Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - editor lepas dan bloger penuh waktu

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Meneladani Suku Samin, Samsul Arifin Melawan Polusi dengan Trembesi

19 September 2023   04:43 Diperbarui: 19 September 2023   04:52 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trembesi bisa menyerap CO2 dan menyimpan cadangan air. (Dok. pri) 

Menyadari begitu besar manfaat pohon trembesi, Samsul pun membentuk komunitas Green Star Nusantara (GSN) agar gerakan lebih terstruktur dan lebih luwes. GSN didirikan tahun 2010 sebagai respons atas fakta memprihatinkan di lapangan, yakni banyak sumber air yang lama-lama mengering dan polusi udara yang mencemaskan.

Menurunnya kualitas udara di Bojonegoro, juga hilangnya sumber air bersih, merupakan dampak aktivitas penambangan migas yang begitu masif terjadi di Bumi Angling Dharma tersebut sejak tahun 2000-an.

Eksploitasi migas menyebabkan rusaknya lingkungan. (Dok. Satu Indonesia Awards)
Eksploitasi migas menyebabkan rusaknya lingkungan. (Dok. Satu Indonesia Awards)

Mengeringnya sumber mata air tak lain adalah akibat berkurangnya pohon-pohon penyangga yang selama ini berfungsi sebagai penyimpan cadangan air bersih untuk dimanfaatkan pada musim kekeringan.

"Ada pohon penyangga yang sudah tua, sudah lapuk sehingga banyak yang tumbang. Terus ada yang dibabat oleh manusia."

Sayangnya, fenomena negatif tersebut rupanya tak segera diimbangi dengan penanaman pohon-pohon kembali yang akan menghidupkan sumber mata air yang sudah hilang. Tak bisa dimungkiri, eksploitasi migas secara besar-besaran sangat berdampak pada pemanasan global dan gas rumah kaca sehingga kolaborasi perlu digalang untuk menangkalnya.

Aksi nyata untuk bumi

Samsul merasa prihatin dengan kondisi bumi yang semakin renta dan terus menderita akibat ulah manusia. Dalam kalimat Jawa, dia berujar, "Ibu Bumi wes maringi, aja dilarani!" yang menyiratkan betapa bumi telah banyak memberikan manfaat bagi kita tetapi justru terus mendapat beban berupa perusakan.

Itulah sebabnya ia kemudian meneliti khazanah lokal apa yang bisa dijadikan sebagai penangkal polusi dan memulihkan sumber air bersih, yang berujung pada trembesi sebagai solusi. Samsul mengingatkan, harus ada aksi nyata jika tidak ingin panas terus merajalela dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan berbagai tanaman yang sangat kita andalkan sebagai sumber pangan.

Namun, langkah GSN tidak mulus begitu saja tanpa hambatan. Kendala awal adalah soal bibit. Biji trembesi ternyata belum banyak tersedia sehingga mereka kemudian membelinya secara online dari Jawa Barat. Karena harganya cukup mahal, yaitu Rp200 ribu per kilogram, maka ia dan komunitasnya pun melakukan pembibitan sendiri untuk menekan biaya pengeluaran.

Pembenihan dilakukan sendiri demi menghemat biaya. (Dok. Satu Indonesia Awards)
Pembenihan dilakukan sendiri demi menghemat biaya. (Dok. Satu Indonesia Awards)

Sembari menunggu pembenihan, mereka giat mengumpulkan biji dari pohon-pohon trembesi yang telah tumbuh subur, yang biasanya menjatuhkan banyak polong di bawah sebagaimana yang pernah saya temukan di alun-alun kota.

Suku Samin menginspirasi Samsul Arifin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun