Â
   Api Abadi Kayangan Api Adalah sumber api abadi terbesar se-Asia Tenggara yang tak kunjung padam dan terletak pada kawasan hutan lindung di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Kompleks Kayangan Api merupakan fenomena geologi alam berupa keluarnya gas alam dari dalam tanah yang tersulut api sehingga menciptakan api yang tidak pernah padam walaupun turun hujan sekalipun. Namun, sebagai api abadi tentunya kayangan api memiliki cerita atau mitos tersendiri tentang bagaimana asal usulnya.
           Dahulu kala, ada seseorang bernama Mpu Kriyo Kusumo yang mempunyai 3 keris dan satu tombak yang berasal dari kerajaan Majapahit. Pada suatu malam, seorang juru kunci khayangan api dimimpikan oleh seorang kakek-kakek misterius yang konon katanya adalah Mpu Kriyo Kusumo/ Mpu Supa/ Mbah Pandhe. Menurut juru kunci, eyang Kriyo Kusumo bersama Reso Kusumo suka melakukan pengembaraan. Sampai akhirnya tiba di kayangan api dan melakukan semedi. Tidak tangung-tangung, Bukan hanya bersemedi sehari atau beberapa hari saja, tetapi ia melakukan semedi selama lima tahun. Pada saat bersemedi Mpu Kriyo kehilangan batu saktinya, ia menganggap bahwa batu tersebut tergelincir dibawah pohon, lalu ia hadir ke sebuah mimpi sang  juru kunci Khayangan Api untuk mecari batu tersebut dan merawatnya.
           Menurut cerita, batu itu di bakar di atas api dan akhirnya batu tersebut meleleh. Kemudian lelehan batu tersebut dibuat pusaka berupa keris dan tombak. Keris tersebut berbentuk luk telu, jangkung, blong tenggah sementara tombaknya bernama semar ndodok. Selang beberapa tahun kemudian, pusaka buatan eyang Kriyo Kusumo terkenal sampai kemana-mana. Kabar itu di dengar oleh Raja Majapahit I, Brawijaya V dan Patih Gajah Mada.
      Disebelah api abadi tersebut juga terdapat mata air yang konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Anehnya air ini dari jauh berbau tetapi setelah mendekat baunya itu hilang dan dari jauh air ini kelihatan seperti air mendidih tetapi kalau kita sudah mengambilnya maka air tersebut terasa dingin dan sejuk. Baunya yang khas bau belerang memiliki khasiat yang baik untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Air blukutuk ini dulunya untuk mencuci atau merendam keris yang dibuat Mpu Supagati. Kemudian terjadilah hal aneh pula yaitu munculnya ular sisik yang sangat panjang. Kemudian ular tersebut masuk ke batang pohon hingga musnah begitu saja. Batang pohon tersebut memiliki ciri keanehan kulit pohon tersebut menyerupai kulit ular dan bersisik tebal.
           Dengan berbagai kepercayaan yang masih berkembang sampai saat ini, membuat Api Kayangan ini menjadi tempat yang sangat sakral dan dipercayai sebagai tempat bersemayamnya Mbah Kriyo Kusumo. Api yang ada hanya boleh diambil jika ada upacara penting seperti yang telah dilakukan pada masa lalu, seperti upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X dan untuk mengambil api melalui suatu prasyarat yakni selamatan/wilujengan dan tayuban dengan menggunakan fending eling-eling, wani-wani dan gunungsari yang merupakan gending kesukaan Mbah Kriyo Kusumo.
           Api abadi kayangan api semakin moncer. Kini berbagai wisatawan dalam negeri maupun asing berdatangan untuk melihat pesona kayangan api. Api abadi kayangan api bukan milik kota Bojonegoro saja tetapi telah menjadi milik bangsa Indonesia yang harus dilestarikan dan dijaga.
Nilai agama:
   Memacu pada sejarah terjadinya Khayangan api tersebut, tidak sepatutnya kita sebagai makhluk yang beragama mempercayai hal-hal takhayul. Karena segala sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan yang maha kuasa. Api abadi tersebut tetap menyala meskipun terkena air hujan adalah kekuasaan Tuhan atas ciptaannya. Tuhan yang maha menjadikan segala fenomena alam ini terjadi baik yang bisa diterima oleh akal manusia maupun tidak. Jadi, anggapan bahwa air api abadi itu tempat bersemayamnya Mpu Kriya Kusuma adalah hal yang bersifat mitos saja. Sebuah kenyataan memang seperti itu tetapi semua tetap kembali kepada kepercayaan masing-masing.
Nilai budaya:
    Nilai budayanya adalah ketika tempat yang sakral itu memiliki nilai-nilai yang sangat luar biasa seperti apinya yang abadi menjadikan Mpu kriyo Kusumo mau bertapa dan bersemedi ditempat tersebut selama bertahun-tahun. Kemudian mata airnya yang menyimpan suatu kejaiban yang patut untuk dijaga dan dilestarikan. Hal itu telah dibuktikan oleh masyarakat sekitar bahwa mengambil apinya saat ada upacara penting saja seperti upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X dan untuk mengambil api melalui suatu prasyarat yakni selamatan/wilujengan dan tayuban dengan menggunakan fending eling-eling, wani-wani dan gunungsari yang merupakan gending kesukaan Mbah Kriyo Kusumo. karena pesona akan desa kecil dan pemandangan alamnya, tempat ini juga dijadikan sebagai tempat wisata oleh masyarkat lokal maupun asing.Â