Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Siasati Euforia Saat Menerima Gaji Pertama

13 Februari 2022   16:40 Diperbarui: 15 Februari 2022   14:15 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menerima gaji pertama | sumber: pexels.com/Karolina Grabowska

Kutatap dua puluh lembar ratusan ribu yang disodorkan suami, lengkap dengan struk gajinya. “Gaji pertama, ...” Begitu ucapnya. Aku terpana. Ada haru yang tiba-tiba saja menyeruak. Setelah enam belas tahun menunggu. Akhirnya suamiku lulus jadi PNS. Mendapat gaji yang layak dan pengakuan dari pemerintah. Penantian yang begitu panjang dan melelahkan. Akhirnya, berbuah manis. (Diary tahun 2013)

Gaji pertama sebagai PNS

Saat suami menitipkan semua gaji pertamanya sebagai PNS, pada tahun 2013. Teringat kembali momen yang sama saat saya menerima gaji pertama. Tahun 2008 silam. 

Saat itu euforia menghampiri perasaan, begitu massif. Bagaimana tidak? Dua kali gagal tes PNS. Tahun ketiga, tanpa pantang putus asa. Meski dalam keadaan sehabis nifas, saya ikut tes lagi. 

Saat itu Emak berkata, "Ikut saja, Nyi! Mana tahu, kali ini bagian, Nyai." Alhamdulillah, do'a orang tua memang manjur, saya dinyatakan lulus. Senangnya minta ampun. 

Saat itu, saya bernadzar gaji pertama akan dihabiskan untuk syukuran, traktir keluarga dan teman-teman, sisanya untuk shoping-shoping memuaskan segala keinginan. 


Benar saja, hari itu juga gaji pertama langsung licin tandas. Menguap tidak berbekas. Tinggal tersisa dua puluh ribu di dompet. Tapi, walaupun begitu, hati saya merasa puas.

Momen bahagia itu seperti de javu. Saat suami menyodorkan struk gaji pertamanya. Saya malah merasa bahwa yang menerima gaji pertama itu saya. Lupa kalau itu gaji pertama suami. Nah lho. 

Di kantor, rekan kerja yang tahu suami diangkat PNS, dan hari itu mendapat gaji pertama langsung riuh, “Cie cie, yang suaminya lulus PNS, udah ngambil gaji ke Pemda, belum?” saya jawab saja, “Alhamdulillah, sudah Bu-Ibu ...” Sontak semua satu suara kompak sekali, “Traktirannya dooong!” 

Hari itu, saya tidak bisa menolak. Semua guru yang ada di sekolah, saya traktir. Hampir tujuh puluh orang. “Bakso aja, ya!” tawar saya. 

Bakso di seberang sekolah, lumayan enak, harganya juga sesuai dengan isi dompet. Sepuluh ribu rupiah per mangkok ditambah kerupuk tahu tiga bungkus besar. Satu bungkusnya masing-masing isi sepuluh kerupuk. 

Hari itu, meski bukan gaji pertama saya. Entah mengapa, saya merasa senang sekali, bisa berbagi. Ada kebahagiaan  tersendiri saat melihat rekan-rekan makan bakso dengan lahapnya. 

Wajah memerah dan berkeringat karena kepedesan menjadi momen yang tidak begitu saja dapat terlupakan. Bukankah bahagia itu saat kita bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain?

Apa itu euforia?

Menurut National Institute of Drug Abuse, perasaan gembira yang muncul karena peristiwa membahagiakan atau aktivitas tertentu yang memicu timbulnya perasaan bahagia disebut dengan euforia

Misalnya, saat menerima kabar kelulusan, diterima kerja, mendapat bonus tambahan dari atasan, nilai yang sempurna dalam ujian, dan lain-lain. Mendapat gaji pertama adalah yang kini sedang dialami oleh saya. Suami yang mendapat gaji pertama, saya yang euforia. Hihi.

Euforia yang sehat akan muncul secara alami, tanpa dibuat-buat, atau dimanifulasi. Ada beberapa manfaat yang akan anda dapat bagi kesehatan tubuh, saat rasa gembira akibat euforia muncul secara alami. 

Pertama, anda akan memiliki mental yang sehat, karena selalu berfikiran positif dan kemampuan dalam memecahkan masalah meningkat. Kedua, Jantung sehat, karena anda merasa bahagia, maka anda akan terlepas dari tekanan stress, darah tinggi, dan kurang tidur.

Ada beberapa tanda pada fisik, jika anda mengalami euforia yang baik dan menyehatkan, dilansir dari hellosehat.com. Apa sajakah tanda-tanda tersebut? yuk, disimak, agar anda dapat membedakan mana euforia yang sehat dan tidak sehat. Berikut tanda-tandanya :

1. Tersenyum lebar, tertawa, dan berteriak karena bahagia.

2. Menangis karena saking bahagianya.

3. Melakukan repetisi pada gerakan tubuh, seperti bertepuk tangan dan melompat-lompat kegirangan.

Apakah salah menghabiskan gaji pertama untuk sedekah?

Pulang kantor, euforia gaji pertama itu masih menghantui pikiran. Setiap peminta-minta, pengamen, tukang dagang yang sudah tua, pemulung dan anak jalanan yang kebetulan papasan, saya kasih uang. 

Untuk pedagang yang sudah tua, saya beli dagangan mereka. Hitung-hitung syukuran, begitu pikir saya. Jarang-jarang khan, tidak setiap hari bisa berbagi dengan mereka. 

Kantong plastik yang saya tenteng, dari sekolah terasa semakin berat. Ada kukus jantung pisang, dibeli dari kakek tua yang mangkal di depan salon Alona. 

Keripik singkong dibeli dari nenek yang mangkal di trotoar depan warteg. Jeruk hijau dua kilo, kerupuk bangreng, gula merah, lalab daun singkong dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua barang itu dibeli dari para pedagang tua yang mangkal di jalanan. 

Sebenarnya, saya tidak butuh semua itu. Toh, tidak pernah memasak di rumah. Untuk makan, kami selalu beli masakan yang sudah jadi. Tapi, hari ini istimewa. Saya ingin semua orang yang ikut merasakan kebahagiaan.

Sebelum naik angkutan kota menuju rumah, saya singgah dulu di toko baju. “Beli baju ah, buat Mbah Ti, ...” Begitu bisik hati. “Sekali-kali membelikan daster untuk orang yang bantu-bantu di rumah, itung-itung berbagi kebahagiaan, ...” 

Hari itu penyakit gila belanja kambuh. Setelah masuk toko. Banyak sekali baju yang singgah di keranjang belanja. Daster untuk Mbah Ti, Emak, ibu mertua. Baju koko untuk Bapak dan Bapak Mertua. Belum lagi, baju untuk anak-anak dan tentunya baju untuk saya. Masa untuk sendiri lupa hehe. 

Tiba di rumah, saya bongkar semua belanjaan. Wooow ternyata banyak sekali. Saya sampai lupa untuk menulis di jurnal keuangan harian, berapa harga-harga barang yang dibeli tersebut.

Akibat euforia, jadi kalap belanja

Malam menjelang tidur, suami menghampiri. Pelan dia berkata, “Bu, maap ya, ... gaji ayah bulan ini jangan dipake dulu. Ayah nadzar ingin membelikan cincin untuk Ibuku. 

Ayah sudah berjanji. Takut dosa kalau tidak ditepati. Nanti tanggal sepuluh ada rapel satu bulan, itu juga jangan dipake dulu, Ayah ingin membeli cincin untuk Ibumu.”

Gubrak! saya kaget setengah mati. 

“Ya, Ayah! Ibu tidak apa-apa, janji harus ditepati. Lagian itu kan untuk orang tua Ibu juga.” Pelan saya menjawab. Ada sedih yang menggantung dalam ucapan tersebut.

Perlahan, saya tinggalkan suami yang mulai terlelap. Lalu, membuka dompet dengan hati-hati. Saya menatap isi dompet tersebut penuh keraguan. Struk gaji dan amplop coklat itu seperti menertawakan. Saya membuka amplopnya pelan. Hati dagdigdug tidak menentu. “Dua puluh ribu!” 

“Maapkan Ibu, Yah ...” Ucap saya lirih.

Terpaksa deh, besok harus kas bon ke koperasi untuk menutupi uang suami yang sudah terpakai. Tapi, walau begitu saya tidak menyesal. Toh, uangnya tidak digunakan untuk berfoya-foya sendiri. Namun, berbagi kebahagiaan suami kepada orang lain. 

Siasat agar gaji pertama tak habis begitu saja

Sebenarnya saya dapat menerapkan beberapa trik atau siasat, agar gaji pertama tidak habis begitu saja. Sekaligus meminimalisir dampak euforia dan kalap belanja. Apa saja siasat tersebut, berikut akan saya paparkan untuk anda.

1. Terapkan pola pengaturan uang 50-30-20, maksudnya 50 persen untuk biaya bulanan, 30 persen untuk cicilan, dan 20 persen untuk tabungan. Alokasi tabungan, dapat langsung ditransfer ke rekening tanpa kartu ATM. 

Agar anda tidak tergoda untuk menggunakannya. Dalam hal sedekah, anda dapat menganggarkan sebanyak 30 persen untuk sedekah, infak, dan syukuran. Jadi, alokasi cicilannya dikesampingkan dulu.

2. Catat semua laporan keuangan dalam jurnal keuangan harian, mingguan, dan bulanan. Saat anda menerima gaji pertama tersebut, catat dengan rapih pembukuannya. Begitu juga dengan uang keluar yang dialokasikan dari gaji pertama tersebut. 

Selain, agar anda tidak merasa 'kerampokan' karena pengeluaran yang tidak dicatat, biasanya kita akan kaget dan terkejut, saat uang tiba-tiba saja habis. 

Padahal, merasa tidak membeli apa-apa. Anda juga, suatu saat nanti, akan terkenang kala melihat catatan keuangan tersebut. Anda akan berseru, "Oh, uang gaji pertama saya, ternyata dipakai untuk membayar ini dan ini."

3. Jangan membawa uang kas dalam jumlah besar, saat keluar rumah. Hal tersebut, akan mencegah anda untuk belanja di luar yang dibutuhkan. Bawalah uang dalam jumlah terbatas, umpama cukup untuk transportasi, makan, dan cadangan. Seratus atau dua ratus ribu, mungkin cukup lah, ya.

4. Sedekah boleh, namun harus sesuai dengan alokasi yang sudah dianggarkan. Jika anda bernadzar akan bersedekah. Maka, keluarkanlah sedekah sesuai dengan dana yang sudah dialokasikan. Umpama 30 persen, anda harus patuhi alokasi tersebut

5. Usahakan perut kenyang sebelum keluar rumah, agar terhindar dari 'lapar mata'. Kalap belanja biasa terjadi, saat anda merasa lapar. Oleh karena itu, biasakan untuk makan dulu, sebelum pergi ke luar rumah. Dengan perut yang kenyang, akan meminimalisir keinginan anda untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan.

Nah, itulah cara mensiasati euforia yang terjadi saat anda mendapat gaji pertama. Selamat mencoba, semoga berhasil, ya! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun