Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Satu Suhu dan Dua Pendekar dalam Bedah Buku Sumpah Pemuda di Kompasiana

27 Oktober 2015   09:04 Diperbarui: 27 Oktober 2015   09:14 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Bedah buku tentang Sumpah Pemuda hari ini, Selasa (27/10/2015), pukul 15.30 WIB, di Kantor Kompasiana, tentulah sesuatu yang istimewa. Ada suhu Tjiptadinata Effendi dan dua pendekar: Ismail Suardi Wekke dan Unggul Sagena. Ketiga Kompasianer tersebut akan menginspirasi kita tentang memaknai Sumpah Pemuda.

Ketiga sosok di atas, barangkali sudah kita kenal, setidaknya secara maya di Kompasiana. Mereka adalah tiga dari 24 Kompasianer, yang mengisi buku tentang Sumpah Pemuda ini: Indonesia Kita, Satu. Menampilkan ketiga sosok tersebut dalam forum bedah buku kali ini, jelas bukan sesuatu yang kebetulan. Tapi, sebuah paduan kolaborasi, yang memang sudah disiasati sejak mula oleh Thamrin Sonata, inisiator sekaligus editor buku yang bersangkutan. Ketiganya memaknai Sumpah Pemuda, dengan sudut pandang masing-masing, tapi untuk satu tujuan yang sama: kemajuan Indonesia.

Unggul Sagena[1]: Tantangan Kualitas SDM  

Ada yang tidak bisa kita ingkari, sejarah Indonesia adalah sejarah tentang orang muda. Inilah salah satu titik tekan tulisan Unggul Sagena, Merefleksikan Peran Pemuda Pelajar Indonesia (di Luar Negeri) Melalui PPI (Dunia). Ia dengan detail menjabarkan, bagaimana orang muda tampil menjadi inisiator sekaligus penggerak bagi adanya Indonesia. Kita bisa mencermatinya melalui Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Dengan kata lain, Indonesia ada, karena kontribusi para pemuda, yang dengan gagah-berani berada di garda depan perjuangan.

Bukan hanya perjuangan fisik, tentunya. Tapi, juga perjuangan intelektual, yang dilakukan oleh kaum terdidik pada masa itu. Dalam konteks kekinian, inilah tantangan besar kita untuk menjadikan negeri ini sebagai negara maju. Gerakan kita untuk bersaing dengan negara-negara lain, secara regional maupun global, jelas bertumpu pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Karena, SDM yang terdidik dan berkualitaslah yang akan mampu mengelola berbagai sumber daya alam yang ada. Kalau tidak, kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri, tatkala orang-orang asing mengeruk kekayaan alam kita dengan semena-mena.

Kalaupun kita terlibat, porsi keterlibatan SDM kita pun terbatas. Karena, secara komposisi, pendidikan angkatan kerja di Indonesia, 70 persen hanya lulusan pendidikan dasar setingkat SD-SMP. Ini tentu merupakan hambatan bagi SDM kita untuk meraih peran yang signifikan, meski berbagai perusahaan asing berdiri di negeri ini. Di Malaysia, angkatan kerja yang berpendidikan dasar, hanya 24,3 persen. Pada angkatan kerja berpendidikan menengah setingkat SMA-SMK, yang kita miliki 22,4 persen, sementara Malaysia punya 56,3 persen. Angkatan kerja berpendidikan tinggi, setingkat S1, D3, dan D4, yang dimiliki Indonesia hanya 7,2 persen, sementara Malaysia memiliki sebesar 20,3 persen.

Menghadapi realitas yang demikian, untuk meningkatkan daya saing bangsa, maka dibutuhkan investasi yang sungguh-sungguh di sektor pendidikan, demi melahirkan SDM yang terdidik dan berkualitas. Secara umum, kita bisa berkata bahwa pendidikan yang tinggi belum tentu menjamin kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, kita juga tidak bisa membantah bahwa negara-negara yang memiliki SDM terdidik dan berkualitas, mereka berkontribusi signifikan pada kemajuan negara yang bersangkutan.

Ismail Suardi Wekke[2]: Anugerah Ratusan Etnis

Tantangan untuk mengejar ketertinggalan dalam kualitas SDM tersebut, salah satunya, bergantung pada kebijakan pemerintah di sektor pendidikan. Kalau secara semangat untuk maju dan berkembang, sesungguhnya bangsa ini memiliki kekuatan yang besar, meski terdiri dari ratusan etnis. Ini adalah anugerah yang luar biasa. Inilah salah satu titik tekan tulisan Ismail Suardi Wekke, Meneropong Indonesia: Sebuah Anugerah Berbangsa Satu. Dengan kata lain, semua itu adalah anugerah dari Sumpah Pemuda, yang telah meletakkan fondasi yang kuat bagi persatuan bangsa ini.

Secara kongkrit, para pemuda kita di masa itu, dengan suara bulat mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, di tengah masih eksisnya 546 bahasa ibu yang digunakan oleh 1.128 suku. Alangkah luar biasa hakekat serta anugerah Sumpah Pemuda menjaga kerukunan kita, dalam konteks bahasa. Bandingkan dengan Filipina, yang para pengguna bahasa Tagalog, tidak sepakat dengan penutur bahasa Inggris. Akibatnya, Manila harus terbagi pada perbedaan bahasa yang dituturkan warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun