Mohon tunggu...
Isnan Sayid Maulana
Isnan Sayid Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

MAN JADDA WA JADA Menulislah karena dengan menulis kau akan abadi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Wajah Literasi Anak Sungai di Bilik ASA

19 Juni 2022   20:13 Diperbarui: 19 Juni 2022   20:15 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai, tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu

Negeri ini katanya negeri hukum

Tapi kok rakyat kecil yang selalu dihukum

Orang bilang tanah kita tanah surga

Tapi hasil buminya entah kemana

            Halo kawan -- kawan literasi, apakah pernah mendengar kutipan lagu di atas? lagu di atas merupakan lagu band koes plus yang diparodikan anak bangsa, atas kegelisahan yang dirasakan pada masa itu. Negeri yang katanya memiliki sumber daya melimpah, namun justru berbanding terbalik terhadap sumber daya manusia yang dimiliki. Itulah permasalahan yang dihadapi negeriku saat ini, negeri yang memiliki segalanya, namun karena kurangnya literasi di berbagai bidang menyebabkan hancurnya negeri ini secara perlahan. Benar kata Bapak Proklamator kita mengatakan "Perjuangan pada masaku sangat mudah karena mengusir penjajah berbeda dengan kalian yang melawan bangsa sendiri". Lihatlah apa yang terjadi sekarang kepada negeri ini 76 Tahun Indonesia merdeka namun masih banyak akan buta merasakan kemerdekaan. Masih belum percaya kawan -- kawan bisa melihat di daerah sekitar teman -- teman masih banyak anak -- anak yang buta akan aksara, buta akan ilmu, buta akan karakter lalu mau dibawa kemana bangsa indonesia ini nantinya kalo generasi muda yang katanya sebagai pemegang estafet selanjutnya obor api penyemangat akan terus berlanjut, setiap orang memiliki masa dan setiap masa memiliki cerita maka sudah saatnya kita bercerita akan kisah kita bukan hanya tentang aku, kamu atau mereka tetapi tentang kita dan Indonesia.           

            Potret Literasi Bangsa Indonesia          

            Sedikit pengantar di atas memberikan potret literasi bangsa ini yang dikabarkan semakin surut hari ke hari dimakan waktu. Perlunya sebuah upgrade diri baik dari segi ilmu, karakter, teknologi, serta motivasi yang membuat literasi akan terus bergema keseluruh penjuru dari sabang sampai merauke. Bukan hanya teknologi yang perlu diupgrade namun manusia juga perlu di upgrade diri dengan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan apa yang dibutuhkan saat ini, bukan hanya apa yang bisa mereka berikan namun apa yang bisa kita lakukan? Berangkat dari kalimat inilah ternyata terjawab semua pertanyaan di atas pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan membuat sebuah progam Magang Pegiat Literasi. Progam yang menyatukan persepsi dan sudut pandang pegiat literasi untuk bisa bersama -- sama membumi hanguskan buta aksara berganti dengan sebutan "Kampung Literasi"  di setiap penjuru Nusantara.

Berikut saya akan bercerita pengalaman saya saat kegiatan magang pegiat literasi di salah satu sudut kota Palangka Raya tepatnya di kelurahan Petuk Ketimpun mungkin masyarakat banyak belum mengetahuinya namun siapa sangka salah satu tempat kelurahan di Kota Palangka Raya yang beberapa waktu lalu hampir dijadikan ibu kota negara Indonesia ini masih ada anak -- anak yang sulit mengeyam pendidikan, apa itu pendidikan? Bahkan ada beberapa orang tua yang beranggapan begitu saya sulit menafkahi anak saya maka tinggal saya nikahkan. Itulah fenomena sosial yang terjadi saat ini bukan hanya disini mungkin dibelahan bumi nusantara lain masih ada yang seperti ini tentu ini menjadi tugas kita bersama untuk tetap menghidupkan lentera literasi ini jangan sampai padam di kawan -- kawan mari lanjutkan perjuangan ini bersama kita bisa.


Coretan Kecil Embun Pagi 

            Pagi ini terasa matahari menyambut hari ini dengan pelukan hangat yang menghangatkan jiwa ditemani dengan angin sejuk melengkapi hari yang indah, panas yang berbeda menusuk ke tubuh memberikan semangat kepada kaki ini untuk terus melangkah melewati titian jembatan kayu di suatu kelurahan pelosok kota Palangka Raya yang dikenal dengan sebutan Petuk Ketimpun sebuah lokasi kelurahan yang sangat tentram dan indah. Tahukah teman -- teman di balik keindahannya itu ternyata menyimpan sebuah kesan mendalam yang terukir di lokasi ini melihat senyum ceria anak -- anak  dibalik luka mereka terdapat sesosok pahlawan mereka Ransel Buku. Ya, ransel bukulah yang memberikan secercah harapan kepada mereka bahwa pendidikan itu penting dan semua orang bisa menempuh pendidikan. Itulah kesan pertama saya mengetahui lokasi magang pegiat literasi kami bukan ruang dingin beratap, melainkan angin sepoy semilir yang menghembuskan semangat kepada kami untuk semangat mengikuti pelajaran agar segera bisa kami implikasikan langsung ke masyarakat.

            Tepat sebelum magang hari itu, saya dihubungi pihak Ransel Buku untuk mengikuti magang pegiat literasi, tentu ini merupakan sebuah kesempatan yang tidak akan saya tinggalkan begitu saja berkumpul dengan teman -- teman penggiat literasi untuk berdiskusi ide dan gagasan untuk mengurangi sebuah permasalahan klasik yang terus saja menghantui Bangsa Indonesia dari awal kemerdekaannya pada tahun 1945 sampai saat ini tahun 2020. Bangsa ini terus saja dijajah dengan aksara. Memasuki abad 21 ini aksara sudah berubah menjadi sebuah penomena yang menjelma menjadi kurangnya budaya literasi yang menyebabkan munculnya masalah -- masalah baru di era modern seperti hoax, ujaran kebencian serta penipuan online. Permasalahan ini akan terus bergerak dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman sampai kita berhasil memutus mata rantai yang sudah membelenggu ini.

            Diawali hari yang cerah ini kami diberikan materi -- materi dasar dalam literasi seperti sebuah rumah tentu sebelum dibangun harus dibuatkan pondasi yang kuat untuk menahan segala macam rintangan begitu juga dalam literasi sebelum lebih lanjut memahami literasi kami terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai ilmu dasar literasi dan sharing mengenai TBM di setiap lokasi TBM tempat pegiat literasi berkarya dengan ciri khasnya untuk menunjukkan identitas dari TBM mereka. Ketika salah satu narasumber menyampaikan materi tentang salah satu TBM dan menceritakan tentang lika -- liku perjuangannya begitu banyak kesan dan pesan yang saya ambil salah satu pesan yang masih tersimpan di dalam pikiran saya adalah ketika ibu pegiat literasi tersebut TBM Lutfillah meminta ijin untuk membuat plang nama "Kampung Literasi" namun terdapat penolakan langsung dari ketua RT setempat dan beberapa warga yang tidak terima desa mereka disebut kampung literasi. Dalam hati saya bertanya -- tanya mengapa masyarakat menolak untuk diberikan nama kampung literasi, bukankah itu suatu kebanggaan ketika mendapat sebuah julukan atas apa yang kita lakukan. Lalu ibu itu pun melanjutkan ceritanya bahwa si pak RT menolak karena beliau tidak menerima kampung tersebut disebut kampung li -- terasi, ya mana ada masyarakat yang mau disebut kampung terasi, tertawala kami sejenak begitu jenakanya negeri ini ketika bahasa sendiri saja masih banyak yang belum memahami gemana mau mencerdaskan anak bangsa kalo anak bangsa aja buta akan bahasa.

            Bukan Soal Memberi, Tetapi Soal Peduli

            Hari demi hari kami jalani magang pegiat literasi begitu banyak ilmu yang saya dapatkan inilah pelajaran berharga dalam hidup bukan soal memberi tetapi soal peduli. Ketika saya lihat sekelompok anak bercanda ria di pinggir tepian jembatan meloncat langsung ke tepian sungai tanpa adanya beban membuat batin saya seolah terketuk bagaimana tidak ketika anak seusia mereka yang tidak jauh dari desa ini sedang asik dengan gawainya mereka malah asik dengan dunia mereka. Inilah yang mungkin ibu pertiwiku inginkan rasa akan cinta dan peduli terhadap negeriku. Benar Soe Hok Gie berkata "Orang -- orang seperti kita tidak pantas mati di tempat tidur maka melangkahlah" ucap Soe Hok Gie ketika itu. Benar saja, aktivis itu tidur dalam keabadiaan di Gunung Semeru menceritakan perjuangan yang luar biasa dia lebih memilih melakukan suatu perjalanan hebat dan gugur dibandingkan hanya diam saja terbelenggu dalam zona nyaman. Ya, kita hanyut akan zona nyaman. Tidak percaya? Baiklah teman -- teman sekarang bisa saja bangkit dan bergerak untuk  mengejar impianmu sekarang juga, detik ini juga, tapi dirimu malah menikmati senja dengan kopi hangat dengan membaca tulisan ini dalam kehanyutanmu akan dunia. Kau lupa bahwa di luar sana ada petualangan besar menantimu ada masyarakat menanti hadirmu untuk menjadikan dirimu manusia seutuhnya bukan menjadi seorang mesin yang bekerja hanya begitu saja setiap hari mengulang kehidupan dengan sekolah, kuliah lalu mati, tanpa pernah mengerti tugas mulia mengapa kau dikirim ke muka bumi ini.

            Apa yang kita tanam itulah yang kita tuai dikemudian hari? Renungkanlah apa saja yang telah kamu lakukan saat ini? Apa ada kontribusimu untuk negeri yang kamu bangga -- banggakan dengan lantang mengucap Bangsa Indonesia? Duduk merenung meratapi hari ini sembari menatap langit indah bertabur bintang harapan yang tak bisa kita raih, apabila hanya berangan saja cukup bagus. Karena hati dan pikiran harus selaras untuk menenangkan jiwa yang redup membangkitkan semangat untuk mengejar asa yang lama tidak tergapai. Satu langkah konkrit akan terasa maknanya dibandingkan seribu angan tanpa adanya aksi nyata. Kita membutuhkan pergerakan bersama oleh karena itu saya mengajak teman -- teman untuk meningkatkan literasi dari media dan mulailah dari diri sendiri sudah berapa bukukah yang anda baca hari ini? Sudahkah anda berbagi hari ini, apa saja yang anda lakukan hari ini? Ketika sudah mulai dari diri anda maka mulailah dari kelurga anda dan sekitar anda maka mereka akan mengerti dengan sendirinya. Tetapi ingatlah, jangan pernah puas atas apa yang kamu raih sekarang kamu dilahirkan bukan untuk merasa puas melainkan terus merasa haus. Haus akan ilmu dan pengalaman kejarlah mimpimu yang kau gantung di langit malam itu karena malam tidak pernah lupa akan bertukar pada matahari yang menunggunya di hari esok.

            Perjuangan kita masih panjang, karena keabadiaan akan terus menyelimuti lentera literasi ke berbagai pelosok negeri. Ingatlah kemaren adalah sebuah pelajaran yang dapat kita ambil, hari ini adalah aksi yang akan kita lakukan sedangkan hari esok adalah pembuktian terhadap apa yang kita ingin capai. Rembulan tidak akan pernah lupa memunculkan sinarnya begitu juga dengan usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil apa yang kita lakukan.

             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun