Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Naik Angkot ke Kota bersama Anak Istri

22 Mei 2022   12:34 Diperbarui: 22 Mei 2022   12:36 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mungkin pembaca merasa heran apa istimewanya naik angkot. Tapi bagi saya yang setiap hari naik sepeda motor kemana-mana termasuk ke sekolah dan ke pasar, naik angkot merupakan hal yang langka. Apalagi kompasianer yang mempunyai kendaraan roda empat. Karena langkanya naik angkot, kadang saya sampai lupa berapa ongkos naik angkot.

Anak-anak saya yang kecil juga sangat jarang naik angkot, karena mereka seringnya diantar memamakai sepeda motor, kalau anak yang paling besar tentunya sering naik angkot, karena ke sekolahnya bisa dijangkau dengan angkot dan tidak diantar-antar lagi. Isteri juga sering saya antar ke sekolah atau ke tempat-tempat lain, tapi kadang pulangnya sesekali naik angkot.

Hari minggu ini kami ke kota kecil kami sekedar untuk melihat car free day, ingin merasakan keramaian di kota kecil kami. Ternyata harapan itu pudar, car free day yang kami bayangkan tidak ada. Suasananya sepi sekali, jarang orang yang dulu biasanya berolah raga atau berjalan-jalan dengan keluarga. Kami hanya tertawa, pandemi memang belum berakhir sepenuhnya. 

Perjalanan ke kota kecil itulah yang ingin saya ceritakan, terutama tentang naik angkot. Ongkos naik angkot cukup murah, hanya Rp. 5000, per orang dari rumah ke kota kecil kami. Bayangkan bedanya dengan naik ojek yang bisa lebih dari Rp. 10.000. Belum dengan kenaikan harga bensin yang sekarang ini tidak bisa membeli pertalite secara eceran. Menjadi sopir angkot bebannya terlihat lebih besar, apalagi penumpang yang banyak beralih menggunakan sepeda motor pribadi. 

Kadang kala penumpang angkot tidaklah banyak, sekali jalan belum tentu mendapat penumpang yang bisa mengganti modal membeli bensin. Apalagi bila sopir ini juga harus membayar setoran kepada pemilik angkot. Makanya sopir angkot harus pandai menghitung untung rugi bila beroperasi.  Tak heran bila sopir angkot lebih memilih menunggu anak sekolah pulang untuk diangkut  dari pada bolak balik  mencari penumpang.

Bila naik sepeda motor, saya harus konsentrasi mengendarai motor. Tapi kalau naik angkot, saya bisa santai melihat-lihat ke luar mobil dan mengobrol dengan teman satu angkot. Kali ini pun saya mengobrol dengan isteri dan anak-anak. Naik angkot bisa menjadi edukasi bagi anak-anak untuk belajar berbagi tempat duduk dengan penumpang lain. Bertemu dengan berbagai macam orang yang berlatar belakang yang beda dengan kita. 

Terkadang kami bertemu dengan tetangga yang jarang bertemu padahal rumahnya sering kami lewati. Bertemu dengan teman-teman mengajar, murid atau juga orang yang belum kami kenal sama sekali. Kadang saling menyapa dan saling memahami kondisi teman satu perjalanan. Angkot ini ternyata bisa menjadi media silaturahmi untuk saling mengenal dan juga bertemu dengan orang yang sudah kita kenal. 

Bila pun tidak ada teman mengobrol, dalam perjalanan yang sama saya kadang suka mengantuk dan tertidur di angkot. Dan baru tersadar ketika sudah dekat dengan tempat tujuan. Terutama bila jalanan macet dan sering kita merasa bosan dengan kemacetan tersebut yang membuat kita mengantuk. Karena memang menggunakan angkot kadang melelahkan apabila sopir terlalu menunda-nunda untuk berangkat atau terjebak macet. 

Naik angkot bisa juga membuat kita jadi pendengar teman seangkot yang mengobrol. Seperti kali ini kami mendengar obrolan dua orang pedagang yang begitu asyiknya. Sampai kami pun terbawa mengobrol dan tertawa-tawa mendengarkan obrolannya. Kami pun menjadi akrab dan mengenal asal kedua pedagang tersebut. 

Salah satu pedagang dengan lucunya menceritakan kegiatan berliburnya ke Kebun Raya pada hari libur. Ia merasa bahagia dengan berlibur ke kebun Raya tersebut walaupun harus membayar lebih dari perkiraan biaya. Ia sangat bahagia dapat membuat isterinya tersenyum, walau pulangnya ia menjadi bingung karena uangnya habis. Isteri saya sangat menghargai usaha pedagang tersebut untuk membahagiakan isteri dan anaknya. 

Ketika kami naik angkot ke kota, kami adalah penumpang pertama. Sang sopir kelihatan begitu bahagia terutama karena kami naik sampai ke kota kecil kami. Di perjalanan ada beberapa penumpang yang naik, dan tentunya bagi sopir tersebut ada penambahan uang untuk mengganti biaya setoran dan bensin. Begitu juga pulangnya, di dalam angkot sudah ada tiga penumpang, penambahan kami sebagai penumpang membuat angkot langsung berangkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun