Mohon tunggu...
Isra Yuwana Tiyartama
Isra Yuwana Tiyartama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Membahas apapun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Setiap Hari Jumat Saya Membohongi Masjid

25 Juni 2022   10:03 Diperbarui: 25 Juni 2022   10:31 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari jum'at adalah hari agung bagi umat islam di seluruh penjuru dunia. Maka umat islam memiliki persepsi tersendiri mengenai hari jum'at ini. Banyak diantara kaum muslim yang berlomba-lomba mencari ridho Allah pada hari Jum'at tersebut.

Setiap hari Jum'at seluruh umat islam melaksanakan sholat Jum'at atau biasa dikenal sebagai       Jum'atan. Sholat seperti ini tidak bisa kita temui pada hari-hari biasa lainnya. Sholat Jum'at ini dilaksanakan pada waktu Dhuhur yang berjumlah 2 Rekaat yang diawali dengan khutbah Jum'at sebelum sholat dilaksanakan.

Di dalam pelaksanaan sholat Jum'at tidak bisa lepas dari yang namanya infak. Kegiatan infak ini bersifat sukarela dan tidak mematok besaran nominal yang kita keluarkan untuk berinfak. Sehingga kegiatan ini sangat mengedepankan rasa keikhlasan dari setiap jamaah.

Kegiatan infak ini juga dijelaskan di dalam Al-qur'an sebagai berikut:

"Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti menanam sebuah biji, yang darinya tumbuh tujuh tandan," (Surat Al-Baqarah ayat 261).

"Dan barang apa saja yang kamu infakan, niscaya Dia akan menggantinya" (Surat Saba ayat 39)

"Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Surat Al-Baqarah ayat 195)

"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanyam, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (3)" (Surat Al-Baqarah ayat 2-3)

Alih-alih kegiatan berinfak ini sangat positif, penulis justru memiliki sudut pandang lain terhadap kegiatan ini. Sudut pandang yang tidak tersentuh oleh orang lain. Penulis memiliki argumen bahwa dengan berinfak justru ia melakukan sebuah kesalahan. Penulis dengan berani mengatakan bahwa "setiap kita berinfak berarti kita membohongi masjid". Kalimat ini tentu menimbulkan tanda tanya, sebenarnya apa maksud dari kalimat tersebut.

Sebelum menuju topik pembahasan, alangkah baiknya kita membagi dua pengertian mengenai kegiatan berinfak ini karena penulis menemukan dua makna yang terkandung dalam kegiatan berinfak. Pertama, infak pada zaman dahulu. Kedua, infak pada zaman sekarang. Kedua hal tersebut memiliki persamaan sekaligus perbedaan. Perbedaan inilah yang membuat makna infak menjadi bergeser dari pengertian aslinya.

Apabila merujuk secara teknis, maka kedua hal tersebut tidaklah beda yakni sama-sama memberikan harta terbaik untuk di infakan. Namun, jika merujuk secara media/alat untuk berinfak, maka akan nampak sekali perbedaannya.

Pada zaman dahulu alat atau media untuk berinfak adalah emas dan perak, sedangkan pada zaman sekarang berupa uang kertas. Tentu hal ini menyebabkan perbedaan secara fundamental pada kegiatan berinfak. Infak yang tadinya adalah menyerahkan harta riil/aset nyata berupa emas maupun perak berubah menjadi infak adalah kegiatan yang menyerahkan benda tanpa nilai (uang kertas).

Hal ini bisa dibuktikan melalui sejarah evolusi uang. Dimulai dari uang barang, uang komoditas, uang logam, uang kertas, uang fiat dan uang elektronik. Pada tahap uang fiat, nilai uang tidak dikaitkan dengan logam emas maupun perak, melainkan hanya mengandalkan kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah.

Nilai yang terdapat pada uang fiat bisa dibilang palsu karena memaksakan suatu benda yang tidak berharga menjadi berharga. Atas dasar inilah penulis menyatakan bahwa "Setiap berinfak berarti membohongi masjid". Arti membohongi masjid itu apabila kita berinfak menggunakan uang fiat. Infak menggunakan nilai palsu adalah tindakan yang melanggar fitrah aturan agama. Ini sama halnya kita berinfak menggunakan kertas HVS biasa. Secara fisik memang kita sedang berinfak, tapi secara makna sudah melenceng jauh. Seharusnya hal-hal semacam ini menjadi atensi bagi umat islam dan kembali ke fitrah.

Solusi atas permasalahan ini adalah untuk kembali menggunakan uang fitrah yakni emas dan perak. Selain itu. penulis juga mengajak kembali untuk memahami tentang uang kertas yang sudah kita pakai selama puluhan tahun ini dan membandingkannya dengan uang emas dan perak. Sehingga dalam proses membandingkan tersebut kita semua menemukan dasar ilmunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun