Mohon tunggu...
Iswara Rusniady
Iswara Rusniady Mohon Tunggu... Human Resources - Pustakawan

sekedar mencoba berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pisa 2018 : Literasi Membaca Pelajar Indonesia Jeblok, Berada di 10 Besar Terbawah dari 79 Negara

6 Februari 2020   17:56 Diperbarui: 18 September 2020   23:52 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.kemdikbud.go.id

Langkah yang ditempuh Kemendikbud Nadiem Makarim mengubah UN menjadi asesmen kompetensi bukan tanpa alasan, tetapi didasari salah satunya akibat adanya  hasil riset/survai  PISA (Program for international student assessment) program penilaian Internasional, organisasi kerjasama ekonomi dan Pembangunan dan berdasarkan  hasil TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) suatu asosiasi internasional untuk evaluasi prestasi pendidikan (IEA) untuk memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk membandingkan prestasi pendidikan siswa di seluruh dunia.

Sebagimana dijelaskan  Mendikbud, Nadiem Makarim, dalam rapat koordinasi Bersama Dinas Pendidikan provinsi dan Kabupaten/kota se Indonesia di Hotel Bidakara, Rabu  (11/12) " Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS" 

Selanjutnya Nadiem Makarim, seperti saya kutip dari kompas.com menjelaskan "untuk tahun 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya. Jadi 2020, bagi banyak orang tua yang sudah investasi buat anaknya belajar mendapat angka terbaik di UN itu silakan lanjut untuk tahun 2020. Tapi itu hari UN seperti format sekarang diselenggarakan."

Berdasarkan hasil riset PISA (program for international student assessment, yang diselenggarakan organisasi for economic co-operation and development (OECD) setiap tiga tahun sekali. Program PISA ini sebenarnya sudah berlangsung mulai dari tahun 2000 hingga sekarang, Negara Indonesia mulai mengikuti progam PISA sejak  tahun 2001,  PISA tidak hanya memberikan informasi tentang benchmark Pendidikan internasional, tetapi juga sebagai informasi mengenai kelemahan serta kekuatan siswa beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Hasil survai PISA dan TIMSS

Berdasarkan hasil survai PISA 2018,yang saya kutip dari kompas.com yang menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara.  Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah (baca : 69 terbawah) dari 79 negara, yang diperoleh dari kemampuan literasi membaca nilai 371, kemampuan matematika sebesar  nilai 379, sedangkan kemampuan sains  dengan nilai 396.

Kalau melihat dari 3 komponen hasil riset tersebut, kemampuan literasi membaca anak-anak Indonesia sangat rendah (nilai 371) dibandingan literasi matematika (nilai 379), dan literasi sains (396).  

Kemudian  hasil TIMSS (The Trends in International Mathematics and Scince Study) adalah penilaian internasional untuk pengetahuan matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 diseluruh dunia. 

TIMSS ini dikembangkan oleh Asosiasi internasional untuk evaluasi prestasi Pendidikan (IEA) untuk memungkinkan negara-negara berpartisisfasi untuk membandingkan prestasi Pendidikan siswa seluruh dunia. TIMSS sendiri mulai dikelola sejak tahun 1995, dilakukan setiap 4 tahun sekali, sedangkan PISA setiap 3 tahun  sekali. 

Hasil TIMSS tahun 2015, yang dipublikasikan tahun 2016, hasil TIMSS penilaian prestasi siswa   Indonesia di bidang matematika mendapat peringkat 46 dari 51 negara dengan skor 397. Dasar pengukuran TIMSS bidang matematika dan sains sendiri terdiri dari dua domain, yaitu domain isi dan kognitif. 

Domain isi matematika terdiri dari bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Sedangkan domain isi sains terdiri atas biologi, kimia, fisika dan ilmu bumi. Untuk domain kognitif, yakni pengetahuan, penerapan dan penalaran. (kemampuan literasi).

Melihat berdasarkan kedua hasil riset tersebut, PISA dan TIMSS,  ternyata kemampuan literasi membaca yang paling menduduki nilai terendah (371), hal itu artinya anak-anak Indonesia, untuk kemampuan membaca/literasi membaca masih sangat rendah sekali dibandingkan negara lain, urutan ke  69 ( 10 besar terbawah) dari  79 negara yang di teliti/disurvai.  

walaupun program GLS  (Gerakan literasi sekolah) telah dilaksanakan melalui Permendikbud No.23 Tahun 2015,  namun ternyata  hasil GLS , kemampuan literasi  pelajar Indonesia  belum membaik, untuk itulah  sekarang dan kedepan, instansi yang berkecimpung dunia Pendidikan dan perpustakaan, perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki sarana dan prasarana Pendidikan (sumber belajar). Sebagaimana disebutkan UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. 

Salah satu sumber untuk menunjang pembelajaran di sekolah yaitu Perpustakaan. Untuk itulah Program Mendikbud, dalam konsep merdeka belajar, perlu diimbangi dengan penyediaan sumber belajar (perpustakaan) yang perlu ditingkatkan  kualitas dan kuantitas penyelenggaraan dan pengelolaannya, supaya kemampuan literasi membaca anak-anak Indonesia meningkat. Selain itu perlu terus perbaikan kualitas  pembelajaran, Mengingat  rencana Kemendikbud, Nadiem Makariem tahun depan menghapus UN menjadi  asesmen kompetensi, yang meliputi  3 komponen; literasi, numerasi dan karakter. 

Kemampuan literasi membaca adalah kemampuan siswa untuk memahami teks untuk mencapai gagasan baru, bukan sekedar membaca. Sedangkan kemampuan matematika ialah kemampuan siswa untuk merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika untuk berbagai konteks. Lalu untuk kemampuan sains, ialah kemampuan mangaitkan pengengetahuan sains dengan isu yang relevan dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun