Artinya apa? Itu menjadi salah satu penanda, bahwa keberadaan Jakarta sebagai kota multikulturalisme semakin kuat. Warga Jakarta juga warga yang berasal dari luar Jakarta merasa memiliki kota ini. Meski, mereka tidak lahir dan juga tidak besar di kota ini.Â
Rasa memiliki itu tak akan tumbuh, jika atmosfer kota ini tidak mendukung aktivitas mereka sehari-hari.
Tarian Yospan di Jantung Jakarta
Realitas pada Sabtu dan Minggu itu juga menjadi penanda bahwa toleransi antar warga di Jakarta, bukan hanya tercermin, tapi sudah terwujud nyata.Â
Tingkat kompetisi hidup yang tinggi di Jakarta, sesungguhnya bukan hal yang mudah untuk menyemai rasa toleransi di kalangan warga. Tapi nyatanya, di tengah ketidakmudahan tersebut masih ada ruang berbagi yang relatif mampu menenteramkan banyak pihak.
Kita tahu, sikap intoleran yang terjadi di Malang pada Kamis (15/08/2019) dan peristiwa intoleran di Surabaya pada Sabtu (17/08/2019), telah menjadi pemicu sejumlah peristiwa lain, di sejumlah wilayah tanah air.Â
Termasuk, di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat. Semua itu telah menggerus rasa toleransi yang selama ini ada, serta turut pula menguras energi bangsa.
Hari Minggu (01/09/2019) ini adalah 1 Muharam yang merupakan Tahun Baru Hijriah, yang diperingati sebagai Tahun Baru Islam.Â
Lihatlah sepanjang Jalan Muhammad Husni Thamrin yang menjadi jantungnya DKI Jakarta. Sejak pagi, para penari yang berdandan khas Papua, melintasi jalan itu dengan penuh senyum. Langkah mereka tangkas sebagaimana umumnya warga Papua.
Mereka melambaikan tangan dengan riang dan tak lupa bergaya, ketika ada warga mengajak mereka ber-welfie-ria. Mereka bergerak ke depan panggung yang sudah disiapkan di salah satu bagian jalan itu.Â
Mereka mengajak warga lain untuk mendekat, untuk ikut menari. Semua menikmati keasyikan tersebut, bergabung mengikuti tarian. Mereka berbaur serta menari bersama.
Mengenakan hiasan kepala warna-warni, mengenakan kaus bertuliskan Papua Adalah Indonesia di bagian dada, para warga Papua dengan leluasa mengekspresikan diri.Â