang mampu ingin selalu terus berkembang untuk memperbaiki taraf hidup sebelumnya. Misalnya dengan cara belajar baik itu di lingkungan lembaga pendidikan ataupun dilingkungan sekitar. Seperti belajar mengembangkan bakat dan minat, sehingga mereka yang belajar mampu melihat peluang yang menguntungkan.

  • Menanamkan prinsip bahwa hidup adalah persaingan siapa yang akan menjadi terbaik

Hidup itu di ibaratkan seperti perlombaan. Yang mana dari mereka yang bersedia untuk berusaha lebih keras untuk belajar menjadi lebih baik dan apabila memenangkannya maka menjadi yang terbaik. Maka siapapun bagi mereka yang tidak ingin belajar, mereka akan tertinggal dari yang lain. Yang miskin semakin miskin, dan yang kaya akan semakin kaya.

  • Harus adanya peran dukungan dari orang terdekat khusunya orang tua dalam memimgkatkan motivasi belajar anak

Rumah menjadi tempat pertama yang anak kenal, yang mana rumah juga sebagai tempat pertama kali anak memperoleh suatu ilmu kehidupan yang paling dasar, dan orang tua berperan sebagai guru. Oleh karena itu penanaman motivasi belajar  padaanak harus di tanamkan pada diri anak oleh orang tua sejak dini. Namun, saat ini beberapa para orang tua masih belum terlalu paham pentingnya memberikan motivasi belajar kepada anak dan lebih menyerahkan urusan tersebut kepada pihak sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun